Sejarah landasan yuridis Pendidikan Nasional
Saturday, November 19, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktik pendidikan
nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada
landasan yuridis tertentu yang
telah ditetapkan, baik berupa undang-undang
maupun peraturan pemerintah mengenai
pendidikan. Para pendidik
dan tenaga kependidikan perlu memahami berbagai landasan
yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai
titik tolak pelaksanaan
peranan yang diembannya.
Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan
sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat
tercapainya tujuan pendidikan nasional.
BBM ini
akan membantu Anda
dalam memahami berbagai
landasan yuridis sistem pendidikan
nasional, khususnya landasan
yuridis penyelenggaraan pendidikan pada SD/MI
baik yang termaktub
dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah RI No.
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Materi BBM ini terdiri
atas tiga sub pokok bahasan. Sub pokok bahasan pertama membahas landasan
yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sub pokok bahasan kedua
membahas landasan yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional pada
jalur, jenjang, dan satuan pendidikan. Adapun sub pokok bahasan ketiga membahas
tentang standar nasional pendidikan SD/MI dan guru sebagai pendidik
professional.
B. Rumusan Masalah
Setelah mempelajari BBM ini, Anda diharapkan memahami berbagai landasan yuridis sistem
pendidikan nasional, khususnya landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan pada
SD/MI dan landasan
yuridis mengenai guru
sebagai pendidik
profesional. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Anda
perlu dapat melakukan
hal-hal berikut:
1.
Menjelaskan
landasan yuridis cita-cita dan amanat mengenai penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional.
2.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang dasar, fungsi, tujuan, dan prinsip
penyelenggaraan pendidikan di dalam
sistem pendidikan ansional.
3.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat,
Negara, Pemerintah dan pemerintah daerah.
4.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang jalur jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
5.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang kurikulum dan bahasa pengantar.
6.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang peserta didik,
pendidik dan tenaga kependidikan.
7.
Menjelaskan
landasan yuridis fungsi dan tujuan
standar nasional pendidikan.
8.
Menjelaskan
landasan yuridis lingkup Standar Nasional Pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar.
9.
Menjelaskan
landasan yuridis tentang guru sebagai pendidik profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. UUD Negara R.I. Tahun 1945 (UUD
1945) Mengenai Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional
Kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan pada tgl.
17 Agustus 1945. Sehari setelah itu, pada tgl. 18
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945
sebagai konstitusi Negara. Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan
UUD 1945, di sana tersurat dan tersirat
cita-cita nasional di bidang
pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan agar “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional,
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang”.
1. Definisi Pendidikan, Pendidikan
Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana telah Anda pelajari dalam
BBM 5 (Landasan Historis Pendidikan) bahwa Pemerintah telah memberlakukan UU RI No. 4 tahun 1950
Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah yuncto UU RI No. 12
Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989 undang-undang tersebut diganti dengan UU RI No.
2 Tahun 1989 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Adapun sejak tanggal 8 Juli
2003 Pemerintah memperbaharui dan menggantinya dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Mari kita kaji apa yang dimaksud
dengan pendidikan, pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional menurut
undang- undang tersebut.
Pendidikan. Dalam Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman (Pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20
Tahun 2003). Adapun
sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait
secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan
nasional (Pasal 1 ayat 3 UU RI No. 20 Tahun 2003).
2. Dasar, Visi,
Misi, Fungsi, Tujuan,
Strategi Pendidikan nasional,
dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Dasar Pendidikan Nasional. Tersurat dalam Pasal 2 Undang-Undang R.I. No.
20 Tahun 2003 bahwa: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
Visi dan Misi
Pendidikan Nasional. Visi
Pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan
nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1.
mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2.
membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi
anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar;
3.
meningkatkan
kesiapan masukan dan
kualitas proses pendidikan
untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4.
meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan , pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global; dan
5.
memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam
konteks Negara Kesatuan RI (Penjelasan atas UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana termaktub dalam pasal
3 UU
RI No. 20
Tahun 2003, serta
berdasarkan visi dan
misi tersebut di
atas, “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Adapun tujuan
pendidikan nasional adalah
untuk “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 dan Penjelasan atas UU RI No. 20
tahun 2003).
Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional. Pembaharuan sistem pendidikan
memerlukan strategi tertentu.
Adapun strategi pembangunan
pendidikan nasional meliputi:
1.
Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
2.
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi;
3.
proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4.
evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan
yang memberdayakan;
5.
peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga
kependidikan;
6.
penyediaan sarana belajar yang mendidik;
7.
pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip
pemerataan dan berkeadilan;
8.
penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9.
pelaksanaan wajib belajar;
10. pelaksanaan
otonomi manajemen pendidikan;
11. pemberdayaan
peran masyarakat;
12. pusat
pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13. pelaksanaan
pengawasan dalam sistem pendidikan nasional (Penjelasan atas UU RI No. 2 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan.
Dalam konteks sistem
pendidikan nasional, ditegaskan
agar penyelenggaraan pendidikan didasarkan kepada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1.
Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa.
2.
Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi
makna.
3.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
4.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kamauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran.
5.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.
Pendidikan
diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan (Pasal 4 UU RI No. 20
Tahun 2003).
3. Hak
dan Kewajiban warga
Negara, Orang Tua,
Masyarakat, Negara dan Pemerintah
Hak dan Kewajiban Warga Negara.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 memberikan jaminan bahwa:
“Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”.
Selanjutnya dalam Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 dijabarkan lagi bahwa:
(1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2)
Warga
negara yang mempunyai
kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3)
Warga
negara di daerah
terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat
yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4)
Warga
negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5)
Setiap
warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus. Berkenaan dengan Pasal 5
ayat (2) s.d. ayat (4) UU RI No. 20 Tahun 2003, Pasal 32 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.
(2)
Pendidikan
layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta
didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mempu dari segi
ekonomi.
(3)
Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus
dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Di samping mempunyai berbagai
hak tersebut di atas, “Setiap
warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat (2) UUD
1945). Selanjutnya Pasal 6 UU RI Tahun
2003 menyatakan:
(1)
setiap
warga negara yang
berusia tujuh sampai
dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar.
(2)
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Hak dan Kewajiban Orang Tua. Hak dan kewajiban orang tua termaktub pada pasal 7 UU RI No. 20 tahun
2003, yaitu:
(1)
Orang
tua berperan serta
dalam memilih satuan
pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan
pendidikan anaknya.
(2)
Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Hak dan Kewajiban Masyarakat. Hak dan kewajiban masyarakat
termaktub pada pasal 8 dan pasal 9 UU RI Tahun 2003. Pasal 8 menyatakan:
“ Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan”.
Adapun pasal 9
menyatakan bahwa: “Masyarakat
berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan”.
Kewajiban Negara. Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan agar: “Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. “Pemerintah dan pemerintah
daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 10
UU RI No. 20 Tahun 2003).
Di samping mempunyai berbagai hak tersebut, pemerintah juga mempunyai
berbagai kewajiban. Apabila Anda mengkaji kembali Pasal 31 ayat (2) UUD 1945,
maka dapat dipahami bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk membiayai
pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Adapun Pasal 31 ayat (5) UUD
1945 mengamanatkan agar:“Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan
dan Teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Selanjutnya menurut Pasal 11 UU RI No. 20 Tahun 2003
bahwa:
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(1)
(2) Pemerintah
dan pemerintah daerah
wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan
bagi setiap warga
negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas
tahun.
4. Wajib Belajar
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh
warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 34 UU RI No. 2003 menyatakan:
(1)
Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat
mengikuti program wajib belajar.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut
biaya.\
(3)
Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
(4)
Ketenetuan mengenai wajib belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
B. UU RI No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
1.
Jalur
Jenjang, Jenis, dan Satuan Pendidikan
Jalur Pendidikan. Dalam
sistem pendidikan nasional
terdapat tiga jalur pendidikan, termaktub pada Pasal 13 UU
RI No. 20 Tahun 2003 bahwa:
(1)
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melangkapi dan memperkaya.
(2)
Pendidikan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan dengan
sistem terbuka melalui tatap muka
dan/atau melalui jarak jauh.
Pendidikan Formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Tersurat pada pasal tersebut dan ditegaskan lagi pada Pasal 14
bahwa: “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.
Pendidikan Dasar.
Pasal 17 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2)
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3)
Ketentuan mengenai
pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan atas pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa “Pendidikan yang
sederajat dengan SD/MI adalah program seperti Paket A dan yang sederajat dengan
SMP/MTs adalah program seperti Paket B. (Catatan: Paket A dan B
diselenggarakan pada jalur pendidikan
nonformal).
Pendidikan
Menengah. Menurut Pasal 18 UU RI Tahun 2003 bahwa:
(1)
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.
(2)
Pendidikan
menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)
Pendidikan
menengah berbentuk sekolah
menengah atas (SMA),
madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)
Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Dalam Penjelasan atas pasal 18 ayat (3) di atas dikemukakan bahwa:
“Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah program seperti Paket C.
(Catatan: Paket C diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal).
Pendidikan
Tinggi. Pasal 19 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2)
Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka.
Selanjutnya menurut
Pasal 20 bahwa:
5.
(1)
Perguruan tinggi dapat
berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut,
atau universitas.
(3)
Perguruan
tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(4)
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Selain pasal (19) dan pasal (20) masih terdapat lima pasal lagi yang
mengatur tentang pendidikan tinggi, yaitu pasal (21) s.d. pasal (25). Silakan Anda baca dalam UU RI No. 20 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Jenis Pendidikan. Jenis pendidikan
adalah kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan
suatu satuan pendidikan (Pasal 1 ayat 9). “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan
keagamaan, dan pendidikan khusus”
(Pasal 15 UU
RI No.20 Tahun
2003). Penjelasan atas
Pasal 15 ini
adalah sebagai berikut:
a)
Pendidikan
umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
b)
Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
c)
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi
program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan
disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d) Pendidikan
profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
e)
Pendidikan
vokasi merupakan pendidikan
tinggi yang mempersiapkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimalsetara dengan program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
f)
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
g)
Satuan
Pendidikan. Jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan dapat
diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
(Pasal 16 UU
RI No. 20
Tahun 2003). Adapun
yang dimaksud “satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan” (Pasal 1 ayat 10 UU RI No. 20 Tahun 2003). Coba Anda identifikasi
berbagai satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan formal sebagaimana
telah diuraikan di muka.
Badan Hukum
Pendidikan. Pasal 53 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan :
(1)
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal
yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum
pendidikan.
(2)
Badan
hukum pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada
peserta didik.
(3)
Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk
memajukan satuan pendidikan.
(4)
Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur
dengan undang-undang tersendiri.
Pendidikan Nonformal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang
(Pasal 1 ayat 12 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya menurut Pasal 26 bahwa:
(1)
Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)
Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3)
Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan,
dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4)
Satuan
pendidikan nonformal terdiri
atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5)
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
6.
keterampilan,
kecakapan hidup, dan
sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
(6)
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penialaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan
nonformal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Informal. Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1 ayat 13 UU RI
No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya Pasal
27 menyatakan:
(1)
Kegiatan
pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2)
Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)
Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan
informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
2.
Pendidikan
Anak Usia Dini, Pendidikan Kedinasan,
Pendidikan Keagamaan, dan
Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut (Pasal 1 ayat 14 UU RI No. 20 Tahun 2003). Pasal 28 UU RI No. 20 Tahun 2003 selanjutnya
menyatakan:
(1) Pendidikan
anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),
raudatul athfal (RA) atau bentuk lain
yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal
berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA),
atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga, atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan atas Pasal 28 ayat (1): Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan
merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Penjelasan atas Pasal 28
ayat (3): Taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan
peserta didik. Raudhatul athfal (RA) menyelenggarakan pendidikan keagamaan
Islam yang menanamkan
nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti
pada taman kanak-kanak.
Pendidikan
Kedinasan. Pasal 29 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi
yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2)
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan
calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(3)
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal.
(4)
Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
bahwa:
Pendidikan
Keagamaan. Pasal 30 UU RI No. 20
Tahun 2003 menyatakan
(1) Pendidikan
keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
7.
yang memahami
dan mengamalkan nilai-nilai
ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
(4) Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang
sejenis.
(5) Ketentuan
mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Jarak Jauh. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta
didiknya terpisah dari pendidik, dan pembelajarannya menggunakan
berbagai sumber belajar melalui
teknologi komunikasi informasi, dan media lain (Pasal 1 ayat 15 UU RI No. 20
Tahun 2003). Selanjunya menurut Pasal 31 bahwa:
(1)
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)
Pendidikan
jarak jauh berfungsi
memberikan layanan pendidikan
kepada kelompok masyarakat yang
tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3)
Pendidikan
jarak jauh diselenggarakan
dalam berbagai bentuk,
modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar
serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
(4)
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan
jarak jauh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3.
Kurikulum,
Bahasa Pengantar, Peserta Didik,
Pendidik dan Tenaga kependidikan
Kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Pasal 1 ayat
19 UU RI No. 20 Tahun 2003). Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat tiga
pasal yang mengatur tentang kurikulum, yaitu Pasal 36, 37, dan 38.
Pasal 36:
(1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada
semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan
Republik
Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa;
b.
peningkatan akhlak mulia;
c.
peningkatan potensi, keserdasan, dan minat peserta
didik;
d.
keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.
tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.
tuntutan dunia kerja;
g.
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.
agama;
i.
dinamika perkembangan global; dan
j.
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan
mengenai pengembangan kurikulkum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 37:
(1) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.
pendidikan agama;
b.
pendidikan kewarganegaraan;
c.
bahasa;
d.
matematika;
e.
ilmu pengetahuan alam;
f.
ilmu pengetahuan sosial;
g.
seni dan budaya;
h.
pendidikan jasmani dan olahraga;
i.
keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
(2) Ketentuan
mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) …. diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38:
(1)
Kerangka
dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar
dan menengah ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah
di bawah koordinasi dan
supervisi dinas pendidikan
atau kantor departemen
agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah.
….
Bahasa Pengantar.
Pasal 33 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)
Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa
Negara menjadi bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional.
(2)
Bahasa
daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal
pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan, dan/atau
keterampilan tertentu.
(3)
Bahasa
asing dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar
pada satuan pendidikan
tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
Peserta Didik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 1 ayat 4 UU RI No.
20 Tahun 2003).
Hak Peserta Didik. Termaktub dalam Pasal 12 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun
2003 bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.
mendapatkan
pendidikan agama sesuai
dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang segama;
b.
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya;
c.
mendapatkan
beasiswa bagi yang
berprestasi yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
d.
menndapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
e.
pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan
pendidikan lain yang setara;
f.
menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu
yang ditetapkan.
Kewajiban Peserta Didik.
Termaktub dalam Pasal
12 ayat (2) bahwa: “Setiap peserta didik berkewajiban:
a.
menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b.
ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,
kecuali bagi peserta
didik yangdibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12 ayat (3) UU RI No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Warga negara
asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya ayat (4)
menyatakan bahwa: “Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah”.
Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Adapun
yang dimaksud tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Lihat Pasal 1
ayat 6 dan 7 UU RI No. 20 tahun 2003).
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat enam pasal yang mengatur tentang
pendidik dan tenaga kependidikan yaitu: pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan 44.
Pasal 39:
(1)
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)
Pendidik
merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
C. UU No. 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan;
1.
Standar
Nasional Pendidikan SD/MI
Kajilah secara teliti tentang Standar Nasional Pendidikan berkenaan dengan
pendidikan untuk SD/MI,
yang termaktub pada
PP RI No.
19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana disajikan berikut ini.
a. Pengertian.
Lingkup, fungsi, dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Pengertian dan Lingkup. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(Pasal 1 ayat 1). Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi;
b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga
kependidikan; e. standar
sarana dan prasarana
pendidikan; f. standar
pengelolaan; g. standar
pembiayaan; dan h. standar penilaian pendidikan (Pasal 2 ayat (1)).
Fungsi dan Tujuan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam
rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (Pasal3).
Standar Pendidikan Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat (Pasal 4).
b. Standar Isi
Pasal 5
(1)
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
(2)
Standar isi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan strukturkurikulum, beban
belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan /akademik.
Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1) Kurikulum untuk pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian;
c.
kelompok mata pelajaran ilmu pengertahuan dan
teknologi;
d.
kelompok mata pelajaran estetika;
e.
kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
(4) Setiap
kelompok mata pelajaran
dilaksanakan secara holistik
sehingga pembelajaran
masing-masing kelompok mata
pelajaran mempengaruhi pemahaman
dan/atau penghayatan peserta didik.
(5). Semua
kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6) Kurikulum
dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A,
atau bentuk lain
yang sederajat menekankan
pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung,
serta kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1) Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan
dan teknologi, estetika,
jasmani, olah raga,
dan kesehatan.
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa,
seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A,
atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pegetahuan sosial, keterampilan/kejuruan,
dan muatan lokal yang relevan.
(7) Kelompok
mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan,
dan muatan lokal yang relevan.
(8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan
alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
(1)
Kedalaman muatan kurikulum
pada setiap satuan
pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat
dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2)
Kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas standar
kompetensi dan
kompetensi dasar.
(3) Ketentuan
mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Beban Belajar
Pasal 10
(1) Beban belajar
untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu
setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktut, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur,
sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
(2)
MI/MTs/MA atau bentuk
lain yang sederajat
dapat menambahkan beban
belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
(3)
Ketentuan mengenai beban
belajar, jam pembelajaran, waktu
efektif tatap muka,
dan
persentase beban belajar setiap kelompok mata pelajaran ditetapkan
dengan Peraturan
Menteri
berdasarkan usulan BSNP.
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1)
Penyusunan kurikulum pada
tingkat satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar
dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
Pasal 17
(1)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta
didik.
(2) Sekolah dan
komite sekolah, atau
madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka
dasar kurikulum dan standar
kompetrensi lulusan, di bawah
supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP,
SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Kalender
Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1) Kalender pendidikan/akademik mencakup
permulaan tahun ajaran,
minggu efektif belajar, waktu
pembelajaran efektif, dan hari libur.
(2) Hari libur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah
semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester.
(3) Kalender
pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
c. Standar
Proses.
Pasal 19
(1) Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dalam
proses pembelajaran
pendidik
memberikan keteladanan.
(3) Setiap satuan
pendidikan melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kuranya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1) Pelaksanaan
proses pembelajaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus
memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar
maksimum per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik,
dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.
(2) Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan
dengan mengembangkan budaya membaca dan
menulis.
Pasal 22
(1)
Penilaian hasil pembelajaran
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat
(3) pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi
dasar yang harus dikuasai.
(2) Teknik penilaian
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat
berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan
penugasan perseorangan atau kelompok.
(3) Untuk mata
pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada jenjang
pendidkan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual
sekurang-kurangnya dilaksnakan satu kali dalam satu semester.
Pasal 23
Pengawasan proses
pembelajaran sebagaimana dilmaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang
diperlukan.
Pasal 24
Standar
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembalajaran dikembangkan oleh BSNP
dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
D. Undang
– Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Undang – undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) memuat
hal – hal umum yang berlaku bagi guru dan dosen, dan ketentuan yang berlaku
khusus bagi guru, serta ketentuan yang khusus berlaku bagi dosen. Dalam
penyajian di sina hanya dikemukakan materi yang berkaitan dengan guru saja.
Adapaun materi yang berkaitan dengan guru, secara garis besar adalah sebagai
berikut :
1.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, elati9h, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar
dan nenengah, termasuk pendidikan usia dini (Pasal 1 ayat (1) UU No. 14 tahun
2005 UUGD).
2.
Prinsip Profesional Guru : Pasal 7 Ayat (1)
a.
Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme
b.
Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang
pendidikan yang sesuai
c.
Memiliki kompetensi yang diperlukan
d.
Memiliki ikatan kesejawatan & kode etik profesi
e.
Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan
f.
Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi
kerjanya
g.
Memiliki kesempatan pangembangan profesi
h.
Memiliki jaminan perllindungan hukum
i.
Memiliki organisasi profesi
3.
Persyaratan Guru
a.
Memiliki kualifikasi akademik S1/D4
b.
Memiliki kompetensi
1)
Pedagogik
2)
Kepribadian
3)
Sosial
4)
Profesional
Yang diperoleh
melalui pendidikan profesi
c. Sehat jasmani
dan rohani
4.
Dalam penjelasan Pasal 10, ditegaskan sebagai
berikut :
a.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik.
b.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, beraklak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi
peserta didik.
c.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luar dan mendalam.
d.
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
5.
Tentang Sertifikasi
a.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
b.
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan.
c.
Sertifiikasi pendidik dilaksanakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki orogram pengadaan – pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapakan oleh.
d.
Sertrifikat pendidik dilaksanakan secara obyektif,
transparan, dan akuntabel.
6.
Isi UUGD
a.
Terdiri dari 8 Bab dab 84 Pasal, 205 ayat
b.
Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat
c.
Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat
d.
Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
7.
Bab IV tentang Guru
a.
Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi dan
Sertifikasi (Ps 8-13)
b.
Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban (Ps 14-20)
c.
Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps
21-23)
d.
Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan
dan Pemberhentian (Ps 24-31)
e.
Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35)
f.
Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 36-38)
g.
Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 39)
h.
Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 40)
i.
Bagian Ke-9 : Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps
41-44)
8.
Bab V : Dosen
a.
Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi
dan Jabatan Akademik (Ps 45-50)
b.
Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60)
c.
Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps
61-62)
d.
Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan
dan Pemberhentian (Ps 63-69)
e.
Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72)
f.
Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 73-74)
g.
Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 75)
h.
Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 76)
9.
Kedudukan Guru (Apsal 2)
a.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang – undangan.
b.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
10.
Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi
a.
Pasal 8 ; Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.
Pasl 9 : Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diploma empat.
c.
Pasal 10 : (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi..
d.
Pasal 11 :
(1)
Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)
Sertifikasi pedidik diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
e.
Pasal 13 :
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
11.
Kompetensi profesional guru meliputi (Pasal 10 ayat
(1))
a.
Kompetensi pedagogik
b.
Kompetensi kepribadian
c.
Kopetensi Sosial
d.
Kompetensi Profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi
12.
Hak Peofesional Guru (Pasal 14 ayat (1))
a.
Memperoleh kebutuhan diatas kebutuhan hidup minimum
dan kesejahteraan sosial.
b.
Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan
tugas dan prestasi kerja.
c.
Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual.
d.
Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi.
e.
Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjamg kelancaran tugas keprofesionalan.
f.
Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan
ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik
sesuai dengan kaidah pendidikan , kode etik guru, dan peraturan perundang –
undangan.
g.
Memperoleh rassa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas,
h.
Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam
organisasi profesi,
i.
Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penetuan
kebijakan pendidiakan,
j.
Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi,
k.
Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya.
13.
Penghasilan Di Atas Kebutuhab Minimum ( Pasal 15)
a.
Gaji pokok,
b.
Tunjangan yang melekat pada gaji,
c.
Tunjangn profesi,
d.
Tunjangan fungsional,
e.
Tunjangan khusus,
f.
Maslamat tambahan.
14.
Hak – hak Guru (Pasal 15)
a.
Penghasilan diatas kebutuhan minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan
tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar
prestasi.
b.
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengan peraturan perudang – undangan.
c.
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselengggarakn oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
15.
Tunjangan Profesi (Pasal 16)
a.
Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat
pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat.
b.
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan setara dengan 1 (satu) kalli gaji pokok guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.
c.
Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
16.
Tunjangn Fungsional (Pasal 17)
a.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) kepada guru
yang diangakat oleh satuan pendidikan yang diselenggakan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah.
b.
Pemerintah dan/atau pemeritah daerah memberikan
subsida tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
bkepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggaakan oleh
masyarakat sesuai dengan peraturan perunddang – undangan.
c.
Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
17.
Tunjangan Khusus (Pasal 18)
Pemerintak memberikan tunjangan khusus sebagaiman dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada guru yang bertugas di daarah khusus.
a.
Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
b.
Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah
daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan leh pemda
sesuai dengan kewenangan.
18.
Mashlat Tambahan berupa tambahan kesejahteraan
dalam bentuk:
a.
Tunjangan pendidikan,
b.
Asuransi pendidikan,
c.
Beasiswa,
d.
Penghargaan bagi guru,
e.
Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra
dan putri guru,
f.
Pelayanan kesehatan,
g.
Dan nentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
19.
Organisasi Profesi (Pasal 41)
a.
Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat
independen.
b.
Organisasi proesi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan
kependidikan, perlindungan profesi, kessejahteraan, & pengabdian kepada
masyarakat.
c.
Guru wajib menjadi angota profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
d.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat
menfasilitasi organisasi profesi guru dalam melaksanakan pembinaan &
pengembangan profesi guru.
20.
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan (Pasal
42):
a.
Menetapkan & menegakakan koe etik guru;
b.
Memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.
Memberikan perlindungan profesi guru;
d.
Melakukan pembinaan & pengembangan profesi
guru, dan
e.
Memajukan pendidikan nasional.
21.
Kode Etik (Pasal 43)
a.
Untuk menjaga & meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru
membentuk kode etik.
b.
Kode etik sebagaimana pada ayat (1) berisi norma
& etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
22.
Dewan Kehormatan (Pasal 44)
a.
Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi
profesi guru.
b.
Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi
profesi guru.
c.
Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibentuk unutk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan
rekomendasi pemberiaan sanksi pelanggaran kode etik oleh guru.
d.
Rekomendasi dwan kehormatan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan
tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang – undangan.
e.
Organisasi profesi guru wajib melaksanakan
rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
23.
Pasal 82 ayat :
a.
Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi
pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak berlakunya undang –
undang ini.
b.
Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan
sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada undang – undang ini wajib
memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 tahun
sejak berlakunya undang – undang ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
UUD 1945 dan UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan dua bentuk
landasan yuridis pendidikan
nasional. Pasal 31
UUD 1945 menjamin hak setiap
warga negara untuk mendapat pendidikan, mewajibkan setiap warga negara untuk
mengikuti pendidikan dasar dan mewajibkan pemerintah untuk membiayaninya. Pasal
31 UUD 1945
juga mengamanatkan agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional,
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kuranya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, serta memajukan Ilmu pengetahuan
dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Landasan yuridis pendidikan yang bersumber dari UU RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional - yang dikaji dalam kegiatan
pembelajaran ini - antara lain meliputi:
Pasal 1 Ketentuan Umum; Penjelasan
mengenai visi, misi, dan strategi pendidikan nasional; Pasal 2 mengenai dasar pendidikan nasional;
Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan
pendidikan nasional; Pasal 4 mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan; Pasal
5 s.d.Pasal 11 mengenai hak dan
kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah; Pasal 32 mengenai Pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus; serta Pasal 34 mengenai wajib belajar.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 dalam
sistem pendidikan nasional, terdapat tiga jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, nonformal,
dan informal. Pada
jalur pendidikan formal terdapat tiga jenjang pendidikan,
yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Penyelenggara
dan/atau satuan pendidikan
formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk
badan hukum pendidikan.
Adapun jenis pendidikannya terdiri
atas pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan
akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan
keagamaan, dan pendidikan khusus.
Standar Nasional Pendidikan SD/MI – sebagai bahan
kajian dalam kegiatan pembelajaran ini – mengacu pada PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan. Lingkupnya meliputi: standar isi; standar proses; standar
kompetensi lulusan; standar
pendidik dan tenaga
kependidikan; standar sarana
dan prasarana pendidikan; standar pengelolaan; standar
pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan.
UU
RI No 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan
Dosen merupakan salah
satu landasan yuridis tentang guru sebagai tenaga profesional. Di
dalamnya antara lain menetapkan
tentang kedudukan, fungsi
dan tujuan guru;
prinsip profesionalitas;
kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru; hak dan
kewajiban guru; pengangkatan,
penempatan, dan pemberhentian guru; pembinaan dan pengembangan guru;
penghargaan dan perlindungan terhadap guru; cuti; organisasi profesi dan kode
etik guru.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan
HAR. Tilaar. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993.
DepartemenPendidikandanKebudayaan.
(2012). SalinanPermendikbud No. 05 Tahun 2012, Jakarta
:Depdikbud.
Direktorat
Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Buku I Naskah Akademik Sertifikasi Dosen, 2009, hlm.9.
E. Mulyasa,
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, ( Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 135
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang “Guru dan Dosen”.
Syahrul Kirom,
mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. www.pphe- ri.com/detailhlb.asp?id=2001
Suparlan.2009.Double
Degree, PPG, dan Sertifikasi Solusi Peningkatan Pendidikan Ataukah Komersialisasi Pendidikan?. Makalah
disajikan dalam seminar BEMFMIPA, UNIVERSITAS
NEGERI MALANG, Malang,
Tim PGRI
Jateng.2007.Pendidikan Sejarah Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PSP PGRI).Semarang:IKIP PGRI
Semarang Press