Makalah KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Wednesday, March 27, 2013
Makalah KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan
keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang
dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari.
Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan
menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan
tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan
yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan
untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,
unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor
fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja
seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang
tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita
kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan
dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana
mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
1.
Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2.
Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
3.
Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja
4.
Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang
terkait dengan pekerjaan. Kesehatan
adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum.
5.
Menurut Ridley, John (1983),
mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
6.
Jackson, menjelaskan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi
fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan
kerja yang disediakan oleh perusahaan.
7.
Ditinjau dari sudut keilmuan,
kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).
Setelah melihat berbagai
pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perindungan
dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun
emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi
berbicara mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu membicarakan
masalah keamanan fisik dari para pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan
pihak.
B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan bagian yang sangat penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu,
dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan
kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril
kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan
agama”. Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara lain:
a.
Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang
berada dalam wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).
b.
Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
·
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
·
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
·
Mencegah dan mengurangi peledakan
·
Memberi pertolongan pada kecelakaan
·
Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
·
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
·
Memelihara kesehatan dan ketertiban
·
dll (Pasal 3 dan 4).
c.
Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, “direktur melakukan
pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas
dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap
ditaatinya undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d.
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi yang efektif dari pengusaha atau pengurus tenaga kerja untuk
melaksanakan tugas bersama dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja untuk
melancarkan produksi. (Pasal 10).
e.
Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1).
(Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13
Tahun 2003 diatur pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas:
a.
Keselamatan kerja
b.
Moral dan kesusilaan
c.
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan keselamatan
kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
a.
Memberikan bantuan kepada
tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan pekerjaanya.
b.
Melindungi tenaga kerja
terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan
kerja.
c.
Meningkatkan kesehatan badan,
kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga kerja.
d.
Memberikan pengobatan dan
perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah
tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak
melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak khawatir
akan ancaman yang mungkin menimpa mereka. Selain itu akan dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas nasional. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi
nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua pihak. Kerugian tersebut
diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya jam kerja selama
terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin dan alat
kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
dan seefektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, maka
di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan dan
keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus
perusahaan secara bersama-sama dengan seluruh tenaga kerja serta petugas
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Petugas
tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan dan
keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban
menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua
alat pengaman diri yang harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan
pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang telah dipekerjakan, pengusaha wajib
memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala, menyediakan secara
cuma-cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya di tempat
kerja dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker
setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan keberatan
bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan kesehatan kerjanya
tidak layak. Tetapi pekerja juga memiliki kewajiban untuk memakai alat
perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada di tempat kerja guna
mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud.
C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi
1. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja
bertalian dengan apa yang disebut dengan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja
adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan
karena faktor melakukan pekerjaan. (Suma’mur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga
diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian
yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses
aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142). Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat
potensial jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya. Jika
kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya nyata. (Suma’mur, 1981:
5).
Lalu Husni secara lebih jauh
mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
a.
Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan
tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.
b.
Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat
dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan
kecelakaan kerja.
c.
Faktor sumber bahaya, meliputi:
· Perbuatan
bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak
memakai alat pelindung diri.
· Kondisi/keadaan
bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang
membahayakan.
d.
Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi,
pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut,
Suma’mur menyederhanakan faktor penyebab kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:
a. Tindak perbuatan
manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
human act atau human error).
b.
Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Suma’mur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab kecelakaan
kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat menemukan cara
yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak aman
tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat peralatan keselamatan
dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting, atau
memasangi kembali, memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya secara
tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi, menempatkan,
mencampur, dan mengkombinasikan material, berada pada posisi tidak aman di
bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan cara yang tidak benar,
pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian.
Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan
pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta
menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non ekonomis adalah
penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera dan cacat
fisik.
Suma’mur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja
dengan 5K yaitu:
a.
Kerusakan
b.
Kekacauan organisasi
c.
Keluhan dan kesedihan
d.
Kelainan dan cacat
e.
Kematian
2. Contoh Kasus
Kecelakaan Kerja
Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air
Panas
Cilacap–Empat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi
PT Darma Pala Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas
setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu pekerja lainnya selamat namun
mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat operator kran tidak tahu masih
ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi insiden
ini.
Peristiwa tragis di pabrik
gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang ada di komplek Pelabuhan Tanjung
Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5
pekerja tengah membersihkan bagian dalam tangki gula kristal di pabrik
tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di atas dan mengarah kedalam tangki
mengeluarkan air panas yang diperkirakan mencapai 400 derajat Celsius.
Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya tewas seketika dengan kondisi
mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas
semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono, Puji Sutrisno dan Kasito.
Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil menyelamatkan diri, namun
mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan
pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam tangki setelah tombol kran dibuka
oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui jika
pekerjaan didalam tangki tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum
diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja tersebut, karena semua
pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha menghindar saat ditemui
wartawan. Sementara polisi juga belum mau memberikan keterangan atas musibah tersebut.
(Nanang Anna Nur/Sup).
Analisis Kasus
Jika ditinjau
dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan
terletak pada operator kran. Menanggapi kecelakaan yang telah menewaskan empat
orang tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih hati-hati serta
teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula krsital tersebut
telah kosong serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan
kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki tangki seharusnya
juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya kecelakaan
kerja.
Kemudian
penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen dalam
bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem
manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat ini
menyadari alat ini memiliki risiko yang besar untuk menghasilkan loss atau
kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa dilakukan adalah dengan
meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut sehingga operator kran dapat
memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak ada orang. Kemudian, apabila
teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di sana, maka pada tangki
tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana apabila di dalam tangki
masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah lampu yang menyala yang
mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang atau benda asing.
Kemudian
apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi kecelakaan,
inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini
tentu untuk meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta keselamatan
pada perusahaan tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang tepat serta
menurunkan faktor risiko pada kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya sikap dari
pihak perusahaan yang menutup-nutupi kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat
menghambat berjalannya investigasi tersebut. Perusahaan tidak akan dapat mengambil
pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti kecelakaan semacam ini masih
memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali terjadi, baik pada
perusahaan yang sama maupun pada perusahaan sejenisnya.
3. Solusi Mengatasi
Kecelakaan Kerja
Ada beberapa solusi yang dapat
digunakan untuk mencegah atau mengurangi resiko dari adanya kecelakaan kerja.
Salah satunya adalah pengusaha membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk menyusun program keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi
ruang lingkup tugas panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja,
pakaian kerja, alat pelindung diri dan lingkungan kerja.
a.
Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah
timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di dalamnya.
Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
dapat dihindarkan dari gangguan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang berlalu
lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang dipergunakan untuk lalu lalang juga
harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau kuning dan tidak boleh
dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada tempatnya.
Kaleng-kaleng
yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat yang tidak beresiko kebocoran.
Jika perusahaan yang bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka
faktor penglihatan dan sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan
b.
Pakaian kerja sebaiknya tidak
terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian yang terlalu longgar
dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri dengan mesin atau
lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga akan sangat
membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga akan
beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin di dekat mesin yang bermagnet
juga sebaiknya dihindari.
c.
Alat pelindung diri dapat
berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk
menghindari atau mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang enggan
memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru mengganggu
aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak menyediakan alat
pelindung diri tersebut.
d.
Lingkungan kerja meliputi
faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara yang baik dalam suatu ruangan
kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja. Kadar udara tidak boleh
terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi dan AC juga harus diperhatikan
termasuk sirkulasi pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu ruang kerja. Untuk
mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi
dengan peredam suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang
kerja disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. (Slamet Saksono,
1988: 104-111).
Untuk kasus seperti yang terjadi
pada pabrik gula di atas, ada beberapa alternatif pencegahan selain yang tadi
telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat berupa:
a.
Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki
standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,
konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b.
Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat
dipatuhi.
c.
Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri
bahan yang berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya.
Berilah tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut
dan letakkan di tempat yang aman.
d.
Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan
keselamatan kerja pada karyawan.
e.
Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam
asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).
D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak
dapat kita pungkiri begitu banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di
Indonesia. Mulai dari perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai
perusahaan yang telah mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan
diwajibkan untuk memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan
kerja kepada setiap pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas
perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk perundang-undangan
dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan untuk melindungi hak-hak
pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja mereka. Beberapa perusahaan
yang ada sebagian juga telah memiliki standar keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menjelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja. Undang-Undang tersebut berawal dari UU Nomor
1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut
menjelaskan pentingnya keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia.
Implementasinya diberlakukan di tempat kerja yang menggunakan peralatan
berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), pekerjaan konstruksi,
perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor pekerjaan lainnya yang
diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu upaya dalam
mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3 (Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya integratif
yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga
para pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu diawasi dalam
proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan bisa menekan
angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
menghasilkan angka zero accident yang memang merupakan tujuan dilaksanakannya
SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang memilki pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-perusahaan yang ternyata
memang belum memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja.
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya mewujudkan
kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah :
1. Kebijakan, Hukum, dan
Peraturan
a. Undang-undang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana terlihat
pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam Lampiran II.
Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1/ 1970
tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan
menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai
kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan
supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa
membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat
mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan
tenaga kerja.
b. Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah
memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem
manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi.
Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap
perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses
atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan
kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk
mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat
sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-kurangnya 60
persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.
c. Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina K3
dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3 dan
pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang mempekerjakan
lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan mendaftarkannya pada
kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada kenyataannya masih ada banyak
perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang belum membentuk komite K3, dan
kalau pun sudah, komite tersebut sering kali tidak berfungsi sebagaimana
seharusnya.
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut
mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i)
kecelakaan kerja [JKK],
(ii)
hari tua [JHT],
(iii)
kematian [JK], dan
(iv)
perawatan kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang
mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1 juta
rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas manfaat/
jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan
perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi,
dan (iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan kematian.
e. Konvensi-konvensi ILO yang
berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi ILO
yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang Higiene
(Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah
meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang semuanya
berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar
70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang
terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya,
dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas
Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya
tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum
pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di
sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)
2. Penegakan Hukum
Pemerintah
Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3 kemudian membentuk
lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma
K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi keselamatan kerja telah
didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk pengawasan tersebut telah
dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di Direktorat Jenderal
Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400 pengawas dilibatkan
dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar 400 pengawas
ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan pengawasan K3 di bawah
yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
Pelayanan
kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah
Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi
Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii)
Unit Administrasi.
Pusat ini sudah
menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja untuk melaksanakan upaya
nasional. K3 merupakan salah satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat
2010, yang merupakan kebijakan Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia
Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan
pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan
masyarakat .
c. Dewan Tripartit National
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional
(DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada tahun 1982 sebagai badan tripartit
untuk memberikan rekomendasi dan nasihat kepada Pemerintah di tingkat nasional.
Anggota Dewan ini terdiri dari semua instansi pemerintah yang terkait dengan
K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja dan organisasi profesi. Tugasnya adalah
mengumpulkan dan menganalisa data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu
DEPNAKERTRANS dalam membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan
kegiatan-kegiatan penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan
dan pendidikan. Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan
sekurangkurangnya 27 lokakarya dan seminar mengenai berbagai subyek di
sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah menerbitkan sejumlah buku dan
majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita yang
berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum bisa
berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai pihak
baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental
maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi
kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik
pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan
perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan
keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya
nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak.
Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan
produktivitas nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta
: Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The
Pacific Manila Philippines
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, &
Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.
Sumber Internet:
http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/
Makalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan
Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga
kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan
bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara
yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat
pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik.
Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban
dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan
dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga
kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja
guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang
produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu,
masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan
yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan,
ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat
dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak,
peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang
baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti
latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan
pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya
terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya
satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2. Faktor
- faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri
mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan
kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko
yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk
seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya
sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah
ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang
kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan
untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja
adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang
melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan
tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya
dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan
bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor
kecelakaan tersendiri.
3. Masalah
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja.
Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan
kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit
ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
a) Kapasitas
Kerja
Status kesehatan
masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa
hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk
bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan
kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh
petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban
Kerja
Sebagai pemberi
jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam
sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut
adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah
dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan.
Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c) Lingkungan
Kerja
Lingkungan kerja
bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan,
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti
Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis
tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau
keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan
dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus
pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah
dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan
secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat
dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor
pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan
kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan
tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan
kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan.
Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap
pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya
komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh
karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua
faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti
Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis
tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau
keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan
dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat
Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis
Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten
Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k. Dokter
Gigi
l.
Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi
Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis
Wicara dan
p. Okupasi
Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani
Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara
maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari
bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan
keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita
harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri
kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut
rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi
apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga
kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi
persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah
sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap
kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran
okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah
sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi
utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan
materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah
menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah
yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang
professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU
No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok
meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan
(Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan
dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit
pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi
dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan
dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan
Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut
ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Anamnese umumüPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a.
Anamnese pekerjaan
b.
Penyakit yang pernah diderita
c.
Alrergi
d.
Imunisasi yang pernah didapat
e.
Pemeriksaan badan
f.
Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-
Tuberkulin test
-
Psiko test
2. Pemeriksaan
Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan
Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan
pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja
atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah
menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat
kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan
kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi
(lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan
keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan
tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Poerwanto,
Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi,
Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur
.1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur
.1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung
Agung, 1985
-------------------,1990.
Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina
Peran Masyarakat Depkes RT.