Makalah Tingkat Kepuasan Kerja
Sunday, October 23, 2016
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Dampak Stres Dan Tingkat
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai” dengan mata kuliah " Prilaku Keorganisasian".
Tak lupa kami sebagai penulis mengahanturkan shalawat beserta salam kepada Nabi
besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah" Prilaku Keorganisasian", tidak lupa penulis
mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak
terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Ciamis, Januari 2015
Penyusu
DAFTAR ISI
Baca Juga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Karyawan
dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang
peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan
memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan
berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang
baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan
baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki
semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang
rendah serta mengalami stres kerja.
Adalah
menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki
semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya
karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan
lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung
melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia
bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi
perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja penyebab stres kerja dan yang
membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja
karyawan dan terhindarnya stres kerja maka produktivitas pun akan meningkat.
Di dalam lingkungan kerja, ketegang¬an yang sering dialami oleh karyawan akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya. Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang tentunya sangat merugikan diri karyawan dan perusahaan.
Di dalam lingkungan kerja, ketegang¬an yang sering dialami oleh karyawan akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya. Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang tentunya sangat merugikan diri karyawan dan perusahaan.
Timbulnya
ketegangan seperti digambarkan di atas pada hakikatnya disebabkan oleh tiga
faktor, yakni masalah organisasi di lingkungan kerja, faktor si karyawan, dan
hal lain yang berhubungan dengan masyarakat. Bisa terjadi seorang karyawan
mengalami ketegangan karena ketiga faktor atau salah satu faktor saja.
Faktor di
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan ketegangan pada diri seseorang antara
lain masalah administrasi, tekanan yang tidak wajar untuk menyesuai¬kan diri
dengan pekerjaan dan situasi kerja, struktur birokrasi yang tidak tepat, sistem
manajemen yang tidak sesuai, perebutan kedudukan, persaingan yang semakin ketat
untuk memperoleh kemajuan, anggaran yang terbatas, perencanaan kerja yang
kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti, beban kerja yang semakin
bertambah dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pekerjaan.
Kepuasan
kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia
berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan
potensi dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh
berbagai ragam kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau
situasi dan perangkat kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan
produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan kepuasan kerja yang
didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan, tetapi
sekaligus antagonistis.
Melihat
pengaruh yang sangat penting antara stres kerja dan tingkat kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan maka dalam makalah ini penulis tertarik mengambil
judul ” Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat di diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat di diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Perlunya
mengelola dampak stres kerja dalam peningkatan kinerja karyawan.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam mencapai kepuasan kerja.
3. Dampak stres dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas dapt dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : ”Dampak Stres Dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai”.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam mencapai kepuasan kerja.
3. Dampak stres dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
C. Perumusan
Masalah
Masalah yang akan diuraikan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Stres Kerja, Kepuasan
Kerja dan Kinerja Karyawan
2. Faktor-faktor Penyebab Stres,
Dampak Stres kerja pada pegawai dan dampak stres pada perusahaan dan mengelola
stres.
3. Dampak kepuasan kerja terhadap
kinerja pegawai dan Faktor-faktor yang yang dapat menimbulkan kepuasan kerja.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Stres
adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan
dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang
dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan
sebagai tidak pasti dan penting. (Schuler : 1980)
“Stres
adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis.
Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai
kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa
muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.”
(wikipedia.de/stress).
Stres tidak
dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks
negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila
stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang
unggul yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam
situasi-situasi yang “mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres
secara positif untuk meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Menurut
Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Gejala Stres
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan
kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih,
jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati
menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Dari beberapa uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kcrnampuan
penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kcrnampuan
penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
2.
Pengertian Stres Kerja
Baron
& Greenberg(dalam Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai
reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan
individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati,
1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik
individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang
terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas,
Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan
dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi
dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di
mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang
diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam
Dwiyanti, 2001:75).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
Luthans
(dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu.
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu.
Faktor-faktor
Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua
faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).
yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).
a. Faktor
Lingkungan Kerja
Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan.
b. Faktor
Personal
Sedang
faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi
maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan
diri.
Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
1. Tidak
adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada
para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres.
para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres.
2. Tidak
adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini
berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan
pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat
memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja
juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan
yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan
seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasuspelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita..
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasuspelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita..
4. Kondisi
lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
5. Manajemen
yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
6. Tipe
kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami sires
dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini adalah sering
merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi
pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas
terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain
meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi
pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan
kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan
pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang
mendapat resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
7.
Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
2.1.2. Pengertian Kepuasan Kerja
Pengertian
Kepuasan Kerja
Luthans
(1998:126) merumuskan kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi seseorang yang
positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan penilaian suatu pekerjaan atau
pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan
dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Setiap karyawan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai yang berlaku
pada dirinya.
Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri
individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya.
Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat turnover dan
tingkat absensi terhadap kesehatan fisik dan mental karyawan serta tingkat
kelambanan.
Kepuasan
dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan
oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi
mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu
yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di
tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian
antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi
pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja
melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan
kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang
bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan
dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga
tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi
organisasi tempat bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat,
penghasilan dan insentif.
Menurut
Locke dalam Munandar (2001:350) tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya
merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan
akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu
ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut
Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting untuk
aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah
mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi.
Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang
rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan
kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan
kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan
serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada
karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena
menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan
kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain
kepuasan mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji,
penyeliaan, rekan-rekan sejawat yang menunjang dan kondisi kerja yang
menunjang. (Munandar, 2001:357).
C.
Pengertian Kinerja Pegawai
Kinerja
adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar “kerja” yang
menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pengertian
Kinerja :
1. Kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain itu, kinerja juga dapat diartikan
sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan
perbuatan dalam situasi tertentu.
2. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
3. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
4. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
5. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
6. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
2. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
3. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
4. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
5. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”.
6. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
7. Menurut
Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku
yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
8. Menurut
Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira
(2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan
atau tidak dilakukan karyawan”.
2.2. Dampak Stres
Dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stres kerja.
Dalam
hubungan dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni setiap orang memiliki
kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya. Interaksi manusia sebagai
pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja menyebabkan efek positif ataupun
efek negatif. Sikap positif terhadap pekerjaan membuat karyawan menganggap
stresor dari pekerjaan sebagai suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga
dapat memperlemah terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu
menghadapi stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan
mengalami stres.
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Ada beberapa
alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke
permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80).
Di antaranya
adalah:
1. Masalah
stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya
sangat penting dalam kaitannya dengan produkttfitas kerja karyawan.
2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman
akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara
mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam
organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.
4. Banyak di
antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa
organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres
meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam
zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di
situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban
kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu
saja akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dari yang sudah-sudah.
Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang
cukup tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.
2.2.1. Dampak Stres Kerja
Sumber stres
yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan
seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari
beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena
itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan
seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit
stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang
berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 - 401):
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 - 401):
1. Faktor-faktor
Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk
dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
2. Peran
Individu dalam Organisasi.
Setiap
tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap
tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun
demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit
stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
3.
Pengembangan Karir
Unsur-unsur
penting pengembangan karir meliputi:
• Peluang
untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang
mengembangkan kctrampilan yang baru
• Penyuluhan
karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.
Pengembangan
karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian
pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan
dalam Pekerjaan
Hubungan
Kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang
rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi.
Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi,
yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan
ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan
dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya
(Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395).
5. Struktur
dan iklim Organisasi
Faktor stres
yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja
dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya
peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan
suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan
peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan
peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
6. Tuntuan dari
Luar Organisasi /Pekerjaan
Kategori
Pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang
dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu
organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga,
krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan
organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan
perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya,
sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada
kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-Ciri
Individu
Menurut
pandangan interaktifdari stres, stres ditcntukan pula oleh individunya scndiri,
sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana
ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis,
fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi
situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan
pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman
masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi,
pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
I. Dampak
Stres Kerja Pada Karyawan
Pengaruh
stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada
taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu
karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi
terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja
atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan
perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha
mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze
(berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya
dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang
mengalami stres antara lain (Margiati, 1999:78-79) : (a) bekerja melewati batas
kemampuan, (b) kelerlambatan masuk kerja yang sering, (c) ketidakhadiran
pekerjaan, (d) kesulitan membuat kepulusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f)
kelaiaian menyelesaikan pekerjaan, (g) lupa akan janji yang telah dibuat dan
kegagalan diri sendiri, (h) kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i)
kerisauan tentang kesalahan yang dibuat, (j) Menunjukkan gejala fisik seperti
pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Strategi Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan
dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang
negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar
menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk
mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian
para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan
dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang
bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru
akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih
spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar,
menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah
yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di
tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam
peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari
sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto
dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen
mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya
karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal
ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada
tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan
bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan
hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk menibcrikan
tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan
bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si
pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
II. Dampak
Stres Terhadap Perusahaan
Sebuah
organisasi dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari
anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak,
menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat
berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam
organisasi mengalami stress kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi
itu akan terganggu. Jika stress yang dialami oleh organisasi atau perusahaan
tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih
serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat
memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi.
Randall
Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang
berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi
oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan
ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara
singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat
berupa:
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
2. Mengganggu
kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan
tingkat produktivitas
4.
Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak
karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak
selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya
kesalahan yang berulang.
Sedangkan
gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:
• Kepuasan
kerja rendah
• Kinerja
yang menurun
• Semangat
dan energi menjadi hilang
• Komunikasi
tidak lancar
•
Pengambilan keputusan jelek
•
Kreatifitas dan inovasi kurang
• Bergulat
pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Pendekatan
dalam mengelola stres :
1.
Pendekatan Individu
Seorang
karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.
Dengan
pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas
dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan
fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu
menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang
dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi
terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega,
keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya
2.
Pendekatan Organisasi
Beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi
yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat
diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen
untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,
penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif,
komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut
akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Faktor
penting yang mempengaruhi prestasi kerja adalah motivasi kerja. Motivasi
berasal dari kata motive. Motive adalah keadaan dalam diri seseorang yang
menimbulkan kekuatan, menggerakkan, mendorong, mengarahkan, motivasi. Menurut
Gerungan motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja
(Gerungan, 1982: 23). Semakin besar motivasi kerja karyawan semakin tinggi prestasi
kerjanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor
yang sangat penting dalam peningkatan prestasi kerja.
Selain
ditentukan oleh motivasi kerjanya, prestasi kerja karyawan juga ditentukan oleh
kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan
dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (As’ad, 1994: 133).
Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari
sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya.
Menurut Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban setiap pemimpin perusahaan untuk
menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja
merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan
agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan secara langsung akan mempengaruhi
prestasi karyawan. Seorang manajer juga dituntut agar memberikan suasana kerja
yang baik dan menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan
akan merasa terpuaskan. Menurut As’ad (2000: 102):Kepuasan kerja menjadi
menarik untuk diamati karena memberikan manfaat, baik dari segi individu maupun
dari segi kepentingan industri. Bagi individu diteliti tentang sebab dan sumber
kepuasan kerja, serta usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan
kerja individu, sedangkan bagi industri, penelitian dilakukan untuk kepentingan
ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan peningkatan produksi yang
dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.
Salah satu
cara yang ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan prestasi kerja,
adalah melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif. Sistem insentif
adalah sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja karyawan (Simamora,
1998: 629). Tujuan sistem insentif pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan
motivasi karyawan dalam berupaya meningkatkan prestasi kerjanya dengan
menawarkan perangsang finansial bagi karyawan yang mampu mencapai prestasi
kerja tinggi. Menurut Handoko “Bagi mayoritas karyawan, uang masih tetap
merupakan motivasi kuat – atau bahkan paling kuat” (Handoko, 1998: 176). Atas
dasar itulah diperkirakan pemberlakuan sistem insentif akan mampu membuat
karyawan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya, yang pada akhirnya
akan memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Peningkatan
kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari
peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama
dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan
hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang
dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu
organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang
mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak
hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan
perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari
orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara
kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh
hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang
pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan
setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi
pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
Karakteristik
pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan, model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) dari
Hackman dan Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan
(job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti
yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), Jati diri dari tugas (task
identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan
balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar
materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin
besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan
merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau
kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani
tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan
upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain
kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima
karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting
bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan hasil
kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis
ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja,
kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.
Karakteristik
pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan seorang karyawan.
Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh karena itu
sangat mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan, seberapa
pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan
seberapa banyak tugas yang harus dirampungkan oleh karyawan.
Rendahnya
kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja,
mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang disengaja. Karyawan
yang tingkat kepuasannya tinggi akan rendah tingkat kemangkirannya dan demikian
sebaliknya, organisasi-organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan
cenderung lebih efektif dari pada organisai-organisasi dengan karyawan yang tak
terpuaskan sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi dan salah satu
penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat kerja
sekarang. (Robbins 2001).
Fungsi
kepuasan kerja adalah:
a. Untuk
meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan akan datang
tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam bekerja, akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam bekerja, akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan kerja staff, menurut Burt, meliputi:
1). Faktor Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan)
1). Faktor Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan)
2). Faktor
Hubungan Antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan antara manajer dan
staff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari teman sekerja, faktor
fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja.
3). Faktor
Eksterna, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan. Keberadaan
faktor-faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff untuk memperoleh
tingkat kepuasan kerja.
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu staff memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu staff memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
Pertama,
efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono (1999: 27) bila suatu tujuan
tertentu akhirnya bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut
efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai
yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan
walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya, bila akibat yang
dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
Kedua,
otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Barnard (dalam Prawirosentono, 1999:
27) adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota
yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya
(sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga,
disiplin. Menurut Prawirosentono (1999: 30) disiplin adalah taat kepada hukum
dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang
bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia
bekerja.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.
Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.
BAB III PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
Faktor-faktor
di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalampekerjaan,
serta struktur dan iklim organisasi
Stres dalam
pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi productivitas kerja pegawai. Pegawai bekerja secara produktif atau tidak banyak tergantung pada banyak faktor. Faktor motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis sangatlah ikut berperan.
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi productivitas kerja pegawai. Pegawai bekerja secara produktif atau tidak banyak tergantung pada banyak faktor. Faktor motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis sangatlah ikut berperan.
Pegawai
dengan tingkat motivasi kerja yang tinggi, sebagai sumber daya penggerak,
pengguna dan pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya memberi kontribusi besar
dalam keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan modal besar, nama besar , dan
sistem operasi yang sudah teruji keberhasilannya sekalipun akan mengalami
hambatan dalam mempertahankan usaha jika mengabaikan aspek sumber daya manusia.
Agar pegawai dapat bekerja dengan baik, maksimal, dan mempunyai motivasi tinggi
perusahaan harus memperhatikan kepuasan kerja pegawai.
Salah satu
penentu kepuasan kerja pegawai adalah faktor pekerjaan itu sendiri. Pegawai
yang menganggap pekerjaannya membosankan, kurang menantang dan tidak membantu
dirinya berkembang, tidak akan dapat berkonsentrasi penuh dalam bekerja
sehingga apa yang mereka hasilkan menjadi tidak maksimal. Sebaliknya pegawai
yang merasa pekerjaannya menantang, berguna bagi orang banyak, dan membantu
mereka dalam berkembang akan secara maksimal melakukan pekerjaannnya dan
bermotivasi tinggi.
Dalam
konteks meningkatkan kepuasan kerja, maka seorang manajer dituntut untuk
memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, adanya jaminan/keselamatan
kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Secara
empirik, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas. Kepuasan
kerja pegawai yang tinggi dapat membuat pegawai bekerja dengan lebih baik yang
pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas.
Kepuasan
kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai dengan kepuasan kerja tinggi
akan mencapai kematangan psikologis. Pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja
yang baik biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran kerja dan prestasi
kerja yang baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak mendapatkan kepuasan
kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja memiliki arti yang sangat penting untuk
memberikan situasi yang kondusif di lingkungan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Wibowo, SE.,M.Phil. , 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
James A.F. Stoner / Charles Wankel. 1988. Manajemen, Edisi Ketiga. CV. Intermedia Jakarta.
Purwoto Wanasentana, DR, Materi Kuliah Evaluasi Kinerja, Program Pascasarjana, Magister Manajemen, Universitas Krisnadwipayana
I.G.A.K. Wardani, dll, 2007. Buku Materi Pokok, Teknik Menulis Karya Ilmiah, , Jakarta : BPK-Pusat Penerbitan UT.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja”
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/faktor-faktor-yang-mendorong – kepuasan.html
http://lensaprofesi.blogspot.com/2008/09/mengelola-stres-kerja.html Oleh :Ns.
Abdul Haris Awie,
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/faktor-faktor-yang-mendorong – kepuasan.html