Makalah sistem Politik Islami
Sunday, October 2, 2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada hambanya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“POLITIK ISLAM”
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, saya
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Pekanbaru,10 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar…………………………………………………………………………………………………………...02
Daftar
isi...........................................................................................................................03
BAB I PENDAHULUAN
Latar
belakang.................................................................................................................04
Tujuan makalah...............................................................................................................04
Manfaat penulisan...........................................................................................................04
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian politik
islam..................................................................................................05
Sejarah
perpolitikan dalam islam………………………………………………………………………….…...06
Prinsip-prinsip
dasar dalam islam………………………………………………………………………………07
Ruang
lingkup politik islam………………………………………………………………………………………..09
BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………….10
Penutup…………………………………………………………………………………………………………………….10
Daftar
pustaka………………………………………………………………………………………………………….11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat muslim. Namun, realitas politik demikian
menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan
maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka
yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari
kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu
daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa.
Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada
masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat
memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan seperti itu
jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan
berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus
dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut
kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan
dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian,
sayangnya, sadar atau tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga
sebenarnya ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan
kebenaran yang digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa
As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa
dipisahkan dari politik.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
- mengetahui pengertian politik islam, Sejarah perpolitikan dalam islam
- mengetahui prinsip-prinsip dasar politik islam, dan ruang lingkupnya..
1.3Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, khususnya kita selaku umat islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian politik islam
Dalam kamus umum bahasa indonesia,
karangan W.J.S poerwa darminza, politik di artikan sebagai pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya
dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan. Siasat dan sebagainya
mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.
Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.
Politik
ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat
undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan
bagi kepentingan manusia. (Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik
Islam [Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I]).
Di
dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini.
Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah
adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam
kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah
(benar) dan siyasah fasidah (salah).
Politik
Islam (bahasa Arab: سياسي إسلامي) adalah Politik di
dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam
buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith,
siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha
siyasatan bererti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu
(mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud Politik Islam
adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam.
Politik
Islam ialah aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai
acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum
tentu seluruh umat Islam (baca: pemeluk agama Islam). Karena itu, mereka dalam
kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan
simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang Islam,
dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah
perjuangan, serta wacana politik.
Politik
Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara
yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya
politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.
Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat Islam, menurut Dr.
Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap
keutuhan komunitas spiritual Islam.
2.2 Sejarah
perpolitikan dalam islam
Seluruh
pendapat-pendapat tadi diperkuat oleh fakta-fakta sejarah : di antara fakta
sejarah yang tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah, setelah timbulnya
dakwah Islam, kemudian terbentuk bangunan masyarakat baru yang mempunyai
identitas independen yang membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu
undang-undang, menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju
kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu masyarakat yang
baru itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya
perasaan solidaritas secara umum. Bangunan masyarakat yang memiliki semua
unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan masyarakat 'politik'.
Atau yang dinamakan sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi
tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah
disebutkan tadi dalam suatu bangunan masyarakat.
Di
antara fakta-fakta sejarah yang tidak diperselisihkan juga adalah, bangunan
masyarakat politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan aktifnya, dan
mulai menjalankan tugas-tugasnya, dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju
dataran praksis. Setelah tersempurnakan kebebasan dan kedaulatannya, dan
kepadanya dimasukkan unsur-unsur baru dan adanya penduduk. Yaitu setelah
pembacaan bai'at Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara Rasulullah Saw
dengan utusan dari Madinah, yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Para
faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan oleh seorangpun tentang
berlangsungnya kedua bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi dalam
Islam (11). Dan peristiwa hijrah hanyalah salah satu hasil yang ditelurkan oleh
kedua peristiwa bai'at itu. Pandangan yang tepat terhadap kedua bai'at tadi
adalah dengan melihatnya sebagai batu pertama dalam bangunan 'negara Islam'.
Dari situ akan tampak urgensitas kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua
peristiwa bai'at itu dengan kontrak-kontrak sosial yang di deskripsikan secara
teoritis oleh sebagian filosof politik pada era-era modern. Dan menganggapnya
sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara dan pemerintahan. Namun bedanya,
'kontrak sosial' yang dibicarakan Roussou dan sejenisnya hanyalah semata ilusi
dan imajinasi, sementara kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam ini
berlangsung dua kali secara realistis di Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu
negara Islam berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak historis. Ini merupakan suatu
fakta yang diketahui oleh semua orang. Padanya bertemu antara
keinginan-keinginan manusiawi yang merdeka dengan pemikiran-pemikiran yang matang,
dengan tujuan untuk mewujudkan risalah yang mulia.
Dengan demikian, negara Islam
terlahirkan dalam keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya terjadi dalam
tatapan sejarah yang jernih. Karena Tidak ada satu tindakan yang dikatakan
sebagai tindakan politik atau kenegaraan, kecuali dilakukan oleh negara Islam
yang baru tumbuh ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk mewujudkan keadilan,
menyusun kekuatan pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik pungutan harta,
mengikat perjanjian atau mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini merupakan
fakta sejarah yang ketiga. Adalah mustahil seseorang mengingkarinya. Kecuali
jika kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu fakta sejarah yang terjadi di
masa lalu, dan yang telah diterima kebenarannya oleh seluruh manusia. Dari
fakta-fakta yang tiga ini --yang telah kami sebutkan-- terbentuk bukti sejarah
yang menurut kami dapat kami gunakan sebagai bukti --di samping pendapat
kalangan orientalis yang telah disitir sebelumnya-- atas sifat politik sistem
Islam. Jika telah dibuktikan, dengan cara-cara yang telah kami gunakan tadi,
bahwa sistem Islam adalah sistem politik, dengan demikan maka terwujudlah
syarat pertama yang mutlak diperlukan bagi keberadaan pemikiran politik. Karena
semua pemikiran tentang hal ini: baik tentang pertumbuhannya, hakikatnya,
sifat-sifatnya atau tujuan-tujuannya, niscaya ia menyandang sifat ini, yaitu
sifatnya sebagai suatu pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor yang
terpenting dalam pertumbuhan pemikiran ini. Bahkan ia merupakan landasan
berpijak bagi kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran pemikiran yang
beragam. Oleh karena itu, amatlah logis jika kami curahkan seluruh perhatian
ini untuk meneliti dan menjelaskannya.
2.3 Prinsip-prinsip dasar politik islam
Politik islam didasarkan kepada tiga
prinsip, yaitu tauhid, risalah, dan khalifah. Tauhid berarti mengesakan Allah
SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi. Oleh karna itu manusia sebagai
pengemban amanah, sehingga tindak tanduk politik yang dilakukan muslim terkait
erat dengan keyakinan kepada Allah SWT.
Menurut teori Islam, dalam mekanisme
operasional pemerintahan negara seyogianya
mengacu pada prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai
landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Endang Saifuddin Anshari (1986:167) mengatakan, “Negara adalah organisasi (organ,
badan atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya.” Oleh karena itu, bagi setiap
Muslim negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai abdi Allah
dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai
keridhaan Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi
sesama manusia dan alam lingkungannya.
Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik
Islam era klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif
Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah), hukum Islam (syari’ah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim
(khilafah).
Prinsip-prinsip
negara dalam Islam tersebut ada yang
berupa prinsip-prinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syari’ah yang jelas
dan tegas. Selain itu, ada prinsip-prinsip tambahan yang merupakan kesimpulan
dan termasuk ke dalam fikih.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al
Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system
yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip dasar politik islam tersebut:
- Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
- Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
- Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
- Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
- Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
- Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
- Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
- Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
- Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
- Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
- Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
- Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum
2.4 Ruang lingkup politik islam
Segara garis besarnya mungkin :
1.Teori politik (teori politik, sejarah perkembangan ide-ide politik)
2.Lembaga-lembaga politik islam
3.Partai-partai, golongan-golongan, dan pendapat umum
4.Hubungan Internasional
5.Pembangunan politik
politik islam tampak mengisi semua ruang kehidupan,
al-qur’an dan al-hadist sudah mengatur smuanya, jadi bisa di katakan bahwa
politik islam mencakup sgala aspek kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Politik
merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut
berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip
politik islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah,
menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan
bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang
kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam dengan politik
menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam
menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara.
Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan memaksakn
kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat melindungi,
mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan
yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan
yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari
prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan
menjaga adanya perdamain. Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya
perang, namun dengan sebab yang sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat
muslim itu sendiri. Dan perang inipun telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang
mengaturnya. Jadi tidak sembarangan perang dapat dilakukan. Politik islam
menuju kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh umat.
3.2 SARAN
1.
Pentingnya bagi
seorang muslim untuk mengetahui politik dalam islam
2.
Sudah
sewajarnya untuk muslim sejati untuk bisa berpolitik menurut ajaran agama
islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ibu
Taimiyah,(2007) Pedoman
Islam Bernegara.
Bandung, Bulan Bintang.
Nata, Abuddin,(1998) Metodologi studi Islam,Jakarta, Rajawali ,Pers.
Al-Bahnasawi, Salim Ali,Wawasan
Sistem Politik Islam,
Ibrani,syarif jamal,(2003)mengenal islam, ,Jakarta,el-kahfi.