MAKALAH PERBANKAN SYARIAH DI ZAMAN RASULULLAH
Saturday, May 21, 2016
PERBANKAN SYARIAH DI ZAMAN
RASULULLAH
Secara umum, Bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga
fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan
jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah Di
dalam sejarah perekonomian kaum muslimin,
pembiayaan yang dilakukan
dengan akad yang
sesuai syariah telah menjadi
bagian dari tradisi
umat Islam sejak jaman Rasulullah saw.
Rasulullah
SAW yang dikenal
dengan julukan al-Amin,
dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada
saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra
untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.
Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para sahabat
di zaman Nabi SAW:
1.
Menerima Simpanan
Uang
2.
Memberikan
Pembiayaan
3.
Jasa Transfer
Uang
Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja.
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari
khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo)
yang diambil dari istilah qard.
Credit dalam bahasa
Inggris berarti meminjamkan uang;
credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih
berarti meminjamkan uang
atas dasar kepercayaan.
Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis:
cheque) yang diambil dari istilah saq
(suquq). Suquq dalam
bahasa Arab berarti
pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar[1]
PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN BANI UMAYYAHDAN BANI ABASIAH
Jelas
saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam,karena memang
institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa
Rasulullah,
Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah.Namun fungsi-fungsi
perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dantransfer dana telah
lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah.Di jaman Rasulullah
saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan olehperorangan, dan biasanya satu orang
hanya melakukan satu fungsi saja.Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga
fungsi perbankandilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang
dilakukan oleh satuindividu, dalam sejarah
Islam telah dikenal sejak zamanAbbasiyah.Perbankan mulai berkembang
pesat ketika beredar banyak jenismata uang pada zaman itu sehingga perlu
keahlian khusus untuk membedakan antara
satu mata uang dengan mata uang lainnya.Inidiperlukankarenasetiapmatauangmempunyai kandungan logam mulia yang
berlainansehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang
mempunyaikeahlian khusus inidisebut naqid,
sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata
uang (money changer).Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah
(661-680M) yangsebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada
masapemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang
ditugaskanmengumpulkan pajak tanah[2].
Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer
padapemerintahanMuqtadir
(908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankirsendiri. Misalnya,
Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahabsebagai bankirnya.
Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnuWahab menunjuk Ibrahim ibn
Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridimempunyai
tiga orangbankersekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.Kemajuan praktek
perbankan pada zaman itu ditandai denganberedarnya saq (cek) dengan luas
sebagai media pembayaran. Bahkan,peranan bankir telah meliputi tiga aspek,
yakni menerima deposit,menyalurkannya, dan
mentransfer uang.Dalam hal yang terakhir ini, uangdapat ditransfer dari
satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkanfisik uang tersebut. Para money changeryang telah mendirikan kantor-kantordi
banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transferuangdankegiatan
pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al-Dawlah
al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yangmenerbitkan cek untuk
keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo(Spanyol sekarang)[3].
PERBANKAN SYARIAH MODERN
Selanjutnya,
karena bunga ini secara fikih dikategorikan sebagai riba(dan karenanya haram),
maka mulai timbul usaha-usaha di sejumlah negaramuslim untuk mendirikan lembaga
alternatif terhadap bank yang ribawi ini. Halini terjadi terutama setelah
bangsa-bangsa muslim mendapatkan kemerdekaannyadari penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali
dilakukan di Malaysia padapertengahan tahun 40-an, namun usaha ini tidak
sukses.Selanjutnya, eksperimen lainnya dilakukan di Pakistan pada akhir
tahun50-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di
pedesaannegara itu.Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang
paling suksesdan inovatif di masa modern ini
dilakukan di Mesir pada tahun1963, denganberdirinya Mit Ghamr Local Saving
Bank.Bankini mendapat sambutan yangcukup hangat di Mesir, terutama darikalangan
petani dan masyarakatpedesaan.
sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bankof
Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967.Pengambilalihan inimenyebabkan
prinsipnirbunga pada Mit Ghamr mulai
ditinggalkan, sehingga bank ini kembaliberoperasi berdasarkan bunga. Pada 1971
akhirnya konsep nir-bunga kembalidibangkitkan pada masa rezim Sadat melalui
pendirian Nasser Social Bank.Tujuan bank ini adalah untuk menjalankan kembali
bisnis yang berdasarkankonsep yang telah dipraktekkan oleh Mit Ghamr.Kesuksesan
Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruhdunia, sehingga timbullahkesadaran bahwa
prinsip-prinsip Islam ternyatamasih dapat diaplikasikan dalam bisnis
modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk,serangkaian konferensi internasional
mulai dilangsungkan, di mana salahsatu
agenda ekonominya adalah pendirian bank Islam.AkhirnyaterbentuklahIslamic
Development Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri.Bank ini menyediakan
bantuan finansialuntuk pembangunan
negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan bank
Islam di negaranya masing-masing, dan memainkan perananpenting dalam penelitian
ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam.Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab
Saudi itu telah memiliki lebih dari 43negara anggota.Pada perkembangan
selanjutnya di era 70-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam mulai
menyebar ke banyak negara. Beberapa negaraseperti Pakistan, Iran dan Sudan,
bahkan mengubah seluruh sistem keuangandi
negara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua lembaga keuangandi
negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islamlainnya
seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasiberdampingan dengan
bank- bank konvensional.Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan
yang cukuppesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negara- negara
Barat.The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni
padatahun 1983 diDenmark. Kini, bank-bank besar dari negara-negara Barat
seperti Citibank, ANZ
8Bank,
Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamicwindow agar
dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariatIslam.Gambar di
bawah ini memberikan peta singkat evolusi kegiatan perbankanyang dipraktekkan oleh masyarakat muslim sepanjang
sejarah.Jadi dari segiproses evolusi, embrio kegiatan perbankan dalam
masyarakat Islam dilakukanoleh seorang individu untuk satu fungsi perbankan.
Kemudian berkembangprofesi jihbiz, yaitu seorang individu melakukan ketiga
fungsi perbankan. Lalukegiatan tersebut diadopsi oleh masyarakat Eropa abad
pertengahan, danpengelola- annya dilakukan oleh institusi, namun kegiatannya
mulaidilakukan dengan basis bunga[4].
Karena mundurnya peradaban umat muslim danpenjajahan bangsa-bangsa Barat
terhadap negara-negara muslim, maka evolusipraktek
perbankan yang sesuai syariah sempat terhenti beberapa abad.Barupada
abad 20 ketika bangsa muslim mulai merdeka, terbentuklah bank syariah
modern di sejumlah negara dan insya Allah akan terus mengalamiperkembangan.

PERKEMBANGAN
BANK SYARIAH DI INDONESIA
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada
tahun1992adalah BankMuamalat.Walaupun perkembangannya agak terlambat biladibandingkan dengan negara-negara
Muslim lainnya, perbankan syariah diIndonesia
akan terus berkembang.Bila padatahun 1992-1998 hanya ada satuunit bank
syariah di Indonesia, maka pada 1999 jumlahnya bertambah menjaditiga unit. Pada
tahun 2000, bank syariah maupun bank konvensional yangmembuka unit usaha syariah telah meningkat menjadi 6 unit.Sedangkan jumlah
BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai 86 unit danmasih akan bertambah. Di tahun-tahun mendatang,
jumlah bank syariah iniakanterus meningkat seiring dengan masuknya
pemain-pemain baru,bertambahnya jumlah kantor cabang bank syariah
yang sudah ada, maupun dengandibukanya Islamic window di bank-bank
konvensional.Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting,diproyeksikan
bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar2850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh
356.25 % tiap tahunnya.Sebuahpertumbuhan aset yang sangat mengesankan.
Tumbuh kembangnya asetbank syariah ini dikarenakan adanya kepastian di sisi
regulasi sertaberkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank
syariah.Perkembanganperbankansyariah ini
tentunya juga harus didukung olehsumber daya insani yang memadai, baik
dari segi kualitas maupunkuantitasnya. Namun realitas yang ada menunjukkan
bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di
institusi syariah tidak memiliki
pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking.
Tentunyakondisi ini
cukupsignifikan mempengaruhi produktifitas dan profesionalismeperbankan syariah
itu sendiri. Dan inilah memang yang harus mendapatkanperhatian dari kita semua, yakni
mencetak sumber daya insani yangmampumengamalkan
ekonomi syariah di semua lini. Karena sistem yang baik tidak
mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insaniyang baik
pula.
Ide untuk mendirikan Bank yang menggunakan prinsip bagi
hasil sudah muncul sejak 1970-an. Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional
hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional
yang dilaksanakan oleh Lembaga Study Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan
Yayasan Bhinika Tunggal Ika pada 1976. Setelah diadakan penelitian yang
mendalam, usaha untuk mendirikan bank syariah sedikit ada kendala, yaitu tidak
ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang operasionalnya yang memakai
prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioperasikan bank syariah itu, maka tidak
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbangkan
yang berlaku pada waktu itu. Selain hambatan ini lahirnya bank syariah ini
dianggap sementara oleh pihak ada keterkaitan dengan faktor idiologi yang
dianggapnya bagian dari konsep negara islam.
Pada 1998 gagasan mengenai bank syariah muncul lagi dengan
gagasan ini muncul karena pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
(PAKTO) yang berisi liberalisasidi Indonesia. Setelah adanya rekomendasi
lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal
19-22 Agustus 1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlansung di Hotel
Sahid Jaya, Jakarta pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas MUI ini
ddibentulah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil
kerja dari kelompok ini adalah dibentuknya PT. Bank Muamalah Indonesia dengan
ditanda tangani akta pendiriannya pada 1 November 1991 dengan total modal awal
sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana ini berasal dari presiden dan wakil
presiden, juga dari 10 Menteri Kabinet Pembangunan V, Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila, Yayasan Dakab, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharmais, Yayasan Purna
Bhakti Pratiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Pada 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia
mulai beroperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Rivai Veithzal & Arifin Arvian,
Islamic Banking, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2010.
Ø Manan Abdul, Hukum Ekonomi Syriah,
Kharisma Putra Utama, Jakarta, 2012.
Ø Mustafa Embong, 2008. Fokus
SuperPendididkan Islam, Pelangi Sdn.Bhd.
[1] http://hitamkelam-budaksundaoke.blogspot.com/2010/11/mudhorobah-klasik-dan-penerapan-di-bank.html
[2] Adiwarman Karim,
Bank Islam: Ananlisi Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja grafindo Persada,
2010),hlm. 20
[4] Veithzal Rivai & Arvian Arifin, Islamic Banking,
PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2010 hal 132.
[5] Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islm, UIN Malang
Press, Malang, 2009, hal 131.