Makalah Strategi Kepimpinan
Thursday, September 29, 2016
BAB I
PNDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
1. Pemimpin sebagai subjek,
2. Yang dipimpin sebagai objek.
Kata
pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur,
menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai
tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan
aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak
mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam
menjalankan kepemimpinannya.
Mitos-Mitos Pemimpin
Mitos
pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat
yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari
atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi. Ada 3
(tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos The Birthright, The For All Seasons , dan The Intensity.
Mitos The Birthright berpandangan
bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini
berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang
pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan
sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak
memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos The For All Seasons
berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan
menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang
pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan
situasi dan kondisi lainnya.
Mitos the Intensity berpandangan
bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena
pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara
yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan
produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas
seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat
menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
1. Mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya
2. Juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya
3. Tangung jawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya
4. Aktif,
artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan
melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang
dipimpinnya, dan
5. Walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun
demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda
antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi
dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki
variasi atribut tertentu pula.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Penjelasan pendekatan sifat dalam studi kepemimpinan
2. Penjelasan pendekatan kekuasaan dalam studi kepemimpinan
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui macam – macam pendekatan dalam studi kepemimpinan
2. Mengetahui pengertian pendekatan sifat dalam studi kepemimpinan
3. Mengetahui pengertian pendekatan kekuasaan dalam studi kepemimpinan.
1.4 METODE PENULISAN
Metode
penulisan oleh penulis dalam penyusunan makalah ini yakni menggunakan
data referensi dan literature yang terkait dari buku, jurnal, makalah,
dan situs di internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN
Fenomena
organisasi pada umumnya tidak terlepas dari peranan, kegiatan, dan
keterampilan pimpinan organisasi. Sebaliknya, perkembangan fenomena
organisasional juga membentuk peranan-peranan (keterampilan) baru bagi
pimpinan organisasi. Keduanya saling membentuk satu sama lain. Para ahli
dalam bidang ini memandang bahwa fenomena organisasional dapat
dijelaskan dalam kerangka kuasa-menguasai dan pengaruh-mempengaruhi.
Pemimpin organisasi pada umumnya dipandang sebagai orang yang berusaha
menguasai dan mempengaruhi orang atau kelompok agar dapat melakukan dan
mengerjakan sesuatu sebagai bagian dari usaha mencapai kebaikan
organisasi. Kekuasaan yang dimaksud adalah potensi dan kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi dan mengemudikan orang
lain agar berpikir dan bertindak sesuai dengan yang diinginkannya
(Robbins, 2002:50; Pace dan Faules, 2002:253).
Dalam konteks administrasi aktualisasi potensi pengaruh-mempengaruhi
tidak terbatas pada hirarkhi organisasional semata (Sutisna, 1993:301).
Dengan kata lain, dimensi kekuasaan tidak hanya dimiliki secara legal
oleh orang yang memiliki kedudukan saja. Implikasinya adalah dalam
kondisi dan situasi yang bebas hirarki, proses kuasa menguasai dan
pengaruh mempengaruhi terjadi sebagai implikasi logis dari
hubungan-hubungan sistem sosial. Singkatnya, siapapun dalam kondisi dan
situasi apapun memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi orang lain.
Untuk kepentingan studi ini, konsep mempengaruhi hanya dibatasi pada
pemimpin organisasi yang pada dasar nya memiliki potensi mempengaruhi
secara legal.
Kepemimpinan adalah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang
berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Untuk lebih mempermudah
dalam memahami kepemimpinan tersebut perlu digunakan beberapa
pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan
kemimpinan berdasarkan sifat, pendekatan kepemimpinan berdasarkan
tingkah laku, dan pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori situasional,
serta pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori penerimaan.
2.2 PENDEKATAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN SIFAT
Pendekatan
sifat pada kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu benda,
tanda lahiriah, ciri khas yang ada pada sesuatu untuk membedakan dari
yang lain.
Suatu pertanyaan penting yang dapat diajukan adalah apakah sifat-sifat
yang membuat seseorang itu sehingga menjadi pemimpin ? teori awal
tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali mulai dari zaman Yunani Kuno
dan zaman Roma. Ketika itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan,
bukannya dibuat. Teori The Great Man mengatakan bahwa seseorang
yang dilahirkan sebagai pemimpin, ia akan menjadi pemimpin, apakah ia
mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
Setelah mendapat pengaruh pendidikan dan pengalaman , oleh karena itu
sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental dan kepribadian menjadi pusat
perhatian untuk diteliti di sekitar tahun 1930 sampai 1950-an. Hasil
penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan selalu muncul dengan
presentase yang tinggi, kemudian inisiatif, keterbukaan, rasa humor,
antusiasme, kejujuran, simpati dan percaya pada diri sendiri.
Dalam menentukan pendekatan sifat ini ada dua jenis pendekatan, yaitu :
1. Membandingkan
sifat orang yang tampil sebagai pemimpin dengan orang yang tidak
menjadi pemimpin. Pemimpin lebih terbuka dan lebih percaya diri. Tetapi
ada juga orang yang punya sifat seperti itu namun, tidak jadi
pemimpin, dan sebaliknya ada juga orang yang tidak memiliki sifat
tersebut, tetapi ia jadi pemimpin. Misalnya Abraham Lincoln bersifat
pemurung dan tertutup, Napoleon badannya agak pendek
2. Membandingkan
sifat pemimpin efektif dengan pemimpin yang tidak efektif. Intelegensi,
inisiatif, dan kepercayaan diri berkaitan dengan tingkat manajerial dan
prestasi kerja yang tinggi. Kepemimpinan efektif tidak bergantung pada
sifat-sifat tertentu, melainkan lebih pada beberapa corak sifat-sifat
pemimpin itu dengan kebutuhan dan situasinya.
Menyadari bahwa tidak ada korelasi sebab akibat dari sifat-sifat yang
diamati dalam penelitian dengan keberhasilan seorang manajer, maka
Veithzal (2004) merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu :
1. Kecerdasan : pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin,
2. Kedewasaan
: pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil
serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial,
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi : pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi,
4. Sikap hubungan kemanusiaan : pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.
Adapun menurut Siagian (1994:75-116) memberi gambaran tentang
ciri-ciri ideal menjadi seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Umum Yang Luas
Salah satu aksioma tentang kepemimpinan yang telah umum diterima, baik
oleh para teorits maupun oleh praktisi, ialah bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu
berpikir dan bertindak sebagai seorang generalis. Kehadiran generalis
dengan pengetahuan yang ilmiah yang luas yang memungkinkannya berpikir
dan bertindak dengan pendekatan holistic dan integralistik.
2. Kemampuan Betumbuh dan Berkembang
Pentingnya kemampuan bertumbuh dan berkembang lebih jelas lagi terlihat
apabila diingat bahwa setiap organisasi bergerak dalam suatu lingkungan
yang dinamik dan selalu berubah. Bahkan perubahan itu sering
berlangsung dengan sangat cepat, baik sebagai akibat perkembangan pesat
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena tuntutan
masyarakat yang sering terjadi berdasarkan deret ukur, bukan berdasarkan
deret hitung. Hal ini sangat jelas terlihat dalam dunia keniagaan di
mana tingkat kedaluwarsa suatu produk dapat terjadi alam waktu yang
sanga tsingkat.
Tepatlah ungkapan yang berkata bahwa dalam zaman modern seperti
sekarang ini seseorang atau suatu organisasi “harus terus berlari hanya
untuk sekedar tetap berada di tempat, berhenti berlari akan berarti
ketdinggalan dan ketinggalan berarti kemunduran”. Kemunduran berarti
ketidakberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Sifat Yang Inkuisitif
Sifat inkuisitif, atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang
mencerminkan dua hal, yaitu: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat
pengetahuan yang telah dimiliki, kedua, kemauan dan keinginan untuk
mencari dan menemukan hal-hal baru. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sifat inkuitif merupakan kelanjutan dari atau mnaifestasi dari
kemampuan bertumbuh dan berkembang
4. Kemampuan Analitik
Berbagai teori tentang kepemimpinan yang efektif dan pengalaman banyak
orang menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi
terletak pada kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan yang ebrsifat
teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan
kemampuan berpikir yang diperlukan adalah integralistik, strategik dan
berorientasi pada pemecahan masalah.
Berpikir integralistik berarti memperlakukan organisasi sebaai satuan
yang bulat meskipun di dalamnya terdapat berbagai satuan kerja yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam spesialisasi. Cara
berpikir strategik pada daarnya berarti bahwa seorang pemimpin harus
menganalisis mana di antara berbagai kegiatan organisasional yang
diselenggarakan sendiri dan dierahkan kepada pejabat lain.
Sedangkan berpikir orientasi pemecahan masalah jelasa menuntut kemampuan
analitik, mulai dari identifikasi masalah-masalah, pengumpulan dan
penelaahan informasi yang diperlukan, analisis berbagai alternative
pemecahan yang mungkin ditempuh, penentuan pilihan pemecahan sedemikian
rupa sehingga pelaksanaannya bena-benar membawa organisasi kepada
pemecahan yang tuntas serta dapat dipertanggung jawabkan.
5. Daya Ingat yang Kuat
Walapun dalam teori kepemimpinan tidak terdapat petunjuk yang dapat
digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus jenius.
Akan tetapi kemampuan intelektualnya seperti daya kognitif dan penalaran
haruslah di atas kemampuan rata-rata dari orang yang dipimpinnya. Salah
satu bentuk kemampuan intelektual tersebut adalah daya ingat. Mungkin
terlalu sukar untuk memenuhi tuntutan agar semua orang yang menjadi
pemimpin memupnyai daya ingat yang kuat. Akan tetapi sebalinya sukar
membayangkan seseorang yang pelupa jadi pimpinan yang berhasil
6. Kapasitas Integratif
Dengan kemampuan integrative yang tinggi, pimpinan dalam organisasi
akan mampu menjelaskan kepada semua pihak dalam organisasi bahwa skala
prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana memang diperlukan
penunjukkan dan perlakuan khusus terhadap satuan kerja tertentu sebagai
satuan kerja strategik. Dalam penjelasan demikian perlu ditekankan dua
hal, yaitu:
Penunjukkan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak
mengurangi, apalgai menghilangkan, peranan, fungsi, tanggung jawab dan
kegiatan satuan-satuan
Predikat satuan kerja strategik tidak bersifat permanen karena apabila
terjadi pergeseran skala prioritas kerja organisasi, pasti trejadi pula
perubahan dalam penunjukkan satuan kerja strategik
7. Keterampilan Berkomunikasi Secara Efektif
Dalam kehidupan organisasional terdapat empat jenis fungsi komunikasi, yaitu:
1) Fungsi motivasi.
Peranan komunikasi tidaklah kecil dalam mendorong motivasi kuat dalam
diri anggota organisasi untuk berkarya lebih tekun. Hal ini dilakukan
dengna jalan menjelaskan kepada mereka apa yang yang harus dilakukan,
hasil penilaian tentang pelaksanaan tugas masing-masing dan cara-cara
yang dapat ditempuh untuk meningkatkan prestasi kerja di masa-masa yang
akan datang
2) Fungsi ekspresi emosi.
Komunikasi yang terjadi dalam orgnaisasi harus mampu memainkan dua
peranan penting yaitu sebagai wahana untuk menyampaikan keluhan untuk
mana pimpinan diharapkan menjadi pendengar yang baik dan sebagai saluran
menyatakan kepuasaan atas keberhasilannya menyelesaikan tugas yang
dipercayakan kepadanya
3) Fungsi informasi.
Artinya komunikasi sebagai wahana penyamapaian informasi yang
diperlukan oleh berbagai pihak untuk memperlancar jalannya proses
pengambilan keputusan.
4) Fungsi pengawasan. Komuniksi selaku pengendali para anggota organisasi. Dikatakan
demikian karena dalam suatu organisasi para anggotanya diharapkan taat
kepada petunjuk, peraturan dan norma-norma yang berlaku bagi para
anggota organisasi yang bersangkutan.
8. Keterampilan Mendidik
Disenangi atau tidak, setiap pejabat pimpinan adalah seorang pendidik.
Mendidik disini diartikan luas, tidak terbatas hanya pada cara-cara
mendidik yang ditempuh secara formal. Misalnya, jika seorang pimpinan
melihat seorang bawahannya melaksanakan tugas dengan cara yang tidak
atau kurang tepat, seorang juru tik misalnya, dan menunjukkan cara yang
benar, pimpinan yang bersangkutan sesungguhnya telah melakukan peranans
ebagai pendidik
9. Rasionalitas
Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang berkata bahwa para pejabat
pimpinan dalam suatu organisasi untuk berpikir dan bukan untuk
melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat teknis operasional. Bahkan
dapat dikatakan bahwa sebagian besar waktu kelompok eksekutif digunakan
untuk berpikir. Semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin
besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untk
berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam
organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan
pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi.
10. Objektivitas
Setiap pimpinan diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebaai bapak
dan penasehat bagi bawahannya. Memainkan peranan tersebut berarti,
antara lain, bahwa pimpinan menjadi tempat bertanya bagai para anggota
organisasi, tidak hanya menyangkut berbagai hal yang ada kaitannya
secara langsung dengan kehidupan organisasional akan tetapi juga mungkin
yang pribadi sifatnya, seperti masalah keluarga.
11. Pragmatisme
Dinyatakan secara sederhana, pragmatisme pada dasarnya berarti
bnerpikir dan bertindak secara realistic. Berpikir dan bertindak
pragmatik sama sekali tidak berarti tidak boleh mempunyai cita-cita yang
tinggi, bersikap fatalistik, menganut faham deterministik atau bersikap
pasrah. Dalam kehidupan organisasional, sikap pragmatik biasanya
terwujud dalam bentuk sebagai berikut:
1) Kemampuan
menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan
untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang
realistic tanpa melupakan idealisme
2) Menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup organisasi tidak selalu meraih hasil yang diharapakan
12. Kemampuan menentukan Peringkat Prioritas
Suatu organisasi tidak mungkin melakukan semua kegiatan yang seyogyanya
dilaksanakan dengan intensitas yang sama. Berarti selalu ada keharusan
untuk menentukan skala prioritas tertentu. Perlunya menentukan skala
prioritas tertenti tidak hanya dituntut oleh keterbatasan kemampuan
organisasional akan tetapi juga oleh situasi yang dihadapi, kondisi yang
menantang, rintangan yang menghadang dan ancaman yang timbul. Bahkan
faktor-faktor tersebut menuntut peninjauan secara berkala skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk menyesuaikannnya dengan situasi
dan kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di masa depan
13. Kemampuan Membedakan Yang Urgan dan Yang Penting
Salah satu konsekuensi logis adanya skala prioritas tertentu ialah
bahwa seorang pimpinan perlu memilik kemampuan untuk membedakan kegiatan
apa yang bersifat urgan dan kegiatan yang bersifat penting. Bahkan
sesungguhnya kemampuan demikian harus bersifat naluriah dalam arti bahwa
secara intuitif.
Titik tolak yang digunakan untuk membedakan kegiatan berdifat urgen dan
kegiatan bersifat penting ialah bahwa sesuatu yang urgen harus
dielesaikan segera untuk mana kecepatan bertindak merupakan criterion
utama. Biasanya sesuatu yang urgen telah jelas prosedur dan mekanisme
kerja yang digunakan dan oleh karenanya, pelaksanaanya pun dapat
diserahkan kepada orang lain. Sedangkan kegiatan yang bersifat penting,
faktor kecepatan bukan merupakan faktor yang menetukan. Yang lebih
diperlukan adalah ketelitian dan pemikiran yang matang. Jika demikian
halnya, maka keterlibatan pimpinan menjadai penting dan bahkan mungkin
mutlak.
14. Naluri Tepat Waktu
Seiring keberhasilan seorang pimpinan dalam menyelenggarakan
fungsi-fungsi kepemimpinannya sangat ditentukan oleh kemampuannya
memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
15. Rasa Kohesi Yang Tinggi
Fungsi kepemimpinan selaku mediator bahwa keberhasilan mengatsai suatu
situasi konflik dapat berakibat pada meningkatnya rasa senasib
sepenanggungan antara para anggota organisasi. Hal demikianlah yang
sesungguhnya yang dimaksud dengan kohesi organisasional dalam mana para
anggota organisasi memiliki rasa solidaritas organisasional yang tinggi
pada gilirannya mempermudah usaha peningkatan kerja sama terlepas dari
hierarki, struktur, pembagian tugas dan pole pendelegasian wewenang yang
terdapat dalam organisasi bersankutan.
16. Rasa Relevansi Yang Tinggi
Seorang pimpinan perlu selalu menyadari kenyataan kelangkaan sumber
dana dan daya yang tersedia baginya mengharuskannya bekerja dengan
tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang setinggi mungkin,
berarti bahwa pimpinan tersebut dituntut mampu berpikir dan bertindak
sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi
danlangsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasional yang telah ditentukan sebelumnya.
Tingkat relevansi yang tinggi itu penting, karena apablia tidak, akan
banyak tenaga, waktu, biaya dan sarana yang tebuang percuma.
17. Keteladanan
Seorang pimpinan harus mampu nmemproyeksikan kepribadiannya dalam
bentuk kesetian kepada organisasi, kesetian kepada bawahan, dedikasi
kepada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan,
kejujuran, perhatian kepada kepentingan dan kebutuhan bawahan dan
berbagai nilai-nilai lainnya yang bersifat positif.
18. Menjadi Pendengar Yang Baik
Dapat dinyatakan secara kategorikal bahwa tidak ada manusia yang
demikian pintarnya sehingga ia tidak perlu lagi belajar dari orang lain.
Atau demikian objektif dan rasional sehingga ia tidak lagi memerlukan
masukan dari berbagai pihak dengan siapa ia melakukan interaksi.
Dalam kehidupan organisasional, setiap orang, termasuk pimpinan, perlu:
1) Mendengarkan perintah, instruksi, nasihat dan pengarahan dari atasannya
2) Mendengarkan saran, pandangan dan nasihat dari rekan-rekan setingkat
3) Memperoleh pengetahuan baru dari para ahli, baik yang berada di lingkungan organisasi ataupun di luar organisasi
4) Mendengarkan
para bawahan yang ingin menyampaikan saran dan pendapat, bahkan juga
mungkin keluhan masalah yang dipandangnya tidak dapat dipecahkannya
sendiri
19. Adaptabilitas
Kepemimpinan selalu bersifat situsional, kondisional, temporal dan
spatial yang berarti gaya kepemimpinan seseorang, misalnya gaya
demokratik, tidak mungkin dapat diterapkan secara konsisten tanpa
memperhitungkan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Beberapa contoh perwujudan adaptabilitas kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1) Seorang pimpinan tidak akan mudah melakukan generalisasi, melainkan melihat setiap situasi sebagai hal yang khas.
2) Dalam
memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara pemecahan
tertentu hanya karena cara tersebut pernah digunakannya di masa lalu dan
dinilai membuahkan hasil yang baik.
20. Fleksibilitas
Ciri ini berkaitan dengan sifat yang adaptif, fleksibilitas adalah
sikap yang luwes. Sikap ini berarti mampu melakukan perubahan dalam cara
berpikir,cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan
situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan
prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.
21. Ketegasan
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap yang flekibilitas tidak identik
dengan sikap yang tidak tegas atau ragu-ragu. Yang juga perlu
ditekankan ialah ketegasan dalam bertindak perlu disertai oleh sikap
fleksibel.
22. Keberanian
Salah satu ciri kehidupan manajerial ialah terdapatnya berbagai jenis
resiko dalam mengemudikan dan menjalankan roda organisasi. Resiko dapat
timbul karena faktor-faktor intern maupun ekstern. Salah satu contohnya
adalah dalam proses pengambilan keputusan. Telah umum diketahui bahwa
pengambilan keputusan adalah usaha sadar dan perhitungan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mengatasi situasi problematik
23. Orientasi Masa Depan
Ciri lain dari pimpinan bisa dilihat dari orientasinya, jika seorang
pimpinan tergolong developmentalis orientasi waktunya adalah masa depan.
Orientasi masa depanlah yang diharpakan dimilik oleh seorang pimpinan.
Memang benar pimpinan perlu mengingat masa lalu, juga penting mengatahui
masa sekarang. Tetapi jauh lebih penting adalah orientasi masa depan.
Berarti untuk menetukan suatu bentuk orientasi masa depan yang tpat
diperlukan suatu potret tiga dimensi dari organisasi yang dipimpinannya,
yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa dapan.
24. Sikap Yang Antisipatif dan Proaktif
Merencanakan masa depan yang diinginkan yang belum tentu sama dengan
masa depan yang nyatanya terwujud berarti mengenali sejauh mungkin
ciri-ciri masa depan tersebut. Salah satu sikap yang perlu dipupuk dan
dikembangkan dalam merencanakan masa depan yang diinginkan itu ialah
sikap yang antisipatif dan proaktif
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai sifat atau ciri-ciri
kepemimpinan yang ideal, segera tampak bahwa tidak ada seorang pun yang
serta memiliki semua
ciri tersebut. Berarti andaikan kepemimpinan dalam prakteknya hanya
disoroti dari segi ciri-ciri ini saja, jelas bahwa mempraktekan
kepemimpinan merupakan proses yang terus berlangsung sepanjang
perjalanan seseorang meniti karir manajerial.
Bila kita lihat menganalisis kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri
sebenarnya mendasarkan instrumen analisisnya pada teori bahwa pimpinan
dilahirkan. Namun untuk mengidentifikasinya cukup sulit karena belum
jelas mana di antara ciri-ciri tersebut yang dibawa sejak lahir dan mana
yang dapat dimiliki melalui proses pendidikan, pelatihan serta
pengalaman.
Yang jelas adalah keberhasilan seseorang dalam kepemimpinannya sangat
tergantung pada sejauh mana yang pimpinan berhasil memiliki ciri-ciri
ideal tersebut dan kemampuannya memilih ciri mana yang tepat digunakan
dalam situasi, kondisi, waktu dan ruang tertentu untuk mendukung gaya
kepemimpinan tertentu.
2.3 PENDEKATAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN TINGKAH LAKU ATAU KEKUASAAN
Kepemimpinan yang efektif sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
melalui pendekatan kesifatan, namun pengertian dan pemahaman tentang
kepemimpinan yang efektif yang umum diketahui hanyalah yang melekat pada
ciri seseorang dari sifat-sifat tertentu yang tidak dapat menjelaskan
apa yang menyebabkan pemimpin efektif.
Dinamika manusia yang kemudian menampakkan diri pada dinamika
organisasi dan dinamika masyarakat sebagai keseluruhan merupakan faktor
pendorong bagi berbagai jenis kemajuan yang dicapai manusia. Dorongan
untuk maju timbul karena hasrat dan keinginan manusia untuk meningkatkan
kemampuannya untuk memuaskan berbagai jenis kebutuhannya yang semakin
lama semakin kompleks
Berbarengan dengan peningkatan kebutuhan maka semakin tinggi hasrat
manusia untuk masuk berbagai jenis organisasi. Maka semakin berkembang
persepsi yang berkisar pada pandangan bahwa kehidupan organisasional
perlu dijamin adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam
hubungan organisasi para anggotanya, sering dirumuskan bahwa hak
organisasi diperolehnya melalui penunaian kewajiban oleh para anggotanya
dan sebaliknya hak para anggota organisasi merupakan kewajiban
organisasi untuk memenuhinya. Pandangan ini biasanya mengejawantahkan
pada tuntutan adanya kepemimpinan yang demokratik dalam organisasi yang
bersangkutan.
Sebagaimana dikemukakan Sastradipoera (1998:23) kepemimpinan
berdasarkan perilaku adalah “Kepemimpinan yang didasarkan atas
pengamatan apa yang dilakukan oleh pemimpin efektif itulah”. Fungsi
kepemimpinan disini memberikan kelonggarran kepada individu untuk
mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memuaskan kebutuhan
yang pada waktu bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan
organisasi. Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku pun memberikan
saran-saran akan perlunya fungsi motivasi kepada para pengikut agar
mereka dapat memuaskan kebutuhan.
Oleh karena itu, melalui pendekatan tingkah laku kita dapat menentukan
apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif dan mencari jawaban serta
menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan itu efektif.
1. Kepemimpinan Berdasarkan Prakarsa Struktur dan Perhatian
Studi ini menurut Siagian (1994:120) didasarkan kepada pemikiran dasar
bahwa efktivitas kepemimpinan seseorang terlihat pada dua jenis perilaku
dalam menyelenggarakan tugas-tugas kepemimpinannya, pertama ialah
sampai sejauh mana seorang pimpinan memberikan penekanan pada peranannya
selaku pemrakarsa struktur tugas yang akan dilaksanakan bawahannya,
kedua sampai sejauh mana dan dalam bentuk apa seorang pimpinan
memberikan perhatian kepada para bawahannya. Studi ini dilakukan melalui
penelitan yang sudah berlangsung sejak decade 40-an oleh Universitas
Ohio State, Amerika Serikat.
Dalam studi ini yang dimaksud dengan pemrakarsa struktur ialah sampai
sejauh mana seorang pimpinan mendefinisikan dan menyusun struktur
peranannya dan peranan bawahannya dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Artinya sejauh mana seorang pimpinan menonjolkan peranannya mengorganisasikan hal-hal seperti:
1) Tugas yang harus diselenggarakan dalam organisasi
2) Hubungan antara satu tugas dengan yang lain
3) Penekanan pada pentingnya kaitan tugas yang dieslenggarakan dengan tujuan dan sasaran yang tetapkan sebelumnya
Memang dapat dipahami pentingnya peranan seorang pemimpin selaku
pemrakarsa kuat dalam hal seperti dikemukakan diatas. Dikatakan demikian
antara lain karena dengan perilaku demikianlah terdapat ketegasan dan
kejelasan tentang berbagai tugas yang harus diselenggarakan, disertai
oleh tuntutan pemenuhan standar hasil kerja yang telah ditetapkan
sebelumnya dan harus ditaati oleh semua pihak. Ketika itu tingkat
pengetahuan para pekerja dan kematangan jiwa berorganisasi masih
edemikian rupa sehingga dipandang belum tepat diserahkan pemrakarsaannya
kepada para anggota organasasi. Singkatnya, keberadaan seorang pimpinan
dipandang sebagai faktor penentu dalam kehidupan berorganisasi.
Dalam pada itu disadari pula bahwa posisi sentral pimpinan itu tidak
berarti mengabaikan keberadaan orang lain, yaitu para bawahan. Oleh
karena itu, berbarengan dengan peranan pimpinan selaku pemrakarsa
penysusunan struktur tugas, diteliti pula perilaku pimpinan yang
menyangkut sifat, bentuk dan intensitas perhatiaannya pada para
bawahannya.
Seperti yang dikemukakan Siagian(1994:121) Yang mendapat sorotan dalam penelitian ini, antara lain, ialah:
1) Iklim saling percaya mempercayai
2) Penghargaan terhadap ide bawahan
3) Memperhitungkan perasaan para bawahan
4) Perhatian pada kenyaman kerja bagi para bawahan
5) Perhatian pada kesejahteraan bawahan
6) Pangakuan atas status para bawahan secara tepat dan proporsional
7) Memperhitungkan faktor kepuasaan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
Disamping itu penelitian ini juga mempelajari sampai sejauh mana
efektivitas kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh perilakunya yang
menyebabkan para bawahan senang datang kepadanya untuk menyampaikan
berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah pribadi, karena
bawahan itu mengetahui bahwa pimpinan yang bersangkutan akan
mendengarkannya dengan baik dan memberikan pandangan-pandangan yang arif
tentang bagaimana berbagai masalah yang dihadapi itu seyogyanya
dipecahkan dan diatasi. Singkatnya penelitian menyoroti sampai sejauh
mana efektivitas kepemimpinan seseorang dapat diwujudkan dengan perilaku
yang bersahabat, mudah didekati dan objektif dalam memperlakukan
bawahan.
Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Seorang
pemimpin yang menduduki peringkat tinggi dalam prakarsa struktur tugas
dan perhatian pada bawahan cenderung menjadi pemimpin efektif dalam arti
mampu menggerakkan para bawahan sedemikian rupa sehingga mencapai
tingkat prestasi kerja yang tinggi dibandingkan dengan pemimpin yang
berada pada peringkat rendah dalam kedua hal tersebut
2) Akan
tetapi bahwa tingginya peringkat yang dicapai seseorang dalam hal
prakarsa tugas dan perhatian pada bawahan tidak selalu berakibat positif
pada perilaku bawahan.
3) Seorang
pimpinan yang memberikan perhatian besar kepada bawahannya sering
mendapat penilaian yang negatif dari pejabat pimpinan yang lebih tinggi,
mungkin karena dipandang sebagai usaha pimpinan yang bersangkutan untuk
memperbesar kekuasaan yang oleh pimpinan lebih tinggi itu dipandang
sebagai ancaman pada kedudukannya sendiri
4) Penggabungan
yang tepat antara prakarsa dalam penstrukturan tugas dan perhatian pada
bawahannya pada umumnya mempunyai dampak positif terhadap perilaku
bawahan dan dengan demikian dapat meningkatkan efektivitas seseorang.
Akan tetapi terdapat pula cukup banyak kasus yang emnggambarkan situasi
sebaliknya.
- Perilaku Berdasarkan Orientasi Pada Bawahan dan Produksi
Pada waktu bersamaan dengan penelitian yang dilakukan Universitas Ohio
State, dilakukan pula studi tentang kepemimpinan yang dilakuan oleh
Universitas Michigan. Sasaran yang ingin dicapai dengan studi tersebut
hampir sama dengan sasaran penelitian yang dilakukan oleh Universitas
Ohio State, yaitu berusaha mengidentifikasikan karakteristik perilaku
pimpinan yang tampaknya berkaitan dengan efektivitas.
Studi yang diselenggarakan oleh Universitas Michigan menggunakan dua
dimensi kepemimpinan yang diberi nama orientasi pada bawahan
dan orientasi pada produksi
Beberapa perilaku pimpinan dengan orientasi bawahan ialah:
1) Penekanan pada hubungan atasan dan bawahan
2) Perhatian pribadi pimpinan pada pemuasan kebutuhan para bawahannya
3) Menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku yang terdapat dalam diri para bawahan tersebut
4) Sebaliknya pimpinan dengan orientasi produksi menunjukkan perilaku seperti:
5) Cenderung menekankan segi-segi teknis dari pekerjaan yang harus dilakukan oleh para bawahan dan kurang pada segi manusia
Salah satu kesimpulan yang menarik dari studi oleh Univeristas Michigan
itu ialah bahwa pada umumnya pimpinan yang berorientasi pada bawahan
ternyata lebih efektif dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya
dibandingkan dengan para pemimpin yang berorientasi pada produk. Tingkat
produktivitas kerja, tingkat kehadiran di tempat kerja, kepuasaan kerja
merupakan ukuran-ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat
efektivitas tersebut.
Usaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang meningkatkan efektivitas
kepemimpinan terus berlanjut, bahkan hingga saat ini. Salah bentuk usaha
yang dapat ditempuh adalah dengan kristalisasi pemikiran sehingga
berbagai konsep, teori dan paradigma yang elah dikembangkan melalui
berbagai kegiatan penelitian menjadi semakin jelas. Kejelasan demikian
diperkirakan akan meningkatkan kemampuan untuk menerapkannya dalam
situasi nyata. Artinya dalam praktek. Karena memang dalam praktek itulah
validitas dan relevansi suatu konsep dan teori terlihat.
Dalam pendekatan tingkah laku dimensi kepemimpinan yang efektif para ahli menyebutkan dua aspek utama, yaitu :
1. Aspek Fungsi Kepemimpinan
2. Aspek Gaya Kepemimpinan.
Dalam pendekatan perilaku kepemimpinan ada beberapa teori yang dapat
dipakai sebagai acuan atau rumusan untuk mengukur kepemimpinan yang
efektif, yaitu :
1) Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
McGregor
menyimpulkan sekumpulan anggapan kepemimpinan yang efektif yang saling
berlawanan dari perilaku manajer dalam industri, sebagai berikut :
I. Anggapan-anggapan Teori X :
A. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
B. Karena
karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi,
diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar menjalankan tugas untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
C. Rata-rata
manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggungjawab,
mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup
di atas segalanya.
II. Anggapan-anggapan Teori Y :
A. Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain dan istirahat.
B. Pengawasan
dan ancaman hukum eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk
mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan
pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah
disetujuinya.
C. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
2) Teori Robert Tennenbaum dan Warren H. Schmit
Teori
ini menguraikan pendapatnya mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi
pilihan manajer akan gaya kepemimpinan bahwa seorang manajer harus
memperhatikan tiga macam kekuasaan yaitu : kekuasaan yang ada di tangan
manajer, kekuasaan yang ada di tangan karyawan dan kekuatan dalam
situasi.
Gaya kepemimpinan menurut teori ini bahwa sebagai kontinum tingkah laku seperti gambar Kontinum dan Tingkah Laku Pemimpin.
3) Studi Ohio State
Untuk
mengetahui mana yang menghasilkan prestasi kerja kelompok yang paling
efektif dari kedua gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (
Struktur memprakarsai ) dan gaya yang berorientasi pada karyawan
(pertimbangan). Ohio State University dalam penelitiannya menemukan
bahwa tingkat pergantian karyawan yang paling rendah dan kepuasan
karyawan tertinggi dijumpai di bawah pemimpin yang mendapat nilai
tertinggi dalam pertimbangan. Sebaliknya, pemimpin yang dinilai rendah
dalam pertimbangan dan tinggi dalam struktur memprakarsai mendapat
banyak keluhan dengan tingkat pergantian karyawan tinggi. Namun dalam
penilaiannya di Ohio State, para peneliti menemukan bahwa efektivitas
pemimpin tidak selalu dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan saja tetapi
dapat dipengaruhi oleh situasi gaya yang dipakai ( ada pada lingkungan
militer).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang dapat penyusun ambil dalam pembahasan diatas, untuk
dapat menjadi pemimpin efekfif mungkin seseorang harus berusaha walaupun
cukup sulit untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memiliki daya pikat karena pengetahuan, keterampilan, sikap dan tindak-tanduknya
2. Tergolong
sebagai pemimpin yang pada dasarnya demokratik tetapi sekaligus mampu
melakukan penyesuaian tertentu tergantung pada situasi yang dihadapinya
3. Menyadari
benar makna dan hakiakt keberadaannya dalam organisasi yang tercermin
pada kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinan yang
harus diselenggarakan
4. Dalam
hubungan atasan dan bawahan menseimbangkan struktur tugas yang harus
dilakukan oleh para bawahannya dengan perhatian yang wajar pada
kepentingan dan kebutuhan para bawahan tersebut
5. Menerima
kenyataan bahwa setiap bawahan seperti juga diri sendri mempunyai jati
diri yang khas dengan kelebihan dan kekurangannya serta kekuatan dan
kelemahannya
6. Mampu
menggabungkan bakat, pengetahuan teoritikal kesempatan memimpin dengan
terus berusaha memiliki sebanyak mungkin ciri-ciri kepemimpinan yang
ideal
7. Dengan
tetap menggunakan paradigma yang holistik dan integralistik, mampu
menentukan skala prioritas organisasi sesuai dengan sifat, bentuk dan
jenis tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai
8. Memperhitungkan situasi lingkungan yang berpengaruh, baik secara positif maupun secara negatif, terhadap organisasi
9. Memanfaatkan
perkembangan yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
tanpa berinjak dari orientasi manusia sebagai unsur terpenting dalam
organisasi
10. Menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan diri sendiri seperti tercermin dalam satunya ucapan dan perbuatan
11. Kesemuanya
itu berarti bahwa tidak ada kunci ajaib yang dapat digunakan dalam
menjamin keberhasilan seseorang menjalankan kepemimpinannya. Akan tetapi
titik tolak yang paling tepat adalah menghargai dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat par bawahannya.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
Sastradipura, Komarudin. (1993). Manajemen Kantor, Teori dan Praktek. Bandung: Trigenda Karya.
Rivai, Veithzal (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Robbins, S.P. (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks.
Siagian, Sondang (1994). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.