Makalah otonomi daerah Lengkap
Wednesday, September 28, 2016
BAB
II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban
yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan
maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas
dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus
rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan
kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum,
juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan
cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi
yang ada di daerahnya masing-masing.
Pengertian Otonomi Daerah menurut Para Ahli
F. Sugeng Istianto
“Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”
Ateng Syarifuddin
“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud
pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan”
Syarif Saleh
“Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan
hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di
atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi
daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.
Aspek
Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.
Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.
Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya
kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang
kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban
harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya
wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri,
menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan
sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus
mampu :
1.
Berinisiatif
sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.
Membuat
peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.
Menggali
sumber-sumber keuangan sendiri.
4.
Memiliki
alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1.
mencegah
pemusatan kekuasaan.
2.
terciptanya
pemerintahan yang efesien.
3.
partisipasi
masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
1.
kesetaraan
politik ( political equality ).
2.
Tanggung
jawab daerah ( local accountability ).
3.
Kesadaran
daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi
pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa
secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep
otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi
kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1.
Dari
segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi
masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung
politik dan kebijakan nasional;
2.
Dari
segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan;
3.
Dari
segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan
kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan
program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi daerah adalah :
1.
untuk
terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2.
sebagai
sarana pendidikan politik.
3.
sebagai
persiapan karier politik.
4.
stabilitas
politik.
5.
kesetaraan
politik.
6.
akuntabilitas
politik.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi daerah
adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat.
Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon
tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan
pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi
kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan
lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih
efisien. Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi
oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya
pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan
antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1.
Pemahaman terhadap konsep
desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2.
Penyediaan aturan pelaksanaan
otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian peraturan
perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3.
Sosialisasi UU 22/1999 dan
pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4.
Manajemen penyelenggaraan otonomi
daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi
masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah masyarakat serta
pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5.
Kondisi SDM aparatur pemerintahan
yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6.
Belum jelas dalam kebijakan
pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan
konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan
sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan,
serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut
terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah daerah yaitu;
1.
kewenangan,
2.
kelembagaan,
3.
kepegawaian,
4.
keuangan,
5.
perwakilan,
6.
manajemen pelayanan publik,
7.
pengawasan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi meliputi:
1. PENDAPATAN
ASLI DAERAH (PAD)
·
Hasil pajak daerah
·
Hasil restribusi daerah
·
Hasil perusahan milik daerah, dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
·
Lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro
2. DANA
PERIMBANGAN
·
Dana Bagi Hasil
·
Dana Alokasi Umum (DAU)
·
Dana Alokasi Khusus
3. PINJAMAN
DAERAH
A. Pinjaman
Dalam Negeri
·
Pemerintah pusat
·
Lembaga keuangan bank
·
Lembaga keuangan bukan
bankMasyarakat (penerbitan obligasi daerah)
B. Pinjaman
Luar Negeri
·
Pinjaman bilateral
·
Pinjaman multilateral
·
Lain-lain pendapatan daerah yang
sah;
·
hibah atau penerimaan dari daerah
propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya,
·
penerimaan lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Peluang Bisnis Ekonomi Serta
Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi saat
ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus pada pertumbuhan
ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan baik.
Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama
ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat
nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan
tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis terjadi).
Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar
propinsi makin membesar.
Di era otonomi daerah dan
desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan
kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung
jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa
tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan
mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
Ø Pelibatan
masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan
daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi,
adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
Ø Pelibatan
masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian
pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan
daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian
dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan
serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang
dipandang salah.
Ø Pelibatan
masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan
daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah
yang baik.
Ø Perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi
menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan
otonomi seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab
dan kewajiban daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan
otonomi daerah, maka pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan
berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun
dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut,
maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan
dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi
ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan
dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber
ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan
publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan
keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan,
dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan
kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan mengoptimalkan sumber
penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi
pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal
ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan
PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan
daerah yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam
pelaksanaan pemerintahan di daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan
otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan
serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang
bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan
instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak,
baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan
lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap
adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil.
Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar,
karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah
itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
yang di maksud Otonomi Daerah adalah
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada
Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah
lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan
mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap
kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah
Pusat
Pelaksanaan otonomi daerah selain
berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi
yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih
luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan
dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing
DAFTAR PUSTAKA
http://karuniayeni.blogspot.com/2012/04/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonnomi.html