Makalah Budaya Jawa dan Ekstensinya
Tuesday, August 29, 2017
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
......................................................................... 2
DAFTAR ISI
....................................................................................... 3
ABSTRAKSI
....................................................................................... 4
A.
Latar Belakang
................................................................... 5
B. Rumusan
Masalah .............................................................. 5
C.
Tujuan
................................................................................ 6
D.
Luaran yang
Diharapkan.................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka............ ....................................................
6
F. Metode Pendekatan...........
.......................... ....................
7
G. Budaya Jawa dan
Eksistensinya........................................ 7
H.
Kesimpulan....... ................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 17
ABSTRAKSI
Di daerah Jawa Tengah segala
macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita
saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Jawa Tengah yang merupakan
salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di Indonesia dapat dengan mudah
dijangkau dari segala penjuru baik
darat, laut, maupun udara.
Globalisasi berjalan seiring
kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di samping membawa kemajuan di dalam
pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat, globalisasi juga memberikan dampak
buruk terhadap sebuah budaya. Eksistensi budaya menjadi terancam, sehingga meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap budaya mereka adalah tujuan yang paling utama.
Dengan adanya kesadaran dari masing-masing
pribadi masyarakat akan dapat sangat membantu tetap bertahannya budaya kita,
karena kesadaran akan menggerakkan hati mereka untuk mencintai budaya mereka.
Dengan demikian, hal tersebut akan mendorong mereka untuk selalu berusaha menjaga keberadaannya, sehingga eksistensi
budaya ini akan terus tetap terjaga.
Kata kunci : budaya, Jawa, eksistensi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jawa adalah bagian dari kepulauan NKRI yang paling padat penduduknya. Pulau
Jawa itu sendiri terbagi menjadi provinsi Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa
Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain padat penduduknya, Jawa juga kaya
akan khasanah budaya, karena dari masing-masing provinsi tersebut memiliki
budaya, tradisi, dan latar belakang yang berbeda-beda.
Dewasa ini kelangsungan budaya di pulau Jawa
semakin terancam keberadannya, terlebih lagi dengan adanya modernisasi,
globalisasi, dan kemajuan teknologi maka mengakibatkan semakin mudah pula
merasuknya budaya asing yang sangat berpeluang merusak budaya tersebut.
Kini semakin terlihat dengan jelas bahwa tidak dapat dipungkiri budaya kita
kini semakin tersingkir. Pemuda lebih condong kepada budaya Barat dan semakin
jarang masyarakat yang peduli dengan
budaya leluhur mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan permasalahan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu
dicari jawab atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut
(1) Apakah budaya Jawa itu?
(2) Bagaimanakah eksistensinya sekarang ini?
(3) Apakah yang menyebabkan terancamnya eksistensi
budaya Jawa?
(4) Langkah apa sajakah yang harus kita lakukan
untuk tetap menjaga eksistensi
budaya Jawa?
C. Tujuan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan masyarakat tentang budaya dan untuk membangkitkan semangat mereka
untuk mencintai budayanya.
D. Luaran yang Diharapkan
Makalah ini
disusun supaya masyarakat lebih faham akan budaya Jawa “Tengah” yang menjadi
budaya leluhur mereka, selain itu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
budaya mereka adalah tujuan yang paling utama. Dengan adanya kesadaran dari
masing-masing pribadi masyarakat akan dapat sangat membantu tetap bertahannya
budaya kita, karena kesadaran akan menggerakkan hati mereka untuk mencintai
budaya mereka. Dengan demikian, hal tersebut akan mendorong mereka untuk selalu
berusaha menjaga keberadaannya, sehingga
eksistensi budaya ini akan terus tetap terjaga.
E. Tinjauan Pustaka
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Budaya didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan
pengalamannya dan menjadi landasan bagi tingkah lakunya.
Sebuah kebudayaan adalah milik bersama anggota masyarakat atau suatu
golongan sosial, yang penyebaran dan pewarisan kepada anggota-anggotanya yakni kepada generasi berikutnya dilakukan
melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam
bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang
dibuat oleh mereka).
Kejawen adalah peradaban yang terbentuk di Jawa merupakan aturan moral yang
terapi unsur-unsur religius. Bagi masyarakat Jawa, mitos adalah sebuah sistem
ide yang digunakan sebagai “cara untuk menjelaskan dunia”.
Digelar dua buah kongres untuk mengembalikan kejayan budaya Jawa. Kongres
yang pertama, kongres sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009) .
Kongres kedua , Kongres Bahasa Jawa (KBJ) digelar di jantung peradaban Jawa, Yogyakarta (15-21 Juli 2009).
F. Metode Pendekatan
Untuk mencari penyelesaian dari rumusan masalah yang telah ada, maka kami
melakukan pengamatan terhadap problematika yang terjadi di masyarakat melalui fenomena-fenomena
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan dari internet. Dan
untuk memberikan keluaran maka kami mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah yang ada.
G. Budaya Jawa dan Eksistensinya
1. Asal-Usul Budaya Jawa
“Dalam catatan Yunani, yang ditulis Claucius Ptolomeus (tahun 165 M)
istilah labadiou (jawadwipa)
digunakan untuk menyebut pulau Jawa, yang mana kurang lebih artinya adalah
sebuah pulau yang jauh terletak di tenggara yang kaya akan beras .
Njowo digunakan sebagai sebuah ungkapan untuk
mendefinisikan tingkah laku seseorang, atau dengan kata lain njowo itu adalah mengerti; paham;
beretika sesuai dengan (budaya) Jawa .
Peradaban tertua di Indonesia yang tercatat dalam perjalan
pelancong-pelancong (dari Cina maupun pedagang India ) masa lalu adalah
Sakanagara (abad 1 M) sendiri terletak di pesisir barat Pulau Jawa, di sekitar
daerah Pandeglang. Dari komunitas ini kemudian lahirlah Taramarajuk (abad 4 M).
Sedangkan di bagian tengah Pulau Jawa, peradaban tertua di awali dengan kerajaan
Kalingga (abad 6 M). Kemudian untuk Pulau Jawa bagian timur , peradaban pertama
yang dicatat adalah kerajaan Kanjuruhan dengan ditemukannya prasasti Dinoyo
(tahun 760) yang ditulis dengan huruf Jawa Kuno (Kawi). Kemudian dilanjutkan
dengan kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sendok, raja terakhir dari Wangsa
Sanjaya yang berkuasa di Mataram pada abad 9 M, yang memindahkan ibukota
kerajaan lebih ke timur di tepi Sungai Brantas. Diduga karena bencana alam
meletusnya gunung Merapi.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan “peradaban tertua yang pernah tercatat di Pulau Jawa dimulai dari
barat ke timur”. Juga terdapat bentuk sinkritisme yang paling pas dan harmonis
antara ajaran teologi Islam-Hindu-Buddha-dan Jawa”.
2. Macam –Macam Kesenian dalam Budaya Jawa
Budaya yang terdapat di pulau Jawa sangatlah beragam, namun di sini kita akan
membahas tentang budaya Jawa Tengah yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan budaya Jawa. Jawa tengah
adalah salah satu provinsi di pulau Jawa yang memiliki budaya daerah yang
sangat beragam.
Jawa Tengah
yang merupakan salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di Indonesia dapat
dengan mudah dijangkau dari segala penjuru
baik darat, laut, maupun udara. Provinsi ini juga telah melewati sejarah
yang panjang dari jaman purba hingga sekarang.
Di Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik,
dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
3. Seni Arsitektur Bangunan Jawa Tengah
Pembagunan Jawa Tengah pada umumnya bangunan induk serta bangunan lain di
seputarnya secara keseluruhan merupakan
kompleks perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, seni bangunan dari
jaman Sanjayawangsa dan Syailendrawangsa. Jawa Tengah juga dikenal dengan
sebutan “ The Island of Temples “ karena memang di Jawa Tengah bertebaran
candi-candi.
Pendopo Agung yang berbentuk “Joglo Trajumas”, atapnya yang luas
ditopang 4 Soko Guru (tiang pokok), 12
Soko Goco, dan 20 Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu
berkesan “momot”, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu.
Pendopo Agung dihubungkan dengan ruang “pringgitan”, yang aslinya sebagai
tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur
limas. Bangunan lain adalah bentuk rumah adat “ Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo
Pangrawit”, dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
4. Tarian Daerah Jawa Tengah
Tari Jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain
sebagai hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu
disajikan dalam pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud
seni tari yang adiluhung , sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak
jenisnya. Tarian tersebut di antaranya
sebagai berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng,
(4)prawirayudha, (5) dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut
tari Langendriyan , yang mengambil kisah Damarwulan .
Tari yang terkenal di Kraton Solo di
antaranya adalah Srimpi dan Bedaya Ketawang. Menurut kitab Wredhapradhangga
yang dianggap sebagai pencipta dari tari Bedaya Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645)
yakni yang menjabat sebagai raja pertama kerajaan Mataram. Tari ini tidak hanya
ditampilkan saat pelantikan raja namun juga ditampilkan setahun sekali ketika
hari-hari besar dan upacara kraton.
Rangakaian tari Bedaya Ketawang dan nama penarinya dengan urutan sebagai
berikut: Batak, Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit ngarep, Apit mburi, Gulu,
Dhada, dan Boncit.
Sementara Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari
Srimpi. Tarian ini menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di
antaranya: Srimpi Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati,
Elo-elo, Dempel, Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain
itu juga terdapat tarian Jawa modern yang biasanya disajikan saat hajatan, di
antaranya : (1) tari Gambyong, (2) tari Merak, (3) tari Golek, (4) tari
Gambiranom, (5) tari Minak Jingggo, (6) tari Karonsih, (7) tari Gatotkaca
Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga merupakan salah satu tarian Jawa yang biasa
ditampilkan dalam hajatan.
5. Seni Peran Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana kesenian
ini diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan karakter dari
tokoh-tokoh dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering
diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana
dan Mahabarata, yang kesemuanya bercerita tentang kebaikan akan selalu menang
melawan keangkaramurkaan.
Karena
itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”,
lemah-lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
6. Wayang
Wayang adalah salah satu tradisi bercerita di Jawa Tengah yang masih
berlanjut hingga saat ini yang paling berkembang dan terkenal hingga ke penjuru
dunia.Wayang merupakan salah satu kesenian Jawa yang hingga sekarang ini masih
eksis.
Kesenian wayang sering disajikan
dalam hajatan. Wayang tidak jauh berbeda dengan ketoprak. Jika ketoprak
diperankan oleh manusia, sementara tokoh-tokoh cerita dalam wayang diperankan
dengan properti yang disebut wayang itu sendiri yakni sejenis miniatur dengan
bentuk sosok manusia yang digambarkan sesuai dengan sifatnya dan berbahan dari
kulit . Wayang dijalankan oleh seorang
dhalang.
Beberapa alat yang digunakan dalam pewayangan di antaranya adalah: “kelir”
(background dalam bentuk layar yang
berupa kain berwarna putih), “blencong” (sejenis lampu yng digunakan untuk
menambah kesan untuk menguatkan suasana dari jalan ceritanya), “debog” (batang
pisang yang digunakan sebagai tempat untuk menancapkan wayang-wayang yang
hendak dimainkan), “cempala” dan “kepyak” (sejenis alat untuk menciptakan suara
pengiring saat wayang dijalankan).
7.
Lagu Daerah Jawa Tengah
Budaya Intelektual di tanah Jawa pada masa lalu ternyata sudah dapat
dikatakan tinggi, hal ini terbukti banyak karya-karya sastra yang ditulis,
meskipun berbentuk tembang (sastra sekar) macapat yang juga ternyata memiliki
aturan-aturan baku , yang kalau kita pelajari akan tampak nilai-nilai intelektualitas
yang tinggi.
Ciri lain yang menonjol dari karya-karya itu adalah nilai mistiknya,
sehingga membaca karya mereka seakan kita hanya akan mengungkap khasanah mitos
yang tidak rasional. Padahal jika diperhatikan secara seksama banyak dari karya
mereka yang mengandung informasi yang meyakinkan.
Jawa Tengah memiliki lagu daerah, yang dibagi atas : (1) tembang dolanan(Ilir-Ilir,
Cublak-Cublak Suweng, Gundhul Pacul, dan lain-lain), (2) tembang macapat
(Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi, Durma, Pangkur,
Asmaradana, Sinom, dan Dhandanggula), dan (3) gendhing Jawa kreasi (modern).
8. Kesenian Musik Jawa Tengah
Musik Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi
gendhing-gendhing dan tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang
penerus, gambang, gong, kempul, kethuk, kenong, saron, peking, siter, rebab,
suling, dan kendhang. Masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda, yang
menuntun suara adalah rebab sementara yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah
kendhang.
Gamelan Jawa itu adalah salah satu corak gamelan yang eksis di Jawa Tengah dan Yoyakarta dan
sebagian Jawa Timur. Musik gamelan Jawa berbeda dengan gamelan dari daerah
lainnya. Jika gamelan Jawa pada umumnya mempunyai nada lembut dan menggunakan
tempo lebih lambat, berbeda dengan gamelan Bali yang mempunyai tempo lebih
cepat dan gamelan Sundha yang mana musiknya mendayu-dayu serta didominasi
dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya
terdiri atas beberapa “puteran dan
pathet” (tinggi rendahnya nada). Juga ada aturan “sampak” (tempo) dan “gongan”
(melodi) yang kesemuanya terdiri atas empat nada. Sementara yang memainkan gamelan
disebut “Panayagan” atau “nayaga” dan yang menyanyi disebut “pesinden”
(wiraswara atau swarawati).
9. Bahasa Daerah Jawa Tengah
Kebudayaan Jawa yang paling melekat dalam pribadi setiap masyarakatnya
adalah bahasa Jawa. Setiap hari di mana saja dan kapan saja mereka selalu menerapkannya.
Dari anak kecil hingga orang dewasa dapat menggunakannya dengan fasih, meskipun
hanya sebagian kecil dari mereka yang benar-benar menguasai bahasa Jawa
tersebut, karena bahasa jawa memiliki tingkatan-tingkatan dalam penggunaanya. Tingkatan-tingkatan
tersebut menyebabkan tidak semua dari mereka dapat menguasai dengan baik.
Bahasa Jawa terdiri atas bahasa krama inggil, krama alus , krama lugu, krama
madya, dan ngoko.
Krama inggil biasanya digunakan sebagai bahasa para MC hajatan, krama alus digunakan saat berbicara dengan orang yang
dihormati, sedangkan ngoko digunakan dalam perbincangan antara orang-orang
dekat atau biasa digunakan oleh para orang tua untuk berbicara dengan anak-anak
mereka, atau oleh orang dewasa kepada
orang-orang usia di bawah mereka dan dialog antara teman sebaya. Keanekaragaman
ini menambah kekayaan budaya Jawa, namun hal ini juga justru menjadikan
masyarakatnya enggan untuk menerapkannya.
10. Eksistensi Budaya Jawa
Di balik kekayaan dan keagungan budaya Jawa, kelangsungan budaya Jawa kini
semakin terancam punah. Semakin sedikit pula masyarakatnya yang sadar akan
kebudayaan itu sendiri. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan baik budayanya tersebut, hal ini mengakibatkan
semakin rendahnya kesadaran mereka akan budaya serta keinginan untuk menjaganya
juga semakin rendah.
Hal ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak
mau tahu akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap
“keren”.Banyak dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk
asing, mengembangkan pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda
pada bahasa yang mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi
sekarang ini adalah, banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka.
Banyak dari remaja yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.
Semakin lama Budaya Jawa semakin tergerus oleh jaman , terlihat dari sebuah
fakta bahkan atau mungkin kita mengalami sendiri saat guru mengajari tembang
Jawa justru ditertawakan oleh murid-muridnya.Sebagian orang menganggap
menguasai budaya bukanlah hal yang penting, mereka menganggap ini adalah hal
yang usang dan kuno , dan menghambat kemajuan.
11. Yang Menyebabkan Lunturnya Budaya Jawa
Globalisasi berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di
samping membawa kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat,
globalisasi juga memberikan dampak buruk pada budaya. Eksistensi budaya menjadi
terancam, karena masyarakat yang merasakan kemajuan jaman selalu beranggapan
bahwa budaya daerah tidaklah penting karena yang ada dalam otak mereka adalah
bagaimana caranya dapat terus mengikuti kemajuan iptek yang terjadi.
Ironinya bukan hanya sekedar memberi dampak buruk terhadap sikap
masyarakat, namun juga merasuk ke dalam jiwa mereka kemudian tertanam kukuh dan
kemudian menguasai mereka. Sehingga mengalahkan kesadaran mereka dalam
berbudaya.
Salah satu penyebab utama yang lainnya adalah karena pemerintah tidak lagi
memasukkan pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan 1975. Barulah
sepuluh tahun kemudian terasa mengapa pemuda tidak dapat menguasai budaya Jawa
dan tata krama Jawa.Namun, di sisi lain tidak sedikit warga negara asing yang
kagum akan budaya Jawa dan sangat antosias serta berlomba-lomba untuk bisa dan
belajar budaya Jawa.
Memang sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun hal tersebut tidak
boleh dibiarkan begitu saja. Rasa bangga tidak cukup hanya diucapakan di bibir
saja, namun harus dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu kita wajib menjaga
dan melestarikan budaya kita.
Rupanya karena eksistensi budaya Jawa yang semakin menhawatirkan keadannya
ini, digelar dua buah kongres untuk mengembalikan kejayannya. Kongres yang
pertama, kongres sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009) .
Meskipun
belum dapat menghasilkan hasil-hasil yang lebik kongkrit, delapan puluh
sastrawan Jawa yang hadir nampak cukup puas. Kongres kedua , Kongres Bahasa
Jawa (KBJ) digelar di jantung peradaban
Jawa, Yogyakarta (15-21 Juli 2009).
Budaya adalah sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan. Bertahan
bukan dengan melawan tetapi dengan menerima. Menerima beragam berbedaan yang
akan selalu hadir dalam perputaran jaman. Dan masih ada harapan , karena masih
banyak anak-anak yang belajar tentang budaya mereka.Dan mereka akan belajar
banyak melalui kisah-kisah heroic yang akan mempengaruhi keputusan mereka
kelak.
Banyak cara yang dapat kita tempuh.Memang tidak sedikit dana yang
dibutuhkan dalam hal ini, tetapi jika harus dibayar mahal dengan musnahnya
sebuah budaya itu tidaklah akan sepadan.
Dengan mendirikan sanggar-sanggar akan sangat membantu dalam menjaga
kelangsun gan budaya ini. Menumbuhkan minat masyarakat adalah langkah awal yang
harus kita kerjakan. Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,
yakni turut ambil bagian di dalamnya.
Bagi yang memiliki kemampuan lebih dapat menyumbangkan tenaganya sebagai
pelatih dalam sanggar tari misalnya. Sebagai guru vokal, kita juga dapat
melestarikan budaya dengan cara mengajarkan tembang-tembang Jawa dalam kelas.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melestarikan budaya ini dengan
cara menerapkan bahasa Jawa dengan baik dan benar.Di dalam lingkungan sekolah
dengan cara menyisipkan mata pelajaran Bahasa Jawa adalah sebuah langkah yang
tepat. Karena mau tidak mau seorang siswa akan dituntut untuk belajar budaya Jawa
ini.
Kita jangan mau kalah dengan orang-orang asing yang antosias mempelajari
budaya kita, karena kalau kita sampai terlena maka hal ini justru akan menjadi
bumerang bagi kita semua. Sebuah fakta Reog Ponorogo kebudayaan asli Jawa Timur
dihak patenkan oleh Malaysia, dan masih banyak hal-hal kecil lainnya yang
seharusnya ini menjadi suatu kebanggaan bagi kita.
Dulu kita harus kehilangan yaitu tempe yang diakui oleh Jepang, Reog oleh
Malaysia, dan masih banyak identitas kita yang terampas. Ini adalah suatu hinaan dan pukulan keras
bagi kita. Oleh karena itu kita harus menjaga jangan sampai hal ini terulang
lagi untuk kedua kalinya.
Ada peribahasa “ Tak ada gading yang
tak retak “, ini adalah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan
budaya kita sekarang ini. Namun jika dirawat gading yang retakpun dapat dipakai
sebagai hiasan, Begitu pula dengan budaya, jika kita penuh kesadaran dan keikhlasan
menjaga kelangsungannya maka budaya ini akan tetap terjaga kelestariannya,
keindahan, serta kekhasanahannya sehingga
dapat kita nikmati hingga akhir nanti.
Jadikan budaya ini untuk terus dan tetap eksis, sehingga generasi penerus
kita akan tetap dapat menikmati budaya yang elok, agung, dan mempesona ini. Kita
harus bangga memiliki budaya ini, karena
budaya tidak hanya tersohor hingga ke penjuru dunia, tetapi juga merupakan aset
yang begitu luar biasa.
Setiap kebudayaan tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tidak akan
bertahan. Sebaliknya kekuasaan politik membutuhkan identas. Dengan memanfaatkan
kebudayaan tertentu , sebuah rezim kekuasaan memiliki identitas . Di sini kebudayaan
menjadi alat kekuasaan.Sehingga campur tangan dari pemerintah sangat dibutuhkan
dalam hal ini.
H. Kesimpulan
Dengan mengetahui dan memahami budayanya, maka masyarakat akan tergerak
hatinya untuk mencintai dan menjaga budaya mereka. Jika rasa memiliki telah
tumbuh, maka mereka tidak akan pernah mau kehilangan budayanya. Sehingga mereka
akan berusaha dengan keras untuk menjaga budayanya tersebut dari segala hal
yang mengancam keberadaan budaya tersebut dan mereka akan selalu berusaha untuk
melestarikannya.
Kita harus berupaya keras untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini, sehingga kita semua dapat
terus menjaga kelestariannya. Dengan demikian generasi penerus kita masih dapat
menikmati budaya yang elok ini.
Sehingga kekhasanahan budaya bangsa ini juga akan tetap terjaga hingga
akhir nanti. Karena menjaga budaya daerah sama halnya dengan nenjaga budaya
negeri ini. Dan hal ini adalah salah satu perwujudan kecintaan kita kepada
tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan.
Jakarta : Balai Pustaka
Maruti,Retno.2009. Asal-Usul Budaya Jawa.http://www.tokohindonesia.com[ 8
Mei 2009]
Nasukha, Yaqub, dkk. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan
Ilmiah.
Surakarta : Penerbit Media
Perkasa
Yudiono, K.S. 1984. Bahasa Indonesia untuk
Penulisan Ilmiah.
Semarang : Universitas
Diponegoro