Sejarah Islam dan Peradaban islam pada masa disanti umayyah
Friday, October 19, 2012
TA
PENGANTAR
Alhamdulillah, bahwa hanya dangan petunjuk
dan hidayah-Nya sajalah makalah ini bisa selesai dan bisa terwujud sehingga
sampai dihadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya memberikan sumbangan
yang berarti bagi perkembangan bagi para pembaca pada masa sekarang dan yang
akan datang.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai semakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang dengan Mengetahui Sejarah Indonesia mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan Siswa maupun dikalangan Umum.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai semakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang dengan Mengetahui Sejarah Indonesia mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan Siswa maupun dikalangan Umum.
Semoga Makalah yang berjudul “Sejarah Islam dan Peradaban islam pada masa
disanti uamyyah” akan bisa berguna bagi teman teman dan masyarakat umum
nya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………i
DAFTAR ISI …………………………………………ii
1.
BAB I
a.
Pendahuluan …………………………………………1
b.
Latarbelakang
…………………………………………1
c.
Tujuan
masalah …………………………………………2
2.
BAB II
a.
Berdirinya
Dinasti Umayyah …………………………………………3
b.
Masa
Keemasan Dinasti Umayyah …………………………………………4
c.
Harokah
Ilmiyyah …………………………………………4
d.
Keruntuhan
Bani Umayyah …………………………………………8
3.
BAB III
a.
Penutup …………………………………………12
b.
Kesimpulan …………………………………………12
c.
Saran …………………………………………12
4.
Daftar Pustaka …………………………………………14
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATARBELAKANG
Sepeninggal Ali bin Abu
Thalib, gubernur Syam tampil sebagai
penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan Bani
Umayah. Keberhasilan Muawiyah dalam meraih jabatan khalifah dan membangun
pemerintahan Bani Umayah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi di
Shiffin dan terbunuhnya Khalifah Ali saja, melainkan merupakan hasil akhir dari
peristiwa-peristiwa politik yang dihadapinya dan karir politiknya yang cukup
cemerlang.
Jika dirunut secara kronologis,
keberhasilan Muawiyah dilatar-belakangi oleh beberapa faktor dan peristiwa
politik sebagai berikut.
Pertama, sejak masa kekhalifahan Umar bin
al-Khattab, kepribadian dan kematangan karir politiknya sudah nampak. Pada masa
itu, ia diangkat menjadi gubernur Syam menggantikan Abu Ubaidah dan saudaranya,
Yazid bin Muawiyah, yang meninggal dunia akibat serangan wabah penyakit yang
sangat ganas. Dengan usianya yang masih muda, dia adalah politikus
berpengalaman, dia tahu segala liku-liku persoalan. Karena itu, kedudukan
Muawiyah sebagai gubernur ini terus bertahan hingga kekhalifahan Usman bin
Affan dan awal kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.
Kedua, pada awal pemerintahan Ali bin Abu Thalib,
Muawiyah diminta untuk meletakkan jabatan, tetapi ia menolaknya. Bahkan ia
tidak mengakui kekhalifahan Ali dan memanfaatkan peristiwa berdarah yang
menimpa Usman bin Affan untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali dengan
membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi
pembunuhan Usman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang
sesungguhnya.
Ketiga, desakan Muawiyah tersebut mengakibatkan
terjadinya pertempuran sengit antara pihaknya dan pihak Ali sebagai khalifah di
kota tua Shiffin yang berakhir dengan proses tahkim (arbitrase) pada tahun 37
H.
Dengan catatan kronologi di atas,
Muawiyah pun mampu mengambil alih kuasa kekhalifahan dari tangan pendukung Ali
dengan langkah-langkah yang menunjukkan bahwa dia-lah politikus hebat, cakap,
dan berpengalaman. Meskipun tak bisa dipungkiri juga akan segala modus
kelicikan yang beliau lakukan demi sebuah tampuk kepemimpinan.
II.
TUJUAN
MASALAH
a. Mengetahui sejarah berdirinya Dinasti umayyah
b. Masa keemasan Dinasti Umayyah
c. Mengetahui Harokah
d. Masa Kemunduran Dinasti Umayyah
e.
Kesimpulan
dan pelajaran yang di dapati
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Berdirinya
Dinasti Umayyah
Dinasti Umayah mengambil nama
keturunan dari Umayah ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf .
Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian
sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah
(661-68),Yazid I (680-683), Muawiyah dua(683), Marwan(683-685), Abdul malik(685
-705), al Walid I(705 -715),
Sulaiman (715 -717), Umar II(717- 720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743),
Yazid III(744), Ibrahim (744), dan Marwan II (744- 750 M).
Semasa kepemimpinan muawiyah peta
Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni, Kandahar, Balakh, bahkan sampai
kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah Ibn Nafi’ menaklukan
Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid
bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan corak Republik
menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan corak
pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti
Umayah. Ialah yang pertama memunculkan jurang antara Arab dan Mawalli. Ia pula
yang pertama kali menerapkan Diwan Al-Khatim dan Diwan Al-Barid. Diwan-diwan
itu kemudian berkembang maju pada masa Abdul Malik. Di bawah kepala dinas pos
ini, ia juga bangun pos-pos pemeriksaan supaya mudah mengontrol gerak musuh.[1]
Namun tak bisa dipungkiri bahwa
pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali mendapatkan kecaman yang
timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui akan berdirinya
Dinasti tersebut. Karena, dikatakan bahwa Muawiyah merebut kekuasaan atas jalan
yang licik dan kotor. Tapi, meskipun demikian beliau masih saja tegar dalam
menghadapi perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat.
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara
islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan
islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun
demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan
perhatian pada kebudayaan arab.[2]
Kita bisa lihat pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman,
sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di
seluruh negri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Dalam
pada itu, orang-orang non arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai
menggunakan bahasa Arab. Perhatian bahasa Arab dimulai diberikan
untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada
syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
Bidang pembangunan fisik pun tidak luput dari perhatian para khalifah bani
umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini
gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan,
sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan Basrah di Iraq.[3]
Di masa Umar bin Abdul Aziz pun, sering diundang para ulama dan fuqaha untuk mengkaji ilmu di dalam majelisnya. Pada masa
beliau dilarang mencaci lawan politik dalam khutbah. Bidang keagamaan berjalan
karena besarnya motivasi keagamaan pada masa itu, bidang filsafat berjalan
karena umat Islam pada akhir Bani Umayyah terpaksa menggunakannya dalam
perdebatan dengan kaum Yahudi dan Nasrani serta diantara sesama penganut Islam.
C. Harokah Ilmiyyah ( Kemajuan dibidang keilmuan )
Sistem
Politik Dan Perluasan Wilayah
Dijaman Muawiyah,
Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah
Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya
melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke
timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik,
dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan
islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H /
663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah
Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun
44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M
para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan
daerah Punjab sampai ke Maitan.
Ekspansi kebarat
secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik
(705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di
Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah,
dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu
juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa
pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai
dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M.
Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin
pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko
dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama
Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian
Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota
Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota
lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang
baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah
pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya,
dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar Ibn
Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan.
Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif,
menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan
sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi
dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima
zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai
salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan
islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese
mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan
Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai
kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa
pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh
hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz
terhitung pendek.
Dijaman Hasyim Ibn
Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya
perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota
Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam
berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan
pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman
Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours,
Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H /
732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan
Eropa.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah
kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol,
Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil,
Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan
Kilgis di Asia Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan
yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan
pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd
Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para
penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk
membukukan Hadits.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai
dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap
stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika
dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah
Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi
dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali
dan berkelanjutan.
Sistem
Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat
pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya
yaitu:
- Dalam bidang pertanian
Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau
telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
- Dalam bidang industri
pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi
Umayyah.
B.
Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan
dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun
terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan
rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan
oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah
dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara
lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan
negara yang dipergunakan untuk:
- Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
- Pembangunan pertanian,
termasuk irigasi.
- Biaya orang-orang hukuman
dan tawanan perang
- Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani
Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah
pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk
lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim
(Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya.
Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu
kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim
dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan
atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada
masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti
pembangunan di berbagai bidang, seperti:
- Muawiyah mendirikan Dinas
pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya
disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
- Lambang kerajaan
sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada
masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu
menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
- Arsitektur semacam seni
yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah
yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock”
(Gubah As-Sakharah).
- Pembuatan mata uang
dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri
islam.
- Pembuatan panti Asuhan
untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang
infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
- Pengembangan angkatan
laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan
mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu
berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd
Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam.
Kemajuan
Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling
menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam
system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak
mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka
memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki,
dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer
Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik
dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani
Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar
formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan
pejalan kaki dan angkatan laut.[4]
1. Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan
Dinasti Umayah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibarengi
dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam
keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya
para khalifah yang memimpin. Di antara empat belas khalifah yang ada, hanya
beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan
stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri
di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan
sebagainya.
Situasi semacam ini pun
mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima
yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.
2.
Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi
meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat Umar II berkuasa dengan
kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang
memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut
mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa
pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas
mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan
Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari awal. Setelah
Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti
Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk
mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka
memproklamirkan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya
yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pucuk gerakan diambil alih
oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat
bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.
Abbasyiah berkewajiban untuk menundukkan dua
kekuasaan Bani Umayah yang besar, yang satu dipimpin oleh Marwan bin Muhammad
dan satu lagi oleh Yazid bin Umar bin Hubairah yang berpusat di Wasit.[5]
Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah
Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.[6]
As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan
untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin
tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur
dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan
Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
Setelah kekalahan itu, Marwan pun tak kuasa lagi menyusun kekuatan, sehingga
negeri Syam pun satu demi satu jatuh ke tangan Abbasyiah. Ketika Syam
ditaklukkan, Marwan melarikan diri ke Palestina dan berujung pada mautnya di
daratan Mesir. Marwan tewas dipenggal kepalanya oleh pasukan Abbasyiah lalu
dibawanya ke hadapan Khalifah Abu Abbas as-Saffah lantas bersujud.
Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah
pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat
itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di
tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan
oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran
tersebut dan disahkan oleh as-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid
dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani
menuliskan sesuatu kepada as-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah
itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.
E. Komparasi al-Khulafa’ al-Rasyidun dan Dinasti Umayah
Berikut ini hal-hal yang
membedakan masa kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun dan khalifah-khalifah
dinasti umayah. Namun, khusus dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar II, berbeda
dengan khalifah-khalifah dari Dinasti Umayah yang lain. Berikut ini beberapa
perbandingan tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun system pemerintahan dijalankan atas dasar al-Qur’an,
hadits, dan ijma’, sedangkan pada masa Dinasti Umayah dalam menjalankan roda
pemerintahan, perintah khalifah segala-galanya dan harus dipatuhi.
2. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun, khalifah menganggap sebagai pelayan masyarakat,
sedangkan para khalifah dinasti umayah, menganggap diri mereka sebagai
penguasa.
3. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun bertahan karena dukungan rakyat, sedangkan dinasti
umayah para khalifah bertahan dengan kekuatan.
4. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun tidak ada satu sukuyang berkuasa terus menerus, sedang
pada masa dinasti umayah dalam kekhalifahan hanya merekalah yang menguasai.
5. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun hak berbicara dijamin dan rakyat dapat langsung
menghadap khalifah, sedangkan pada masa dinasti umayah hak bicara rakyat
ditekan dan jika rakyat menghadap khalifahharus melewati perantara yang disebut
hajib.
6. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun system demokrasi berjalan sedang pada masa dinasti
umayah suara rakyat tidak dihiraukan.
7. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun tidak memiliki hak terhadap bait al-mal, sedang pada
masa dinasti umayah bait al-mal menjadi miliki khalifah sendiri.
8. Pada masa
al-khulafa al-Rasyidun, pengaruh jahiliyyah berkurang, sementara pada masa
dinasti umayah betambah.[7]
Berpijak dari perbandingan di
atas, maka jelaslah bagaimana corak jalannya pemerintahan Dinasti Umayah. Track
record Dinasti Umayah tidak sebaik catatan pemerintahan Khulafaur-Rasyidin.
Pemerintahan Dinasti Umayah lebih banyak diwarnai dengan noda darah yang
terhunus sayatan pedang pasukan Umayah yang tak mencerminkan sama sekali
beragama Islam. Kebijakan yang diambil dan diterapkan hanya menjadi tameng
kekuasaan yang menuntut keabsolutan. Memang, karenanya banyak sekali
pemberontakan yang diselesaikan dengan tuntas, namun sejarah tetap mancatat
akan ketidaksehatan pemerintahan yang dijalankan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan latar belakang keluarga
Umayah yang sangat lihai dalam urusan politik pada masa jahiliyah, keberadaan
Muawiyah sebagai khalifah peertama Dinasti Umayah di tengah-tengah masyarakat
muslim kala itu sangatlah banyak menuai berbagai kecaman dari berbagai kalangan
di bawahnya.
Beberapa golongan dengan
terang-terangan menentang dan tidak mengakui kedaulatan Bani Umayah ini
sebagai kedaulatan yang Islami.
Hal itu terbukti dengan kinerja
Muawiyah dalam membangun Dinastinya yang mendiskreditkan keberadaan Syiah
(pengikut Ali), dengan mengambil sebuah tindakan untuk membunuh mereka semua,
sekalipun masih dicurigai. Ditambah lagi dengan ulah khalifah penerusnya yang
kebanyakan tak bermoral.
Terhitung hanyalah beberapa
khalifah saja yang berkompeten dalam memangku jabatan khalifah yang disematkan
kepada mereka. Dengan kecakapan, kepandaian, dan kepiawaian mereka dalam
memimpin, mereka mampu menghadirkan berbagai kemajuan dengan sebuah pencapaian
gemilang yang sangat berarti bagi perkembangan Islam waktu itu.
Namun, sikap amoral yang
ditunjukan oleh khalifah-khalifah yang tak bertanggung jawab dalam mengemban
amanat, membuat kedaulatan Bani Umayah berada pada ambang kehancuran. Ketidak
sigapan sistem keamanan menangkal intervensi luar, memudahkan berbagai
serangkaian usaha untuk melancarkan kudeta. Sampai akhirnya Dinasti
Umayah pun jatuh ditumpas Abbasyiah.
B. Hikmah
Berpijak dari kesimpulan di atas, maka seyogianya kita mampu mengambil
pelajaran yang sarat dengan nilai luhur keislaman dengan mencamkan pada diri
kita bahwa jabatan yang besar dan tinggi yang tersemat pada diri kita,
hendaknya kita mampu mensikapinya sebagai amanat yang kelak akan
dipertanggungjawabkan. Bukan sebagai sarana atau fasilitas kepuasan hawa nafsu.
Kita sendiri bisa melihat, bagaimana kedigdayaan Dinasti Umayyah runtuh karena
penyalahgunaan jabatan pemerintahan. Sebagian khalifah, wazir, dan jajarannya
yang gemar berfoya-foya, lalai dalam bertugas, bahkan tidak memerdulikan lagi
nasib rakyatnya. Akibatnya mereka pun hancur diserang pasukan yang selalu fokus
dan siap dalam kobaran semangat yang membara untuk menghancurkannya.
Oleh karena itu, cukuplah sejarah menjadi sumber ibrah bagi kita untuk
memperbaiki kualitas kehidupan dalam nuansa Islam yang senantiasa menaungi
kita. Tidak perlu ada lagi pemimpin yang bersikap dan berlaku amoral yang hanya
akan menjadi penyebab kehancuran suatu bangsa dan kaum.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah
Islam. Jakarta: Akbar, 2007.
Jaelani, Bisri M., Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji
Pustaka, 2007.
Karim, M. Abdul,
Islam di Asia Tengah. Yogyakarta: Bagaskara, tidak ada tahun.
Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam III. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1997.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT. Rajafindo Persada, 2008.