Makalah TEORI PERILAKU KONSUMEN PENDEKATAN TEORI NILAI GUNA (UTILITY)
Thursday, September 29, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap
individu ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang berapa
pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan
mereka juga pasti mempunyai suatu gambaran tentang barang - barang atau
jasa - jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga
adalah bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang
terbatas untuk mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa
mencapai kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau
rumah tangga yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat
tertentu, kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya keterangan -
keterangan yang tidak tepat dan ada juga alasan - alasan lain seperti
pembelian - pembelian secara impulsif.
Segala
usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan
yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap
barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan
konsumen secara lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang
akan menyederhanakan realitas ekonomi. Disini kita akan mempelajari
tentang teori nilai guna ( utility ).
Secara
historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih
dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih
barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa
analisis tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang
prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang
yang berfikir secara rasional dalam memilih berbagai barang
keperluannya. Disini kita juga akan mempelajari bagaimana suatu barang
bisa memmberikan kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang itu
akhirnya sama sekali tidak bisa memberikan kenikmatan terhadap
seseorang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Perilaku Konsumen
Teori
perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam
mengkonsumsi barang-barang,dengan pendapatan tertentu dan harga barang
tertentu pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya.Tujuan
konsumen untuk memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari
barang-barang yang dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi
menganggap bahwa maximum satisfaction itu adalah tujuan akhir konsumen.
Sebelum
kita mempelajari tentang tingkah laku konsumen lebih lanjut, ada
baiknya kita mengetahui beberapa anggapan - anggapan sederhana yang
biasa menjadi patokan untuk menganalisa pembentukan garis permintaan
dari suatu barang secara lebih tepat, tanpa menyimpang dari realitas
ekonomi.
1. Barang
dan jasa yang dikonsumsi biasanya disebut komoditi. Komoditi adalah
sesuatu yang memberikan jasa konsumsi ( consumption services ) terhadap
konsumen persatuanwaktu tertentu.
2. Setiap
konsumen dianggap tahu macam barang dan jasa yang tersedia di pasar,
kapasitasteknis masing - masing barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan
konsumen dan tingkat harga masing - masing.
3. Konsumen dianggap tahu secara pasti mengenai jumlah uang yang akan dibelanjakanya selama periode perencanaan tertentu.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
2. Pendekatan nilai guna ordinal
1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
Pendekatan nilai guna (Utility)
Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap
manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan
secara kuantitif/dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam
memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari
seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari
berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama
besarnya. Oleh karena itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
Para ahli ekonomi mempercayai bahwa utility merupakan ukuran kebahagian. Utility dianggap bahwa ukuraan kemampauan barang / jasa untuk memuaskan kabutuhan. Besar kecilnya utility
yang dicapai konsumen tergantung dari jenis barang atau jasa dan jumlah
barang atau jasa yang dikonsumsi. Sehingga dapat ditunjukan oleh fungsi
sebagai berikut :
U = f ( X1, X2, X3………, Xn )
U : besar kecilnya kepuasan:
X : jenis dan jumlah barang yang dikonsumsi.
Besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen tergantung pada jenis dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi.
|
2. Pendekatan nilai guna ordinal
Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference:
manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang
tidak kuantitif / tidak dapat diukur. Pendakatan ini muncul karena
adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal,
meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan.
3. Persamaan kardinal dan ordinal
Persamaan
cardinal dan ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan konsumen
dalam mengkonsumsi barang-barang yang harganya tertentu dengan
pendapatan konsumen yang tertentu pula agar konsumen mencapai tujuannya (maximum utility) .
B. TEORI NILAI GUNA ( UTILITY )
1. Pengertian Teori Nilai Guna (utility)
Teori
nilai guna atau utility yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan
atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan
barang-barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi
nilai guna atau utility-nya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari
suatu barang maka utilitynya semakin rendah pula.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian:
a. Marginal
utility (kepuasan marginal). Yaitu pertambahan/pengurangan kepuasan
sebagai akibat adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit
barang tertentu.
b. Total utility (total utility). Yaitu keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.
Sementara M Abraham Garcia-Torres dalam Consumer Behaviour Theory: Utility Maximization and the seek of Novelty membagi nilai guna menjadi dua. Berdasarkan dua tindakan ekonomi yang dilakukan konsumen, Dua tindakan ini saling berhubungan :
a. Nilai Guna Keputusan (Decision Utility) yang berhubungan dengan Tindakan pembelian (Action of Purchasing).
Dalam tindakan pembelian konsumen membeli beberapa barang pada waktu
yang bersamaan. dan sebelum melakukan pembelian konsumen harus
memutuskan barang yang mana yang akan dia beli.
b. Nilai Guna Pengalaman (Experienced Utility) Yang berhubungan Dengan Tindakan Konsumsi (Action of Consumption) dengan kapasitas pemenuhan kepuasan dari barang tersebut.
2. Marginal utility ( kepuasan marginal )
Yaitu pertambahan / pengurangan kepuasan sebagai akibat adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang tertent
Secara matematis dapat dicari dengan rumus :
Secara matematis dapat dicari dengan rumus :
MUx = Marginal Utility pada kepuasan barang ke-x (n barang)
MU = Marginal Utility
U = utility
X = barang yang dikonsumsi
Hukum marginal utility yang semakin menurun/Law of Diminishing Marginal Utility:
“apabila tambahan nilai guna yang akan diperoleh dari seseorang dari
mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang
tersebut terus menerus menambah konsumsinya dan pada akhirnya tambahan
nilai guna tersebut akan menjadi negative”.
Konsep
nilai guna (utility) bisa menjelaskan kelemahan berupa paradok antara
kegunaan suatu barang dengan harganya. Seperti tentang durian, dimana
sampai titik tertentu Anda tidak mau lagi memakannya, bahkan jika buah
durian itu diberikan secara gratis. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan
kepuasan yang diberikan dari tiap tambahan unit barang yang dikonsumsi
semakin berkurang. Inilah yang disebut Law of Diminishing Marginal Utility.
Contoh ;
Surplus konsumen terjadi jika harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap suatu barang lebih tinggi dari harga pasarnya. Surplus
konsumen akan terus naik jika konsumen terus membeli produk sampai unit
tertentu dan menghentikannya, karena jika diteruskan konsumen tidak
akan mendapatkan surplus lagi.
3. Pemaksimuman Nilai Guna
Setiap
orang berusaha memperoleh dan untuk memaksimumkan kepuasan dari barang
yang dikonsumsinya. Jika hanya terdapat 1 jenis barang pemaksimuman
nilai guna tidaklah rumit dalam pengukurannya. Tetapi pemaksimuman nilai guna akan rumit apabila lebih dari 1 jenis barng. Kerumitan
tersebut diakibatkan oleh adanya perbedaan harga masing-masing barang.
Oleh karena itu syarat pemaksimuman nilai guna tidak lain adalah setiap
rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis
barang,harus memberikan nilai guna yang sama besarnya.
4. Efek Penggantian
Perubahan
harga suatu barang akan mengubah nilai marjinal utility/rupiah dari
barang yang mengalami perubahan harga tersebut apabila harga suatu
barang makin naik maka nilai marginal rupiah akan semakin rendah dan
sebaliknya apabila suatu barang mengalami penurunan harga maka nilai
marginal utility/rupiah akan semakin tinggi.
Beberapa alasan yang menyebabkan suatu barang harganya menjadi mahal adalah kelangkaan dan biaya produksi. Air
jauh lebih mudah didapat dari barang lain, intan misalnya. Sehingga
wajar jika intan lebih mahal daripada air karena intan jauh lebih
langka. Demikian juga dengan biaya produksi untuk mendapatkan air jauh
lebih murah daripada biaya produksi intan.
5. Efek Pendapatan
Efek
pendapatan terjadi dari berubahnya harga suatu barang (naik atau
turun). Jika harga barang X naik, maka tambahan kepuasan dari
mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi turun per harga
barangnya. Hal ini menyebabkan turunnya permintaan akan barang X.
Sebaliknya jika harga barang Y turun, maka tambahan kepuasan dari
mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi naik per harganya,
sehingga permintaan akan barang Y naik. Jika pendapatan tidak berubah
(tetap) sedangkan harga barang mengalami kenaikan maka pendapatan
rillnya mengalami penurunan.
6. Keseimbangan Konsumen
Seorang
konsumen dikatakan dalam kondisi seimbang jika telah mengalokasikan
dananya yang terbatas diantara berbagai macam barang dan jasa sedemikian
rupa sehingga realokasi dana tidak akan menaikan total utility yang
diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Berarti dalam konsdisi ini
konsumen telah membelanjakan semua dananya dan kepuasan yang diperoleh
adalah maksimum.
M = Qx . Px + Qy . Py
U = f (Qx, Qy)
Q = jumlah barang yang dikonsumsi
P = harga barang
U = total Utility
M = Kepuasan Maksimal
Jadi
bisa dikatakan bahwa pada saat konsumen mencapai keseimbangan semua
dana telah dibelanjakan dan memberikan suatu tingkat kepuasan maksimum,
sehingga kepuasan yang didapat dari tiap rupiah terakhir yang
dibelanjakan pada berbagai komoditi adalah sama karena berlakunya hokum Law of Diminishing Marginal Utility.
7. Menurunkan Fungsi Permintaan
Untuk
dapat menurunkan fungsi permintaan linier suatu barang kita memerlukan
dua kondisi keseimbangan konsumen . dimana keseimbangan berubah karena
adanya perubahan harga barang tersebut Cateris Paribus. Kondisi Cateris Paribus
diperlukan disini karena adanya fungsi permintaan yang berubah hanya
harga barang dan jumlah yang diminta dari barang tersebut. Sedangkan
variable – variable lain dianggap tetap.
Kurva
permintaan suatu barang dapat diturunkan dengan mencari 2 titik
keseimbangan konsumen dimana yang berubah hanya harga barang tersebut,
sedangkan hal – hal yang lain tetap.
|
C. NILAI GUNA, BENTUK DAN BERHENTINYA KEBIASAAN
Menurut M Abraham Garcia-Torres, Nilai Guna pada barang yang sama, dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :
1. jangka waktu konsumsi barang yang sama.
2. daya ingat konsumen
3. kualitas barang
1. Jangka Waktu Konsumsi Barang
Jika
jangka waktu konsumsi cukup lama maka ingatan konsumen harus bekerja
lebih keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu. kemudian konsumen
akan dapat menikmati konsumsi berikutnya. karena jangka waktu berkurang,
konsumen akan merasakan kebosanan pada barang yang sama.
2. Daya Ingat Konsumen
Memori
yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama diperlukan antara konsumsi
untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, adalah bentuk kebiasaan
yang lebih kuat antara orang dewasa dan anak - anak. Dua kelompok ini
dapat mengkonsumsi barang yang sama , atau melakukan hal yang sama tapi
mengalami kebosanan setelah jangka waktu yang berbeda, yaitu orang
dewasa lebih cepat bosan daripada anak- anak.
3. Kualitas Barang
Peningkatan kualitas barang (ceteris paribus) akan menyebabkan peningkatan nilai guna pengalaman.
Lalu
bagaimana kebiasaan terbentuk? Konsumen mempelajari seberapa lama waktu
yang dia perlukan antara konsumsi yang satu dengan berikutnya. jika dia
bisa mengkonsumsi barang tersebut selamaya.
Bagaimana
dia bisa menghentikan kebiasaan tersebut? Jika dalam proses
perkembangan kebiasaan dia berbuat kesalahan dan menurunkan waktu
konsumsi barang , kemudian otaknya akan mengembangkan rasa bosan pada
barang tersebut. Rasa bosan tersebut mungkin semacam dia tidak ingin
mengkonsumsi barang itu lagi dalam jangka waktu yang lama dan selamanya.
Pada poin ini dia kan menghentikan kebiasaan .
berdasarkan alasan ini kita bisa mengelompokan kebiasaan konsumsi ini
sebagai berikut :
a. Kecanduan
: yaitu tindakan konsumsi barang dalam jangka waktu yang lama dan tidak
bisa dihindari. kecanduan biasanya terjadi pada Narkoba dan berjudi.
tapi beberapa masyarakat masih menerima beberapa kecanduan seperti pada
teh, kopi, rokok dan seterusya yang dianggap sebagai kebiasaan.
b. Kebiasaan
abadi : yaitu tindakan konsumsi barang dimana konsumen belajar
bagaimana untuk menghabiskanya. Ini berarti dia telah mencapai jangka
waktu yang tepat untuk mengkonsumsi barang tersebut tanpa menjadi bosan.
Kebiasaan abadi bisa berubah menjadi kebiasaan sesaat jika dia
melakukan kesalahan dengan mengkonsumsi barang tersebut terlalu banyak
dalam jangka waktu yang singkat. begitu pula kebiasaan sesaat bisa
menjadi Kebiasaan abadi jika dia berusaha menggunakanya dengan
semestinya. Dengan kata lain klasifikasi mungkin saja berubah setiap
saat .Tapi secara sederhan kita bisa menyimpulkan bahwa jangka waktu
antara konsumsi barang yang sama adalah tetap. Dengan begitu kita bisa
memahami dinamika Preferensi.
c. kebiasaan
sesaat : yaitu tindakan konsumsi terhadap suatu barang yang akan
memberikan nilai guna kepada konsumen hanya untuk sesekali. setelah itu
dia akan bosan pada barang tersebut. kalau sudah begitu dia akan
memiliki dua pilihan, tidak menggunakan barang itu lagi atau mencoba
untuk mencari barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan masih
memberikan dia nilai guna.
d. Mencari
kenikmatan baru : konsumen membeli hanya karena rasa ingin tahu, dan
akan menikmati sampai kesenanganya hilang.ketika kesenanganya berlalu
maka barang itu sudah tidak berguna lagi bagi dia. Bagaimana komoditas
baru bisa meningkatkan nilai guna konsumsi? Dari Sudut Pandang konsumen,
ini merupakan rangsangan baru yang membuat mereka ingin memiliki
pengalaman lebih banyak dan membuat mereka merasa nyaman. Kebanyakan
rangsangan ini kita dapatkan lebih dari satu hari. rangsangan ini bukan
berasal dari belanja tapi bisa jadi dari pekerjaan, kita sendiri, dari
teman keluarga dan lain-lain. Tapi untuk sekarang dan akan datang kita
juga mendapatkan rangsangan dari koran, buku baru, kaos baru dan sesuatu
yang kita beli.
Kenikmatan
baru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Decision Utility.
kenikmatan baru membuat barang menjadi penting. tapi kenikmatan tersebut
akan hilang seiring pertamabahan waktu. Ada juga nilai intrinsik yang
ditawarkan oleh barang kepada konsumen dalam kapsitasnya membangkitkan
nilai hedonistik positif. Dalam hal ini barang sangat potensial untuk
menjadi kebiasaan. Pertama kali seseorang merokok, dia melakukanya
karena itu adalah hal yang baru bagi dia dan dia ingin mencoba. Tapi
sekali Kenikmatan itu hilang, kecanduan barang akan membuat konsumen
terus mengkonsumsi barang tersebut. Perokok biasa membeli rokok bukan
karena kesenangan tapi karena dia sudah tidak bias meninggalkanya.
D. KONSUMSI DAN PEMBELIAN
Tidak
ada yang abadi. Tidak ada sebuah barang didunia ini yang kekal.
Meskipun mungkin saja ada barang yang awet.. lalu apa saja yang membuat
nilai guna dari suatu barang berakhir ?
1. Secara Fisik habis karena dikonsumsi
2. Rusak
3. Kita bosan dengan barang tersebut.
Ada
beberapa barang yang bisa dinikmati dalam waktu singkat. jika konsumen
suka maka dia akan membelinya lagi. Ada juga barang setengah awet dan
barang awet, nilai guna pengalaman akan meluas seiring bertambahnya
waktu. ketika konsumen membeli mobil, meja dan menikmatinya selama
bertahun - tahun. pada dasarnya barang-barang ini tidak termasuk dalam
daftar belanjaan biasa.
Nilai
guna positif yang didapat dari barang setengah awet dan barang awet
berati bahwa konsumen memiliki kebiasaan abadi pada barang tersebut.
Sebagai contoh, Sebuah meja bisa meberikan nilai guna positif karena
bisa digunakan untuk duduk ketika sedang makan, membaca atau bekerja.
jika kemampuan meja tersebut untuk membangkitkan kebiasaan tersebut
berakhir karena rusak, berarti untuk memenuhi kebiasaan tersebut kita
harus membeli meja baru. Dengan kebutuhan untuk membeli meja baru
tersebut seorang konsumen mempengaruhi Ekonomi. Penyebab pembelian meja
tersebut adalah kebiasaan konsumen untuk mendapatkan nilai guna dari
sebuah meja. Seberapa cepat seorang konsumen menjadi bosan dengan barang
memiliki dampak langsung terhadap ekonomi. Penurunan secara terus
menerus pada jarak antar konsumsi menghasilkan peningkatan pengeluaran
pada konsumsi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasar
tiga hal yang mempengaruhi kemampuan pemuasan dari suatu barang, dua
hal adalah bersifat fisik dan satunya tergantung otak konsumen. Jadi
disini ada poin penting, kecepatan dalam perubahan barang yang tidak
menjadi rusak. Dasar ini sangat penting dan mungkin terbukti ditentukan
secara sosial. kita juga bisa menyimpulkan bahwa dasar ini bisa
mempengaruhi pertumbuhan dalam ekonomi. Di negara berkembang sebuah meja
mungkin akan digunakan hingga rusak, sementara di negara maju meja kan
diganti ketika sudah ketinggalan jaman.
Daya
tahan dan keawetan mungkin ditentukan sang produsen. ini juga
mempengaruhi pertumbuhan. Jadi cara untuk membuat Permintaan tetap,
bukan dengan membuat barang yang sangat awet. Kita mabil contoh
Handphone, beberapa orang sekarang mungkin membuktikan bahwa permintaan
telah terpenuhi. tapi berapa lama sih masa hidup sebuah HP ? kebanyakan
empat sampai 5 tahun. Masih menjadi misteri mengapa tidak ada satu saja
perusahaan yang membuat ponsel lebih tahan banting malah kebanyakan
membuat ponsel dengan menambahkan banyak fitur. Ini membuktikan kalau
pembuat ponsel mencoba menghindari berkurangnya permintaan pasar
terhadap ponsel karena ponsel terlalu awet.
Sekarang
kita beralih dari satu orang konsumen kepada konsumsi sebuah negara.
Anggap saja konsumen selalu stabil dalam penggantian barang ( misal
,mereka mengganti meja tiap sepuluh taun atau berapapun tapi konstan
pada tiap konsumen). kita anggap juga daya tahan barang rata - rata
sama., harga barang sama dan pendapatan konsumen juga sama. konsumen
hanya bisa memutuskan berapa banyak mereka ingin beli dan berapa banyak
mereka ingin tabung. Jika kita bisa mendapatkan semua konsumen berada
pada situasi ini, Berarti tidak ada lagi kemungkinan pilihan lain selain
peningkatan pertumbuhan yang tidak berasal dari generasi dengan
kebiasaan baru. Maka produsen akan mencoba untuk menemukan sesuatu tanpa
tujuan awal produksi “menghasilkan banyak dengan input seedikit”. Tapi
dengan tujuan meyakinkan konsumen yang benar-benar butuh barang baru.
Hanya jika konsumen mumutuskan untuk membeli lebih banyak barang, GDP
akan meningkat. Ini membuktikan bahwa perubahan kualitas barang juga
akan mempengaruhi peningkatan GDP, tapi jika peningkatan kualitas tanpa
diikuti peningkatan harga maka GDPnya akan sama.
E. TEORI PREFERENSI KONSUMEN
Ketika mengkonsumsi sejumlah komoditi dalam periode tertentu, Setiap konsumen akan mendapatkan kepuasan (satisfaction) atau guna (utiliTy).
Setiap konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan tingkat kepuasan
semaksimal mungkin dari sejumlah pengeluaran yang sudah mereka lakukan.
untuk keperluan tersebut setiap konsumen harus bisa membuat urutan (rank)
dari semua untaian komoditi yang ada. Mereka harus bisa menentukan
untaian komoditi mana yang lebih mereka pilih, mana yang tidak dan mana
yang relatif jika dibandingkan dengan yang lain.
Di dalam membuat Urutan preferensi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi :
1. Untuk
setiap dua untai komoditi, misalkan A dan B, jika A memberi kepuasan
yang lebih besar Maka A yang harus dipilih dan bukan B, dan sebaliknya.
Bila A dan B memberikan kepuasan yang sama Maka konsumen bisa memilih A
atau B ( A dan B indiferen )
2. Bila
A dipilih dan bukan B, sedangkan B harus dipilih dan bukan C, maka A
harus dipilih dan Bukan C. (berlaku hubungan yang bersifat Transitif )
3. Bila
untaian komoditi A terdiri dari unsur - unsur yang sama dengan B,
sedangkan untuk setiap unsurnya A lebih besar daripada B, maka A harus
dipilih dan bukan B. tapi bila sebagian unsur - unsur saja yang lebih
besar sedangkan unsur - unsur yang lain lebih kecil atau sama, maka
belum tentu A harus dipilih jika dibandingkan B.
BAB III
KESIMPULAN
Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis
tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang
prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang
yang berfikir secara rasional dalam memilih berbagai barang
keperluannya. Akan tetapi, telah lama orang melihat suatu kelemahan
penting dari teori tersebut, yaitu: menyatakan kepuasan dalam
angka-angka adalah kurang tepat oleh karena kepuasan adalah sesuatu yang
tidak mudah untuk diukur.
Untuk
menghindari kelemahan ini Sir John R. Hicks telah mengembangkan satu
pendekatan baru untuk mewujudkan perinsip pemaksimuman kepuasan oleh
seorang konsumen yang mempunyai pendapatan terbatas. Analisis ini
dikenal sebagai analisis kurva kepuasan sama, yang meliputi penggambaran
dua macam kurva, yaitu kurva kepuasan sama dan garis anggaran
pengeluaran.
Untuk menggambarkan kurva kepuasan sama perlu dimisalkan bahwa seseorang konsumen hanya akan membeli dan mengkonsumsi dua macam barang tersebut adalah makanan dan pakaian. Pemisalan-pemisalan lain adalah cita rasa masyarakat tidak berubah dan konsumen bebas untuk menentukan kombinasi barang makanan dan pakaianyang diingininya.
Untuk menggambarkan kurva kepuasan sama perlu dimisalkan bahwa seseorang konsumen hanya akan membeli dan mengkonsumsi dua macam barang tersebut adalah makanan dan pakaian. Pemisalan-pemisalan lain adalah cita rasa masyarakat tidak berubah dan konsumen bebas untuk menentukan kombinasi barang makanan dan pakaianyang diingininya.