-->

ads

MAKALAH BIROKRASI DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berazaskan Pancasila dan memiliki sumber hukum yaitu UUD 1945. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu undang-undang, perpres, perpu, peraturan pemerintah, perda, dan lain sebagainya. Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa yang menyangkut sistem pemerintahan.
Kini Indonesia memasuki masa reformasi. Masa dimana demokrasi dan kebebasan berpendapat menjadi yang utama di negeri ini. Sistem pemerintahan Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkembang. Sampai sekarang sudah terjadi banyak sekali perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahan Indonesia, salah satunya adalah perubahan dalam sistem birokrasi.
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dibahas pada makalah ini mengacu pada judul makalah yakni “Sistem Birokrasi Pemerintahan di Indonesia“. Masalah yang dibahas pada makalah ini antara lain :
1. Bagaimanakah gambaran sistem pemerintahan Indonesia saat ini?
2. Apakah sistem birokrasi pemerintahan Indonesia saat ini telah sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia?
3. Apakah sistem birokrasi di Indonesia sudah ada perubahan dari sebelumnya?
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara juga untuk memahami hal berikut :
1. Mengetahui gambaran sistem pemerintahan Indonesia pada saat ini.
2. Mengetahui apakah sistem birokrasi pemerintahan Indonesia apakah sudah sesuai dengan keinginan rakyat dan sejalan dengan konstitusi.
3. Mengetahui perubahan pada sistem birokrasi di Indonesia.
D. Kerangka Pemikiran
Banyaknya perubahan yang cukup signifikan dalam sistem birokrasi pemerintahan di Indonesia, sehingga banyak masyarakat yang kurang memahami bagaimana proses birokrasi yang sesungguhnya. Dengan demikian sistem ketetanegaraan yang baik dan selalu berorientasi kepada tujuan pokok negara yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat, pendidikan yang terjamin, keamanan negara serta stabilitas ekonomi dan politik luar negeri yang bebas aktif akan dapat terwujud jika rakyat mengetahui sistem birokrasi yang sesungguhnya.
E. Metode Penyusunan
Metode yang digunakan penyusun dalam penyusunan makalah ini adalah diskusi kelompok, studi pustaka, dan menggunakan media massa sebagai sumber informasi.
F. Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi, dan bab I yang berisi pendahuluan: : latar belakang, identifikasi, tujuan, kerangka pemikiran, metode penyusunan dan sistematika penyusunan. Bab II pembahasan. Bab III penutup yang berisi kesimpulan dan saran serta yang terakhir adalah daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dari penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang. Dalam mencapai kemerdekaannya, bangsa Indonesia mengalami perjuangan yang tidak mudah namun dengan rahmat Allah dan perjuangan yang tiada henti pada akhirnya Indonesia dapat merdeka dengan sendirinya tanpa pemberian dan bantuan militer dari negara lain.
Saat dideklarasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia menganut sistem parlementer dimana negara ini memiliki seorang presiden sebagai kepala negara dan memiliki seorang perdana menteri untuk menjadi kepala pemerintahannya. Kemudian Indonesia merubah sistem pemerintahannya menjadi presidensial, yaitu negara yang dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan bagi negaranya. Sistem ini berjalan hingga ada kesepakatan antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1949. Belanda yang masih berniat menguasai Indonesia sebagai negara jajahanya berupaya untuk memecah belah Indonesia dengan mendirikan negara-negara boneka di wilayah Indonesia. Maka Indonesia kembali merubah sistem pemerintahannya seperti pada saat awal kemerdekaan Indonesia yaitu sistem parlementer dan konstitusipun berubah menjadi UUD 1950 serta bentuk negara yang semula negara kesatuan juga berubah menjadi Republik Indonesia Serikat.
Namun karena rakyat tidak setuju dan Presiden Soekarno meneruskan perjuangannya kembali maka Indonesia kembali menjadi negara kesatuan namun tetap dengan menggunakan konstitusi UUD 1950.
Pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya adalah kembali pada konstitusi yang semula yaitu UUD 1945. Sampai sekarang Indonesia masih menganut sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi UUD 1945.

B. Sistem Birokrasi Pemerintahan di Indonesia
Penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik (good governance) menjadi agenda utama di Indonesia dewasa ini. Menarik bahwa penentuan agenda ini didahului oleh krisis finansial (1997) yang meluas menjadi krisis ekonomi. Krisis tersebut telah mendorong arus balik yang luas yang menuntut perbaikan ekonomi negara, penciptaan good corporate governance di sektor swasta, dan perbaikan pemerintahan negara.
Seperti dialami bersama, bangsa Indonesia memulai semua itu dengan mendesak suksesi kepemimpinan nasional dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibie (1998). Tentu saja, suksesi tidak cukup sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat. Reformasi politik akhirnya melebar: berkembangnya sistem multi partai, penyelenggaraan pemilihan umum oleh lembaga yang independen (1999), pembentukan lembaga perwakilan yang lebih representatif dan lebih berdaya dalam mengawasi pemerintah (eksekutif), pengurangan dan bahkan penghilangan intervensi militer dalam kehidupan politik dan pemerintahan di luar bidang mereka, peningkatan profesionalisme dan independensi lembaga peradilan, dan lain-lain.
Pendek kata, berbagai pihak (atau sektor) yang terlibat dalam keseluruhan dinamika governance menerima sorotan dan harus diperbaiki, pihak-pihak itu bukan hanya negara (legislatif, yudikatif, dan eksekutif) melainkan juga pihak swasta dan masyarakat sipil (civil society). Yang terakhir dituntut meningkatkan perannya dalam rangka mengembangkan demokratisasi dan akuntabilitas pemerintahan negara.

Namun governance reform yang kini terpusat pada pihak eksekutif dan administrasi negara, tidak dapat dihindari. Berbagai faktor telah menyebabkannya. Konstitusi Indonesia termasuk a heavy-executive constitution, yang memberikan kekuasaan besar kepada presiden. Peran pemerintah selama 30-an tahun terakhir juga begitu dominan dalam berbagai aspek kehidupan. Dominasi ini telah didukung secara sistematis melalui peran birokrasi yang tidak netral-politik karena menganut monoloyalitas kepada Golkar, sistem kepartaian dominan (dominant party system), dan militer.
Dengan pemerintahan negara yang elitis, sedangkan masyarakat sipil masih lemah atau bahkan dibungkam, pemerintah memainkan peran yang strategis di bidang politik, sosial dan ekonomi. Eksekutifpun semakin independen, karena anggaran negara banyak didukung oleh hutang luar negeri. Maka dapat dimengerti bahwa independensi pemerintah tersebut juga merambah ke dunia usaha dan menghasilkan pengusaha pemburu rente (rent-seekers).
Tuntutan reformasi yang dirumuskan dalam slogan anti korupsi, kolusi dan nepotisme menggambarkan kebobrokan sistem pemerintahan negara yang didominasi oleh pemerintah, dengan aktor-aktor utama tersebut di muka, dan dalam sektor swasta yang seharusnya mandiri dan bebas dari intervensi pemerintah. Maka, reformasi pemerintahan negara (governance reform) yang terfokus pada pihak eksekutif dan administrasi negara merupakan salah satu jalur strategis bagi tercapainya good governance. Untuk itu terdapat berbagai strategi pencapaiannya.
Pertama, usaha telah dijalankan untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratik dan legitimate. Perkembangan sistem multi partai menjadi saluran bagi masyarakat untuk mendirikan asosiasi politik dan menjatuhkan pilihannya secara bebas. Penyelenggaraan pemilu oleh lembaga yang independen (KPU) dan pemantauan oleh masyarakat sipil

(domestik dan international), telah meningkatkan kredibilitas sistem pembentukan legislatif dan eksekutif.
Kedua, seharusnya diperjelas otoritas pemerintahan baru di hadapan birokrasi lama. Tetapi hal ini belum memungkinkan, baik karena ketidakjelasan pengaturan, tidak adanya dukungan legislatif, maupun resistensi birokrasi lama. Masalah-masalah yang muncul dalam penunjukan pejabat-pejabat politik (political appointess), misalnya, mencerminkan bahwa watak Indonesia sebagai beambtenstaat (negara birokrasi) masih menonjol. Dalam sistem politik yang demokratik dan menghasilkan pemerintahan yang legitimate, seharusnya wajar belaka jika pemerintah berhak menentukan jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi negara. Jika tidak, maka pemerintahan yang demokratik akan dibajak oleh sistem birokrasi lama. Upaya memperjelas masalah ini dapat dimulai dengan menghasilkan perundang-undangan tentang lembaga kepresidenan. Dalam pengaturan itu ditentukan tentang otoritas politik, hak-hak dan kewajibannya, dan akuntabilitas.
Ketiga, reformasi administrasi negara. Seperti diketahui bersama, birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi yang menggurita. Mereka bukan hanya berada di lingkaran eksekutif seperti Sekretariat Negara, Departemen, Lembaga Non-departemen, dan BUMN, melainkan juga di lembaga perwakilan rakyat dan peradilan. Upaya awal sudah dilakukan, seperti transfer administrasi peradilan umum dari Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung, atau penentuan anggaran sendiri oleh lembaga perwakilan rakyat.
Namun banyak hal masih harus dilakukan dalam reformasi administrasi negara ini. Secara umum reformasi itu mencakup peran atau tugas sistem addministrasi negara antara lain guna melayani masyarakat secara aspiratif daripada melayani kepentingan sendiri melalui kolusi dengan dunia usaha dan nepotisme. Peran lain adalah memberi ruang pada masyarakat dan sektor swasta untuk berkembang dari bawah (bottom-up) dan di daerah (decentralization).

Bappenas, Dirjen Sospol Depdagri, Dephankam, misalnya telah mengalaminya.
Aspek lainnya adalah penataan kelembagaan, termasuk melakukan rasionalisasi lembaga dan personil. Hal ini memerlukan peninjauan ulang terhadap keberadaan dan fungsi berbagai macam lembaga sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan politik dewasa ini. Termasuk yang harus mengalami reformasi adalah proses dan tata-cara administrasi negara yang tidak berbelit-belit, transparan, memuaskan dan tidak korup.
Keempat, kultur dan etika birokrasi. Kultur keterbukaan, pelayanan yang cepat, dan etika pejabat harus ditingkatkan. Pelayanan yang lamban sudah menjadi ciri birokrasi kita (perhatikan layanan KTP, pemasangan saluran telepon baru atau air minum). Etika jabatan menyangkut hal-hal seperti larangan perangkapan jabatan, berkolusi, penerimaan uang pelicin dan lain-lain.
Kelima, masalah sumber daya manusia yang memerlukan rekruitmen berdasarkan kualitas dan profesionalisme, peningkatan pelatihan, promosi reguler berdasarkan merit system, dan meningkatnya kesejahteraan (bandingkan antara gaji guru dengan pejabat esselon, juga pegawai negeri sipil-militer dengan pegawai BUMN).
Keenam, pengawasan administrasi negara. Hal ini dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Pengawasan preventif melekat pada sistem administrasi negara yang bersangkutan, seperti kejelasan job description, pengawasan oleh atasan, dan secara umum berupa penyelenggaraan pemerintah berdasarkan prinsip-prinsip yang baik, yang harus diikuti atau diwujudkan dalam menghasilkan legislasi. Indonesia belum memiliki ketentuan hukum dalam hal ini. Sedangkan secara represif, pengawasan ini dapat berwatak politis, yaitu melalui DPR dan DPRD, maupun berwatak yudisial melalui peradilan adminastrasi yang terbatas pada keputusan konkret (beschikking).

Memang banyak hal yang harus diperbaiki. Peran legislatif dalam mengutamakan kepentingan publik harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan partai atau golongan. Pemahaman anggota (yang baru) mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur peradilan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ketidakpatuhan birokrasi dalam menjalankan putusan hakim juga menuntut pemberdayaan putusan peradilan administrasi.
Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju clean and the good governance, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.

Dengan demikian, prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan pusat menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai politik pelaksanaannya, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Dekonsentrasi wewenang administrative.Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Delegasi kepada penguasa otorita Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat. Devolusi kepada pemerintah daerah Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.


Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi di berbagai bidang antara lain :
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
Segi Sosial Budaya. Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini dari segi keamanan dan politik adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia.
Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Penerapan asas legalitas akan menunjang kepastian hukum dan kesamaan perlakuan. Penyelengggaraan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas yang berarti didasarkan undang-undang dalam praktiknya tidak memadai dikarenakan hukum masih terdapat kelemahan. Meski asas legalitas memiliki kelemahan namun tetap merupakan asas utama bagi setiap negara hukum.

C. Perubahan Sistem Birokrasi di Indonesia
Sejak jatuhnya era Orde Baru, reformasi dalam berbagai sektor pemerintahan mulai dilaksanakan. Bukan hanya pemisahan antara TNI dan POLRI tetapi juga berbagai lembaga pemerintahan juga mereformasi lembaganya masing masing. Tranparansi kinerja dan pelayanan terhadap publik yang dahulu terkesan alot dan sulit kini semakin dipermudah meskipun pada kenyataannya masih ada proses birokrasi yang dipersulit dan yang masih tertutup. Merubah tatanan birokrasi Indonesia tidaklah mudah. Memerlukan jangka waktu yang panjang dan lama untuk mengubah tatanan birokrasi yang alot, tertutup, menyulitkan dan buruk kinerjanya.
Saat ini, perubahan tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga tugas rakyat. Bersama-sama merubah tatanan birokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik untuk menjadikan proses administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia menganut sistem parlementer dimana negara ini memiliki seorang presiden sebagai kepala negara dan memiliki seorang perdana menteri untuk menjadi kepala pemerintahannya. Kemudian Indonesia merubah sistem pemerintahannya menjadi presidensial, yaitu negara yang dipimpin oleh seorang presiden yang sekaligus menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan bagi negaranya. Sistem ini berjalan hingga ada kesepakatan antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1949. Indonesia kembali merubah sistem pemerintahannya seperti pada saat awal kemerdekaan Indonesia yaitu sistem parlementer dan konstitusipun berubah menjadi UUD 1950 serta bentuk negara yang semula negara kesatuan juga berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang isinya kembali pada UUD 1945, maka Indonesia kembali menjadi negara kesatuan namun tetap dengan menggunakan konstitusi UUD 1945.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara hukum terutama di negara-negara hukum dengan sistem kontinental. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi ini menuntut setiap undang-undang agar mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat sebanyak mungkin dengan memperhatikan kepentingan rakyat.
Tranparansi kinerja dan pelayanan terhadap publik yang dahulu terkesan alot dan sulit kini semakin dipermudah meskipun pada kenyataannya masih ada proses birokrasi yang dipersulit dan yang masih tertutup.
Merubah tatanan birokrasi Indonesia tidaklah mudah. Memerlukan jangka waktu yang panjang dan lama untuk mengubah tatanan birokrasi yang alot, tertutup, menylitkan dan buruk kinerjanya.
B. Saran
Saat ini, perubahan pada sistem birokrasi tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga tugas rakyat. Bersama-sama merubah tatanan birokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik untuk menjadikan proses administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya. Berusaha menghilangkan citra buruk dan mempermudah alur birokrasi adalah kewajiban kita untuk membangun kembali sistem birokrasi yang baik.
Setiap sistem pemerintahan pasti memiliki kelemahan atau kekurangan. Hal ini biasa terjadi dalam sistem ketatanegaraan. Dalam mewujudkan tujuan nasional hendaknya ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah dengan rakyatnya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyatnya, maka akan terwujud tujuan nasional. Tujuan nasional merupakan suatu bentuk keinginan dari rakyat. Bagaimana menjalankan pemerintahan, bagaimana mewujudkan cita-cita rakyat, semua itu hanya dapat dilakukan bila ada suatu kerjasama yang baik dari pemerintah kepada rakyatnya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel