Sumber dan Metode Penetapan Hukum Islam
Saturday, June 1, 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah
Swt, yang telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayahnya kepada kita semua. Dan
tak lupa pula salawat serta salam kami haturkan
kepangkuan baginda nabi besar Muhammad Saw, karena berkat perjuangan dan
usaha beliau kita semua dapat menikmati islam dengan sebaik-baiknya agama.
Syukur alhamdulillah makalah ini
bisa selesai tepat pada waktunya. Didalam makalah ini kami akan membahas
tentang “Sumber dan Metode Penetapan Hukum Islam”. Kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam ( Muh. Harfin
Juhdi ) yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk
membuat makalah ini. Dengan rendah hati, kami ingin menyampaikan beribu maaf
apabila terjadi kesalahan dan kekeliruan pada penulisan makalah ini. Kami juga
mohon kritik dan sarannya dalam penyempurnaan makalah ini, karena kami masih dalam tahap belajar.
Akhirul kalam jazakumullahu khairon
,wassalam.
Mataram,
15 Desember 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sumber- Sumber Hukum Islam
a. Al-qur’an
b. Al-Hadits
c. Ijtihad
2.2
Metode Penetapan Hukum Islam
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam
kehidupan sosial hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah kaidah-kaidah
dalam arti khusus atau kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan
langsung antara manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya.
Ciri khas hukum Islam, yakni berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam
dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam dimanapun mereka
berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu
masa, menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan
jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan,
pelaksanaan dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam. Banyak
teori tentang sumber hukum Islam, tetapi penulis akan menuliskan tentang sumber
hukum Islam yang terdiri dari Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad. Dalam makalah ini
akan dijelaskan mengenai sumber-sumber hukum Islam dan metode pembentukan hukum
Islam.
1.2
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menambah pengetahuan kita
khususnya para mahasiswa akan sumber hukum Islam dan metode penetapannya dari
zaman Rasul sampai kepada zaman sekarang ini.
BAB II
PEMBAHSAN
2.1
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
Agama Islam memiliki pedoman yang sangat penting
dalam menghadapi hidup. Setiap
muslim diwajibkan agar berpedoman dengan sumber-sumber tersebut.
Sumber-sumber tersebut terdapat beberapa bagian[1]. Sumber yang paling penting, sempurna, tidak
diragukan, berlaku sepanjang zaman dan diwajibkan pula
setiap muslim atas pemahamannya yaitu Al-Quran. Sumber lainnya cukup penting dalam pengaplikasian dari Al-Quran ke kehidupan sehari-hari
yaitu Hadits dan ijtihad yang diambil berdasarkan kedua
sumber tersebut.
a)
Al-Qur’an al-karim
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
dengan bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah
(argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai pedoman
hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw ini terwujud dalam bahasa arab dan secara autentik terhimpun dalam
mushaf.[2]
* Dalil : alqur’an menjadi sumber
Hukum Islam (an-nisa : 59 )
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
( bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqߧ9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4 y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ [3]
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Nama-Nama
Al-Qur’an, adapun nama –nama al Qur’an yaitu :
1. Al kitab (kitabullah),yang merupakan sinonim dari kata Al Qur’an artinya,kitab suci sebagai petunjuk bagi oranh yang bertakwa.
2. Az-zikr,artinya peringatan,
3. Al- furqan, artinya pembeda,
4. As-suhuf berarti lembaran-lembaran,
Keistimewaan yang di miliki Al-Qur’an sebagai wahyu Allah ini ada
banyak sekali, di antaranya yaitu:
a. Lafadh dan maknanya berasal dari Tuhan.
Lafadh yang berbahasa Arab itu dimasukkan ke dalam
dada Nabi Muhammad, kemudian beliau membaca dan terus
menyampaikannya kepada umat. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an itu datang
dari sisi Allah ialah ketidaksanggupan (kelemahan) orang-orang membuat
tandingannya walaupun mereka sastrawan sekalipun.
b. Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir
Cara penyampaian yang
menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, karena disampaikan oleh sekian
banyak orang yang mustahil mereka bersepakat bohong.
c. Tidak ada yang bisa memalsukan Al-Qur’an karena ia terjaga
keasliannya.
Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9
$¯RÎ)
ß`øtwU
$uZø9¨tR tø.Ïe%!$#
$¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm:
ÇÒÈ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”.
Fungsi Al-Qur’an :
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Kitab (Al Quran)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan seni.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.
Hukum-hukum
yang terkandung di dalam Al-Qur’an ada 3 yaitu :
1. Hukum I’tiqadiyah
Hukum I’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para
mukallaf untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat Allah, Kitab-kitab Allah,
Rasul-rasul Allah dan hari pembalasan.
2. Hukum akhlaq
Hukum Akhlaq yaitu tingkah laku
yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk menghiasi dirinya dengan
sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela.
3. Hukum amaliah
Hukum amaliah yaitu yang
bersangkutan dengan perkataan, perbuatanperbuatan, perjanjian-perjanjian, dan
mu’amalah (kerja sama) sesama manusia.
b)
Al-Hadits
Hadits (bahasa Arab: الحديث,) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi
Muhammad. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat
sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan.
Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua
pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an. Kedudukan hadits sebagai sumber
hukum islam kedua, telah diterima oleh semua ulama dan umat islam. Hal ini di
kuatkan dengan ayat al-qur’an surat
an-nisa’:80
`¨B ÆìÏÜã tAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøn=tæ $ZàÏÿym ÇÑÉÈ
80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Dengan
demikian jelaslah bahwa hadits merupakan sumber hukum islam disamping
al-qur’an. Orang-orang yang menolak hadits sebagai hukum islam, berrarti hakikatnya orang itu menolak al-qur’an.
Mereka yang menolak hadits sebagai sumber hukum islam, lebih disebabkan
keterbatasan pengetahuan mereka terhadap al-qur’an dan kepada hadits.
Hadits dapat
dibedakan kepada 3 macam:
a. Sunnah
qauliyah (perkataan), yaitu sabda yang beliau sampaikan dalam beraneka
tujuan dan kejadian .
b.
Sunnah fi’liyah (perbuatan), yaitu segala
tindakan Rasulullah saw.
c.
Sunnah taqririyah (persetujuan) perkataan
atau perbuatan sebagian sahabat yang telah disetujui oleh Rasulullah saw.
secara diam-diam atau tidak di bantahnya atau disetujui melalui pujian yang
baik.
*macam-macam hadits : Hadits yang dilihat dari
banyak sedikitnya perawi
o Hadits
Mutawatir : adits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad
yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta.
o Hadits
Ahad : hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
tingkat mutawatir.
§ Hadits
Shahih : hadits yang bersambung sanadnya, ia diriwayatkan oleh orang yang adil
lagi dhobit.
§ Hadits
Hasan : hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya
tidak ada yang disangka dusta
§ Hadits
Dha’if : hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil dan tidak dhobit.
·
Menurut Macam Periwayatannya
o Hadits
yang bersambung sanadnya (hadits Marfu’ atau Maushul)
o Hadits
yang terputus sanadnya
§ Hadits
Mu’allaq : hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang
oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya.
§ Hadits
Mursal : hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’in dari Nabi Muhammad SAW
tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
§ Hadits
Mudallas : hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan
seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad
ataupun pada gurunya.
§ Hadits
Munqathi : hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain
sahabat dan tabi’in.
§ Hadits
Mu’dhol : hadits yang diriwayatkan oleh para tabi’it dan tabi’in dari Nabi
Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi’in yang menjadi sanadnya.
·
Hadits-hadits dha’if disebabkan oleh cacat
perawi
o Hadits
Maudhu’ : hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh
dusta.
o Hadits
Matruk : hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan
perawi itu dituduh berdusta.
o Hadits
Mungkar : hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya /
jujur.
o Hadits
Mu’allal : hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi.
o Hadits
Mudhthorib : hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad
dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang
dikompromikan.
o Hadits
Maqlub : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan
mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun
matan (isi).
o Hadits
Munqalib : hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
o Hadits
Mudraj : hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat
tambahan yang bukan hadits.
o Hadits
Syadz : hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat
/ pembawa) yang terpercaya pula.
Nisbah (hubungan) Al-Qur’an dengan
Al-hadits:
- Menguatkan (muakkid)
Menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan
hukumnya di dalam Al-Qur’an. Jadi, Al-Qur’an sebagai penetap hukum dan hadits
sebagai penguatnya.
- Memberikan keterangan (bayan)
Memberi keterangan ayat-ayat Al-Qur’an, artinya
memberikan perincian ayat-ayat Qur’an yang masih umum.
c)
Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir
untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan
hadits. Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan jalan
ini disebut mujtahid.
Peristiwa-peristiwa
yang dapat diijtihadkan yaitu:
a. Peristiwa-peristiwa yang ditunjuk oleh nash yang
zhaniyulwurud (haditshadits ahad) dan zhaniyud dalalah (nash Al-Qur’an dan
hadits yang masih dapat ditafsirkan dan dita’wilkan)
b. Peristiwa yang tidak ada nashnya sama sekali.
Syarat-syarat
seorang mujtahid :[4]
a)
Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang
terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun syariah.
b)
Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum,
baik menurut bahasa maupun syariat.
c)
Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan
sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hokum.
d)
Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’
ulama, sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan dengan ijma’.
e)
Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta
meng-instimbat-nya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
f)
Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya.
g)
Mengetahui ilmu fiqih yang merupakan fondasi dari
ijtihad.
h)
Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat)
secara umum.
*macam-macam
tingkatan Ijtihad
1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Ijtihad Muthlaq yaitu ijtihad
yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath
yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali
hukum.
2. Ijtihad Muntasib
Ijtihad Muntasib yaitu ijtihad
yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-
kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil).
3. Ijtihad mazhab atau fatwa
Ijtihad mazhab atau fatwa yaitu
ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu.
4. Ijtihad tarjih
Ijtihad tarjih yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari
beberapa pendapat yang ada.
*Ijtihad di
bagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:
1. Ijma’
1. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa arab
berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut istilah ijma’
adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa setelah
Rosul wafat.
2. Qias
Qias menurut bahasa berarti
menyamakan , membandingkan atau mengukur. Secara istilah qias adalah menetapkan
hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara
membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya berdasarkan
nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.
3. Istihsan
Istihsan menurut bahasa berarti
menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah istihsan adalah
meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian
yang ditetapkan berdasarkan dalil syara’ menuju hukum lain dari peristiwa itu
juga. karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkanya.
4. Maslahah mursalah
Maslahah mursalah adalah suatu
kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau hukum ntuk merealisir
kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau
pembatalanya.
5. Urf
Urf menurut bahasa adalah
kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan
menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak
dilarang.
6. Istishab
Istishab menurut bahasa adalah
pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah menetapkan hokum terhadap
sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebutkan atas
perubahan keadaan tersebut.
2.2 METODE
PENETAPAN HUKUM ISLAM
Secara etimologis, metode
berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan istilah
metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan.
Sehingga Metode Penetapan Hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam
menetapkan hukum islam.
Sumber hukum pada masa Rasulullah tetap berpegang teguh pada AlQuran
Al-Karim dan Sunnah Rasulullah. Pengenalan Al-Quran terhadap hukum,
mayoritasnya bersifat universal tidak parsial dan global tidak rinci. Untuk
memahami Al-Quran, dibutuhkan Sunnah. Oleh karena itu, sumber dari Al-Quran
yang universal diperjelas dengan sunnah.
Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh motede penetapan hukum dipakai dengan
istilah “Istinbath”. [5]Istinbath
artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini memberikan
kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil.
Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di kelompokkan kepada tiga
macam[6]:
yaitu
Ø
pertama,
metode verbal (at-turuq al-lafzdiyah) yaitu metode
penetapan hukum yang bertumpu kepada analisis kebahasaan. Thuruq lafdziyah
dikatakan juga sebagai
pendekatan lafadz yang penerapannya membutuhkan beberapa factor pendukung yaitu:
pendekatan lafadz yang penerapannya membutuhkan beberapa factor pendukung yaitu:
a.
Penguasaan terhadap makna (pengertian) dari
lafadz-lafadz nash serta konotasinya dari segi umum dan khusus,
b.
Mengetahui dalalahnya apakah menggunakan manthuq lafdzi
( ataukan termasuk dalalah yang mafhum yang diambil dari konteks kalimat;
c.
Mengerti batasan-batasan (qayyid) yang membatasi
ibarah-ibarah nash;
Ø
Kedua,
metode substansial (at-turuq
al-ma’nawiyah), yaitu metode penetapan hukum yang bertumpu kepada pengertian
implisit nash dengan menggali substansi-substansi hukum islam (al-iltifatila
al-ma’aniwa al-maqasid).
Ø
Ketiga
Metode kontemporer yaitu suatu cara yang
ditempuh pada masa kini (modern) untuk mencapai atau menetapkan Hukum Islam.
Seorang Fazlur Rahman memaparkan tentang metode kontemporer ini ke dalam
Istilah “Double Movement” yaitu :
_Gerakan pertama; kembali kepada teks dan kondisi sosio-historis yang
meliputi teks.
_Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks itu akan diterapkan.
_Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks itu akan diterapkan.
Ada pula yang
merinci metode pendekatan menjadi tiga pola yaitu :
- Metode bayani
Metode bayani adalah suatu penjelasan secara
komprehensif terhadap teks nas untuk mengetahui bagaimana cara lafal nas
menunjukkan kepada hukum yang dimaksudkannya.
- Metode ta’lili
Metode ta’lili adalah upaya penggalian hukum yang
bertumpu pada penentuan ‘illat-‘illat hukum yang terdapat dalam suatu nas.
Penalaran ini didukung oleh kenyataan bahwa penuturan suatu masalah dalam nas
diiringi dengan penyebutan ‘illat-‘illat hukumnya.
Muhammad Salam Madkur mendefinisikan “Upaya seorang
faqih dalam menggali hukum yang tidak dijelaskan oleh nas} baik secara qat’i
maupun zanni dan tidak pula terdapat dalam ijma’, di mana untuk mencapainya
dengan melihat amarat (‘illat) yang sudah diletakkan oleh Syari’ untuk
menunjukkan pada hukumnya”.
- Metode al-istislāhī
Metode
Istislahi adalah penalaran untuk menetapkan hukum Syar‘ atas sesuatu
perbuatan berdasarkan kemaslahatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an atau Hadith mengandung konsep
umum sebagai dalil sandarannya.
Dengan kata
lain, kegiatan-kegiatan yang berupaya menetapkan hukum suatu masalah atas dasar
pertimbangan kemaslahatan karena tidak ada ayat al-Qur’an dan Hadith khusus yang dapat digunakan.
Sedangkan Abu ishaq Ibrahim ibn
Musa ibn Muhammad Al-Lakhmi Al Garnati merumuskan sebuah konsep al_istiqra’,
yaitu penelitian terhadap partikular-partikular makna nash, hukum-hukum
spesifik (far’iyah), dan realitas sejarah (tradisi) untuk di tetapkan suatu
hukum umum, baik sifatnya pasti (qot’i) maupun dugaan kuat (zhanni). Al_istiqra’ al-Man’nawi merupakan suatu
metode penetapan hukum yang tidak saja menggunakan satu dalil tertentu,
melainkan dengan sejumlah dalil yang digabungkan antara satu dengan yang lain
yang mengandung aspek dan tujuan berbeda, sehingga terbentuklah suatu perkara
hukum berdasarkan gabungan dalil-dalil tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan untuk merumuskan
suatu hukum baru yang tidak terdapat pada keduanya diperlukanlah ijtihad yang tetap mendasarkan
pada Al-Qur’an dan hadits.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum islam yang
ke-tiga.
Metode Penetapan Hukum Islam berarti cara yang ditempuh dalam menetapkan
hukum islam. Dalam penetapan hukum islam secara umum dapat di kelompokkan
kepada tiga macam: yaitu
1. metode verbal (at-turuq al-lafzdiyah)
2. metode substansial (at-turuq al-ma’nawiyah)
3. Metode kontemporer
DAFTAR PUSTAKA
Ø Basyir, Ahmad Azhar. Pokok-Pokok
Persoalan Filsafat Hukum Islam. Yogyakarta: UII Pres Yogyakarta. 1984.
Ø Jamil, Fathurrahman. Filsafat
Hukum Islam. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu. 1997
Ø Effendi, Satria. Ushul Fiqh.
Jakarta: Kencana. 2005.
Ø
Azyumardi Azra, Buku Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,
III.Direktorat
Perguruan Agama Islam, Jakarta,
2002.
Ø Syah, Ismail Muhammad. Filsafat Hukum
Islam. Jakarta:Bumi Aksara. 1992.
Ø Al-Qur’an