Makalah Kedudukan Perempuan dalam Islam
Monday, October 17, 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Peran
dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap zaman. Peran dan kedudukan
perempuan sangat dipengaruhi oleh
pandangan masyarakat terhadap perempuan. Setidaknya ada tiga pandangan masyarakat
terhadap perempuan yang terbagi atas tiga fase yaitu fase menghinakan, fase
mendewakan, fase menyamaratakan ( Alfan, tanpa tahun: 10)
Pada
fase menghinakan perempuan dianggap seperti hewan bahkan lebih rendah.
Perempuan dianggap menjijikkan, hina dan diperjualbelikan di toko, pasar-pasar,
dan warung-warung. Perempuan dianggap pelayan laki-laki. Pada fase mendewakan
perempuan dipuja-puja, dimuliakan tetapi untuk memuaskan hawa nafsu berahi kaum
lelaki. Pada fase menyamaratakan wanita diberi kebebasan seluas-luasnya tanpa
terikat pada batasan baik norma adat maupun agama. Wanita harus memiliki hak
dan peran yang sama dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan.
Dalam
kenyataan perempuan berbeda dengan laki-laki terutama dalam struktur
anatominya. Secara fisik perempuan dan laki-laki berbeda. Secara biologis
perempuan dilengkapi dengan alat-alat reproduksi sehingga dapat berperan
sebagai ibu mampu mengandung dan melahirkan anak, sedangkan laki-laki tidak
memiliki potensi untuk itu.
Dengan
perbedaan ini tentunya perempuan dan laki-laki memilki kedudukan dan tugas atau
peran yang saling melengkapi. Oleh karena itulah penulis mencoba mengupas Peran
dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Karena yang berhak menentukan
peran dan kedudukan perempuan adalah sang pencipta perempuan itu sendiri, yang
telah mengutus rasul Muhammad dan menurunkan kitab Al-Quran sebagai petunjuknya
bagi manusia supaya ber-Islam ( berserah diri ).
BAB
II
KERANGKA
TEORETIS
Membahas
peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak terlepas dari sumber
hukum Islam. Sebuah hadits dapat kita nukil untuk memberikan keyakinan pada
kita tentang sumber hukum yang harus digunakan yaitu : “Aku tinggalkan pada
kalian dua perkara, di mana kalian tidak akan tersesat selama berpegang dengan
keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
al-Muwaththa’ kitab Al-Qadar III)
Al Quran sebagai sumber hukum umat Islam sudah tidak ada yang
menyangkal, namun hadis sebagai sumber hukum masih ada yang berkeberatan
terutama kelompok Inkar Al Sunnah (Dailamy SP,2008:2) dengan
alasan bahwa Al Quran adalah kitab yang sempurna, terinci, tugas Nabi Muhammad
semata-mata menyampaiakan Al- Quran, Hadis merupakan pandangan dan pendapat
manusia yang tidak terjamin kebenarannya, ibadah salat, puasa zakat dan haji
adalah amalan turun-temurun sejak zaman Nabi Ibrahim, bukan disampaikan melalui
hadis.
Namun demikian dalam tulisan ini penulis akan menggunakan kerangka
teoretis Al Quran dan hadis sebagai sumber pengambilan hukum dalam pembahasan
peran dan kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Dengan pertimbangan “
Kedudukan hadis begitu dominan dalam pandangan ulama jumhur. Hadis dengan
beragam ilmunya telah dibahas dan dikupas sedemikian rupa sehingga seakan tidak
tersisa lagi buat umat Islam mendatang untuk ikut urun rembug dalam urusan
hadis dengan bermacam-macam ilmunya itu.”( Dailamy SP,2008:3)
Oleh karena itulah penulis berkeyakinan bahwa membahas peran dan
kedudukan perempuan menurut pandangan Islam berarti membahas dengan menggunakan
Al-Quran dan hadis, tentu saja melalui pendapat-pendapat para ulama penafsir
Al-Quran dan hadis.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Peran Perempuan dalam Pandangan Islam
Perempuan dan
laki-laki berbeda dalam kodratnya. Allah menegaskan dalam
Al Quran pada peristiwa kelahiran Maryam dalam Surat Ali Imron ayat 36
$£Jn=sù
$pk÷Jyè|Êur
ôMs9$s%
Éb>u‘
’ÎoTÎ)
!$pkçJ÷è|Êur
4Ós\Ré&
ª!$#ur
ÞOn=÷ær&
$yJÎ/
ôMyè|Êur
}§øŠs9ur
ãx.©%!$#
4Ós\RW{$%x.
( ’ÎoTÎ)ur
$pkçJø‹£Jy™
zOtƒötB
þ’ÎoTÎ)ur
$yd䋊Ïãé&
šÎ/
$ygtGƒÍh‘èŒur
z`ÏB
Ç`»sÜø‹¤±9$#
ÉOŠÅ_§9$#
ÇÌÏÈ
36. Maka
tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, dia pun
berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak
perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak
laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia
Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."
Perbedaan secara
kodrati ini tidak membedakan perempuan dan laki-laki dalam hal kedudukan namun
menentukan perannya dalam kehidupan. Dari segi fungsi reproduksi perempuan
memungkinkan mengandung calon keturunannya karena perempuan memiliki rahim yang
tidak dimiliki oleh laki-laki. Demikian juga dalam hal pengasuhan dan
keberlangsungan bayi saat masih kecil, perempuan dianugerahi kemampuan untuk
menyusui dan perasaan kasih sayang dan ketahanan tubuh yang lebih dibandingkan
dengan laki-laki. Menurut al-‘Allamah al- Nasafi dalam Munawar, “ kelebihan
pria atas wanita adalah pada: akalnya, keteguhan hati, pola pikir, kekuatan
fisik, kemampuan perang, kesempurnaan puasa dan shalat, adzan, khutbah,
jama’ah, takbir pada hari tasyrik , kesaksian dalam kasus pidana dan qishas dua kali lipat dalam bagian waris, hak nikah dan talak. ( 2004:214 )
Dari perbedaan itulah
maka perempuan dan laki-laki memiliki peran yang saling melengkapi. Dalam
perbedaan peran ini bukan berarti perempuan harus menggantikan peran laki-laki
ataupun sebaliknya, karena masing-masing memiliki proporsi yang berbeda sesuai
dengan kodratnya.
Sesunguhnya perempuan
dan laki-laki diciptakan untuk diuji siapa yang paling baik amalnya. Dengan
beramal perempuan akan memperoleh pahala. Selain itu perempuan adalah separoh
dari masyarakat. Apabila perempuan tidak melakukan amalan niscaya dunia ini
akan beku ( Qardhawy dalam http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/
kontemporer/WanitaKerja.html).
Al-Quran berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayatnya.
Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada ayat yang
berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan
tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan ( Shihab, 2004:272 )
Secara garis besar perempuan
memiliki dua peran yaitu peran sebagai anggota keluarga dan peran sebagai
anggota masyarakat.
1.
Perempuan
sebagai Anggota Keluarga
Di dalam keluarga
perempuan dapat berperan sebagai ibu, istri, anak. Semua peran tersebut
menuntut adanya tugas sesuai dengan perannya.
a. Perempuan
sebagai Ibu
Sebagai ibu tugas perempuan yang pertama dan utama
yang tidak diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru.
Mereka memang disiapkan oleh Allah
untuk tugas itu,
baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak
boleh dilupakan atau diabaikan oleh
faktor material dan kultural
apa pun. (Qardhawy dalam http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/
Kontemporer/WanitaKerja.html).
Selain itu tugas perempuan
adalah Beribadah
kepada Allah subhanahu wata’ala. Tinggalnya ia di dalam rumah merupakan alternatif terbaik
karena memang itu perintah dari Allah subhanahu wata’ala dan dapat
beribadah dengan tenang. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
tbös%ur
’Îû £`ä3Ï?qã‹ç/ Ÿwur šÆô_§Žy9s? yl•Žy9s? Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# 4’n<rW{$# ( z`ôJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# šúüÏ?#uäur no4qŸ2¨“9$# z`÷èÏÛr&ur ©!$# ÿ¼ã&s!qß™u‘ur 4 $yJ¯RÎ) ߉ƒÌムª!$# |=Ïdõ‹ã‹Ï9 ãNà6Ztã }§ô_Íh9$# Ÿ@÷dr& ÏMøt7ø9$# ö/ä.tÎdgsÜãƒur #ZŽÎgôÜs? ÇÌÌÈ
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
b. Perempuan
sebagai Istri
Perempuan sebagai istri
memiliki peran yang sangat penting. Istri yang bijaksana dapat menjadikan rumah
tangganya sebagai tempat yang paling aman dan menyenangkan bagi suami. ( Alfan,
tanpa tahun: 25) Istri dapat berperan sebagai teman baik, tempat suami
mencurahkan perasaan hatinya. Mendinginkan suasana ketika hati sedang panas.
Sehingga suami memperoleh motivasi baik dalam hal mencari nafkah maupun
beribadah.
Telah termaktub dalam Al Qur’an sebagai petunjuk bagi umat
manusia yang datang dari Rabbull Alamin Allah Yang Maha Memilki Hikmah:
“Dan tetaplah kalian (kaum wanita) tinggal di rumah-rumah
kalian.” (Al
Ahzab: 33)
Maha benar Allah subhanahu wata’ala dalam segala
firman-Nya, posisi perempuan sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki
arti yang sangat urgen, bahkan dia merupakan salah satu tiang penegak kehidupan
keluarga dan termasuk pemeran utama dalam mencetak “tokoh-tokoh besar”.
Sehingga tepat sekali ungkapan: “Dibalik setipa orang besar ada seorang wanita
yang mengasuh dan mendidiknya.”
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
(http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun3=8) berkta: “Perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua
cara:
Pertama: perbaikan secara dhahir, di pasar-pasar, di
masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara dhahir. Ini didominasi oleh
lelaki karena merekalah yang bisa tampil di depan umum.
Kedua: perbaikan masyarakat dilakukan yang di rumah-rumah,
secara umum hal ini merupakan tanggung jawab kaum wanita. Karena merekalah yang
sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaiman Allah subhanahu
wata’ala berfirman dalam surat Al
Ahzab ayat 33 di atas.
Dengan peran perempuan
sebagai istri maka ada beberapa kewajiban istri terhadap suami. Kewajiaban
pertama, adalah taat
sempurna kepada suaminya dalam perkara yang bukan maksiat bahkan lebih utama
daripada melakukan ibadah-ibdah sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
لاَ
يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak boleh seorang wanita puasa
(sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali setelah mendapat izin
suaminya.” (Muttafaqun
‘alaihi)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menunjukkan lebih
ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan
yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib sementara menunaikan kewajiban
lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah.’ (Fathul Bari
9/356)
Menjaga rahasia suami dan kehormatannya dan juga menjaga
kehormatan diri sendiri di saat suaminya tidak ada di tempat. Sehingga
menumbuhkan kepercayaan suami secara penuh terhadapnya.
Menjaga harta suami. Rasulullah bersabda:
خَيْرُ
نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِبِلَ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ : أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي
صِغَرِهِ، وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ
“Sebaik-baik wanita penunggang unta, adalah wanita yang baik
dari kalangan quraisy yang penuh kasih sayang terhadap anaknya dan sangat
menjaga apa yang dimiliki oleh suami.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Mengatur kondisi rumah tangga yang rapi, bersih dan sehat
sehingga tampak menyejukkan pandangan dan membuat betah penghuni rumah.
2.
Perempuan
sebagai Anggota Masyarakat
Peranan perempuan
dalam masyarakat merupakan pokok persoalan. Oleh
karena kecenderungan penilaian bahwa normativitas Islam menghambat
ruang gerak perempuan dalam masyarakat. Hal ini didukung
oleh pemahaman bahwa tempat terbaik bagi perempuan
adalah di rumah, sedangkan di luar rumah banyak terjadi
kemudharatan.
Pandangan yang paling
umum adalah bahwa keluarnya perempuan dari rumah untuk
maksud tertentu dihukumi dengan subhat, antara diperbolehkan
dan tidak. Dalam bahasan fiqh ibadah, jika subhat lebih
baik ditinggalkan. Sedangkan dalam fiqh muamallah bisa dijalankan
dengan rukhshah darurat. Akan tetapi menurut pandangan Qardhawy
(1997:231)
bahwa
keluarnya perempuan dari rumah untuk keperluan tertentu adalah
diperbolehkan. Bahkan menahan perempuan di dalam rumah hanyalah
bentuk perkecualian dalam jangka waktu tertentu sebagai bentuk
penghukuman.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَدْ
أَذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
“Allah telah mengijinkan kalian untuk keluar rumah guna
menunaikan hajat kalian.” (Muttafaqun
‘alahi)
Perempuan sebagai bagian tak
terpisahkan dari umat mendapat perlakuan yang
sama persis dengan laki-laki. Baik dalam urusan ibadah dan Muamallah,
tiada kelebihan laki-laki atas perempuan. Dengan demikian perempuan mempunyai
hak yang sama dalam usaha melakukan perbaikan (ishlah) dalam masyarakat.
Namun demikian ada
profesi yang masih menjadi perdebatan diantara para ulama, bahwa perempuan
tidak bisa menduduki dua profesi yaitu sebagai pemimpin dalam pengertian al-wilayatul-kubra
atau al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi) dan qodhi.
Dalam bidang
kepemimpinan Islam bertolak dari status manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Akhir Surat Al Ahzab mempertegas kekhalifahan manusia di muka bumi ini sebagai
pengembang amanat Allah SWT untuk mengolah, memelihara dan mengembangkan bumi.
Inilah tugas pokok manusia tidak berbeda antara perempuan dan laki-laki. Ini
yang dalam hukum Islam disebut taqlidiyyah ( Munir, 1999:69)
Namun kepemimpinan
perempuan merupakan persoalan pelik yang sampai
saat ini terus menjadi
perbincangan. Lingkup perbincangan tersebut bermula
dari tatanan syari'ah yang memberikan barrier berupa
sinyalemen hadits bahwa tidak akan beruntung suatu masyarakat jika kepemimpinan
diserahkan kepada wanita. (Hr. Bukhari)
Menurut Yusuf Qardhawy,
hadits ini adalah Shahih sebab periwayatannya dari Abu
Bakrah yang kemudian dikutip Bukhari. Sedangkan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari termasuk ke dalam hadist
yang shahih. Sedangkan dari pertimbangan matan, ada yang
difahami secara tekstual, ataupun difahami secara
kontekstual. Pemahaman secara tekstual akan menyimpulkan bahwa haram
hukum wanita menjadi kepala pemerintahan. Sedangkan pemahaman
secara kontekstual, bahwa hadits tersebut berkaitan dengan
diangkatnya seorang wanita Persia menjadi pemimpin
meski disekitarnya terdapat banyak calon pemimpin
yang memadai, hanya karena hukum kerajaan
menghendaki demikian. (Qardhawy,1997:246)
Jumhur ulama
sepakat akan haramnya perempuan memegang
kekuasan dalam al-wilayatul-kubra atau
al-imamatul-uzhma (pemimpin tertinggi). Di mana perempuan
berperan sebagai pemimpin tertinggi dalam urusan
pemerintahan. Sebab dalam matan hadits tersebut
terdapat kata "Wallu Amrahum" (Yang Memerintah
Kamu Semua), yang ditafsirkan sebagai Khalifah dalam sistem politik
Islam. Sehingga jumhur ulama memberikan pengharaman
pada wanita. Hampir ulama
klasik memandang perlu untuk mengetengahkan
hawa hak menjadi khalifah adalah haq laki-laki, bukan wanita. Ini diungkapkan
baik oleh Al-Ghazali, Al-Mawardi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun(Azhar:1996)
Sedangkan dalam hal
Qadhi atau yudikatif perempuan tidak diperbolehkan menduduki jabatan tersebut,
Adapun pendapat yang mendukung penolakan perempuan menjadi hakim secara mutlak
mengatakan bahwa perempuan dilarang menjadi qodhi ( yudikatif) menurut
syara’sebab profesi ini menuntut kesempurnaan pendapat ( olah pikir ), pada hal
perempuan umumnya lemah akalnya, di mana Rasulullah menafsirkan sifat ketidak
sempurnaan akalnya ini bahwa kesaksian perempuan nilanya setengah dari
kesaksian laki-laki. (Bahnasawi.1996: 293-204)
B.
Kedudukan Perempuan dalam Pandangan Islam
Kedudukan perempuan sangat
terkait erat dengan asal-usul penciptaan, pengakuan Allah atas kemuliaan
perempuan, hak kehormatan yang dimiliki perempuan dan hak imbalan yang didapatkan perempuan
dari Allah..
a.
Kedudukan Perempuan dari Sudut Pandang Penciptaannya
Berdasarkan
penciptaanya perempuan dan laki-laki berasal dari satu jenis yang sama seperti
yang tercantum dalam Surat An Nisa ayat 1 :
$pkš‰r'¯»tƒ
â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u‘ “Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oy‰Ïnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry— £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í‘
#ZŽÏWx.
[ä!$|¡ÎSur
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
“Ï%©!$#
tbqä9uä!$|¡s?
¾ÏmÎ/
tP%tnö‘F{$#ur
4 ¨bÎ)
©!$#
tb%x.
öNä3ø‹n=tæ
$Y6ŠÏ%u‘
ÇÊÈ
1.
Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu
Demikian
Al-Quran menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan)
dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa
dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakkan keturunannya baik
yang lelaki maupun yang perempuan.
Memang
dalam hadits shahih disebutkan bahwa “Saling pesan-memesanlah untuk berbuat
baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah). (Shihab,2004:270)
Sedangkan Ibnu Katsir menukil hadist yang artinya “ Sesungguhnya perempuan itu
diciptakan dari tulang rusuk jika engkau hendak meluruskan tulang yang bengkok
akan patahlah ia, tetapi engkau dapat menimatinya dalam keadaan bengkok ( Ibnu
Katsir Jilid II : 303)
Menurut
Quraish Shihab “ pengertian tulang rusuk yang bengkok harus dipahami secara majazi dalam arti bahwa hadits tersebut
memperingatkan pada laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana”
(2004:271) Dengan demikian berarti
mengakui kepribadian perempuan sesuai dengan kodratnya
b.
Kemuliaan
Perempuan Berdasarkan Penciptaannya
Kemuliaan-kemuliaan perempuan yang
diberikan oleh Allah atas dasar penciptaannya juga terdapat dalam surat Al-Isra' ayat 70 :
70. dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.
Tentu,
kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula
penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak Adam seluruhnya,
baik perempuan maupun lelaki. ( Shihab, 2004:271)
Demikian juga yang tercantum dalam
Surah Ali Imron 195 :
195. Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Kalimat “Sebagian
kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti bahwa "sebagian
kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan
sperma lelaki dan sebagian yang lain (yakni perempuan) demikian juga
halnya." Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada perbedaan
antara mereka dari segi asal kejadian dan kemanusiaannya
Mahmud
Syaltut, mantan Syaikh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhar di Mesir,
menulis:
"Tabiat kemanusiaan antara lelaki dan perempuan hampir
dapat (dikatakan) sama. Allah telah menganugerahkan kepada perempuan
sebagaimana menganugerahkan kepada lelaki. Kepada mereka berdua dianugerahkan
Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang
menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang
bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum Syari'at pun meletakkan
keduanya dalam satu kerangka. Yang ini (lelaki) menjual dan membeli,
mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan
yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan
kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan."(Syaltut,1959:
193)
Kemuliaan perempuan juga ditegaskan oleh Allah
dengan menunjukkan bahwa sebenarnya yang menjadikan Adam dan Hawa keluar dari
surga bukanlah Hawa melainkan keduanya.
hal ini dapat kita pahami dari ayat-ayat berikut :
20. Maka
syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada
keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata:
"Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya
kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal
(dalam surga)".
Dari
ayat-ayat Al-Quran tersebut ditemukan
bahwa godaan dan rayuan Iblis tidak hanya tertuju kepada perempuan (Hawa)
tetapi juga kepada lelaki. Ayat-ayat yang membicarakan godaan, rayuan setan serta
ketergelinciran Adam dan Hawa dibentuk dalam kata yang menunjukkan kebersamaan
keduanya tanpa perbedaan ( Shihab: 2004 : 272)
36. lalu keduanya digelincirkan oleh
syaitan dari surga itu[38] dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami
berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan
bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan."
(QS 2:36).
Kalaupun ada yang berbentuk tunggal,
maka itu justru menunjuk kepada kaum lelaki (Adam), yang bertindak sebagai
pemimpin terhadap istrinya, seperti dalam firman Allah:
šZuqó™uqsù ÏmøŠs9Î) ß`»sÜø‹¤±9$# tA$s% ãPyŠ$t«¯»tƒ ö@yd y7—9ߊr& 4’n?tã Íotyfx© Ï$ù#èƒø:$# 77ù=ãBur žw 4’n?ö7tƒ
Kemudian
setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dan berkata: "Hai Adam,
maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan
punah?"
(QS 20:120).
Dengan ayat tersebut
dapat disimpulkan bahwa kedudukan perempuan bukan sebagai penyebab Adam dan
Hawa terusir dari surga. Dan perempuan bukanlah makhluk yang menyebabkan
malapetaka. Islam memandang bahwa perempuan memiliki kedudukan yang sama baik
dari asal penciptaan, kemuliaan, maupun dalam hal memperoleh imbalan dari usaha
amal dan ibadahnya dari Allah SWT.
BAB
IV
SIMPULAN
Dalam pandangan Islam perempuan
memiliki kedudukan yang sama dibandingkan dengan laki-laki. Dari sudut
penciptaan, kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan
memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Sedangkan dalam hal peran perempuan
memiliki perbedaan dengan laki-laki. Peran perempuan yang wajib adalah sebagai
anggota keluarga yaitu sebagai istri dari suami dan ibu bagi anak-anaknya.
Sedangkan peran perempuan sebagai anggota masyarakat dalam urusan muamalah
mendapatkan profesi (pekerjaan) dihukumi dengan rukhshah darurat. Meskipun
diperbolehkan namun harus selalu mementingkan segi kemaslahatan baik bagi rumah
tangga maupun bagi masyarakat. Apabila lebih banyak kemudaratannya bagi
keluarga maka profesi di luar rumah harus ditinggalkan mengingat sesuatu yang
darurat tidak boleh meninggalkan hal yang wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Alfan,Jundy. Tanpa tahun. Agenda Shalihah, Panduan Hidup Wanita Sholihah. Pustaka
Al- Wustho:Solo
Al
Munawar, Said Aqil Husin. 2004. Al- Quran
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press
Azhar,
Muhammad .1996. Filsafat Politik: Perbandingan
Islam dan Barat, Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Bahnasawi, Salim Ali .1996.Wawasan sistem Politik Islam. Jakarta: Pustaka Kautsar
Bahreisy, H Salim dan H Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir.
Surabaya : PT Bina Ilmu
Dailamy SP, Muhammad,2008,
Empat Persoalan Perempuan dalam
Agama. Untuk kalangan sendiri.
Munir, Lily Zakiyah.1999. Memposisikan Kodrat Perempuan dan Perubahan
dalam Prespektif Islam, Bandung :Mizan
Qardhawy, Yusuf. 1997. Fiqh Daulah
Dalam Perspektif al-Qur'an dan Sunnah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,
Shihab, Quraish.2004. Membumikan Al Quran,Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat,.Bandung : Mizan
.Syaltut,Mahmud, Prof. Dr., 1959. Min Taujihat Al-Islam, Kairo : Al-Idarat
Al-'Amat lil Azhar