-->

ads

MAKALAH KONSEP HUTANG DALAM ISLAM LENGKAP



BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hakekat manusia yang bersifat sosial, dimana orang tak dapat hidup sendiri harus saling membantu baik dalam kesusahan maupun kebaikan. Seperti halnya pada harta dimana saat melihat saudara semuslim kita kesusahan contohnya dalam harta dan sngat mendesak alangkah lebih baik kita membantu, yaitu dengan cara menghutangi dengan catatan orang yang di hutangi akan membayar jika sudah tiba waktunya dan ada untuk pengembaliannya.
Firman Allah S.W.T bermaksud “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya” (Surah al-Baqarah ayat 282). Maksud dari ayat tersebut adalah saat menghutangi sesuatu alangkah baiknya di catat agar tak ada kata lupa baik dalam waktu maupun jumlah yang di hutangi.
Hutang di perbolehkan dalam islam karena ada kaitannya dengan ayat dalam al Quran yang berbunyi taawun yang berarti tolong menolong.
Pengertian hutang adalah memberikan sesuatu yang memiliki nilai yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Contoh, A meminjam emas 10 gram pada B. Maka B wajib mengembalikan utang tersebut pada A sebanyak 10 gram emas atau uang senilai itu pada waktu yang telah ditentukan.
Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini dibuat untuk  memaparkan apa yang telah disyariatkan oleh agama Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, landasan hukum, hukum qardh, dan lain sebagainya.






BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Hutang
Di dalam fiqih Islam, hutang piutang atau pinjam meminjam telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang
Qardh secara etimologi merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-syai’- yaqridhuhu, yang berarti dia memutuskanya.
القَرْضُ بِفَتْحِ الْقَافِ وقد تكسر، وَأَصْلُهُ فِي اللُّغَةِ: القَطْعُ.
Qardh adalah bentuk masdar yang berarti memutus. Dikatakan qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-Qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari. Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.
Menurut ulama Hanafiyah:
القَرْضُ هُوَ مَا تُعْطِيْهِ مِنْ مَالٍ مِثِليٍّ لِتَتَقَاضَاهُ ،أَوْ بِعِبَارَةٍ أُخْرَى هُوَ عَقْدٌ مُخُصُوصٌ يَرُدُّ عَلَى دَفْعِ مَالٍ مِثْلِيٍّ لِأخَرَلِيَرُدَّ مِثْلَهُ
Artinya:
Qaradh adalah harta yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qaradh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsil) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya.”
Sayyid Sabiq memberikan definisi qardh sebagai berikut:
الْقَرْضُ هُوَ الْمَالُ الَّذِيْ يُعْطِيْهِ الْمُقْرِضُ لِلْمُقْتَرِضُ لِيَرُدَّ مِثْلَهُ إِلَيْهِ عِنْدَ قُدْرَتِهِ عَلَيْهِ
Artinya:
Al-qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid) kepada penerima utang (muqtarid) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.”
Hanabilah sebagaimana dikutip oleh ali fikri memberikan definisi qardh sebagai berikut:
اَلْقَرْضُ دَفْعُ مَالٍ لِمَنْ يَنْتَفِعُ بِهِ وَيَرُدُّ بَدَلَه
Artinya:
Qardh adalah memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan penggantinya.”
Adapun pendapat Syafi’iyah adalah sebagai berikut:
اَلشَّا فِعِيَّةُ قَالُوْا : اَلْقَرْضُ يُطْلَقُ شَرْعًا بِمَعْنَى الشَّيْءِالْمُقْرَض.
Artinya:
Syafi’iyah berpendapat bahwa qaradh dalam istilah syara’ diartikan dengan sesuatu yang diberikan kepada orang lain (yang pada suatu saat harus dikembalikan)
Hutang piutang termasuk salah satu sikap dalam islam karena terkait dengan kata saling tolong menolong.
DALIL SEPUTAR HUTANG PIUTANG

 Quran Surat Al-Baqarah 2:282

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فَسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.





KONSEP HUTANG DALAM ISLAM
Konsep berhutang menurut perspektif Islam ialah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian bahawa orang yang diberi pinjam itu akan membayar dengan kadar sama.
Amalan berhutang kini menjadi persoalan biasa di kalangan masyarakat Islam. Sama ada ia atas nama pembiayaan peribadi, pelajaran, kereta, pemilikan kad kredit dan pelbagai skim ditawarkan syarikat perbankan, rata-rata ia memberi maksud hutang. Malah, kewujudan ‘Ah Long’ juga adalah mata rantai kepada urusan pinjaman dan hutang.
Persoalan hutang dan pinjam meminjam adalah antara perbahasan yang berada dalam ruang lingkup perspektif Islam dan ia terikat dengan hukum ditetapkan syarak. Ianya dibahas dan dikupas oleh sarjana Islam dalam kitab fiqh menerusi keterangan yang ada dalam ayat al-Quran dan Hadis Nabawiyah.
Firman Allah S.W.T bermaksud “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya” (Surah al-Baqarah ayat 282).
Secara dasarnya Islam membolehkan kepada seseorang untuk berhutang atas faktor yang memaksa seperti masalah kesempitan hidup. Namun begitu, perlu diperjelaskan di sini bahawa bebanan bakal diterima si penghutang adalah berat, terutama jika hutang tidak dibayar. Lebih berat jika dia meninggal dunia dalam keadaan hutang tidak dilangsaikan.
Perkara zalim dalam urusan hutang piutang mesti dielakkan dan dijauhkan seperti mengenakan riba’, faedah dan bunga yang tinggi kerana ia ternyata membebankan si penghutang. Lebih parah dengan kadar bunga yang terlalu tinggi menyebabkan berlaku nilai bunga yang sepatutnya dibayar semula jauh lebih tinggi daripada kadar wang dipinjam. Ia ternyata penganiayaan kepada manusia lemah dan tidak berkemampuan.
Kepada orang berhutang pula, sebaik-baiknya berusaha dengan tangan sendiri sebelum mengambil keputusan meminta-minta atau berhutang dengan orang lain. Orang yang suka berhutang seolah-olah menafikan kebolehan yang ada pada dirinya untuk berusaha sendiri mencari rezeki keperluan hidup.
Sebaik-baiknya cobalah elakkan diri daripada berhutang. Namun, apabila keadaan terlalu mendesak dan tiada jalan lain untuk memperoleh wang, maka di sinilah Islam membenarkan amalan berhutang.
Apabila sudah mula meminjam, aturkan jadual pembayaran hutang secara berterusan dan konsisten mengikut jadual serta menepati syarat perjanjian supaya tidak menimbulkan masalah pada kemudian hari. Cuba elakkan daripada mengambil kesempatan melambat-lambatkan pembayaran hutang kerana ia bukan sahaja menyusahkan diri sendiri malah kepada orang yang memberi hutang. Rasulullah turut memberi ingatan bahawa jika seseorang itu meninggal dunia, sedangkan dia masih berhutang, dosanya tidak akan diampunkan walaupun dia mati syahid dalam peperangan.
Dalam Islam berhutang memang diharuskan. Islam memberi galakan kepada umatnya, agar memberi bantuan kepada saudara-saudaranya, lebih-lebih lagi dalam hal keperluan asasi. Hutang yang dibenarkan dalam Islam hanyalah hutang Al Qard dengan maksud pinjaman. Ia juga dikenali dengan nama Al Qardhul Hasan atau Al Qardn Hassan atau pinjaman kebajikan (benevolent loan) di mana hutang atau pinjaman diberikan kepada orang yang sangat memerlukan bantuan, tanpa melibatkan bayaran lebih semasa bayaran balik hutang tersebut.
Orang yang memberikan hutang tidak boleh mengenakan bayaran tambahan ke atas hutang itu, kerana jumlah tambahan ke atas hutang itu dikenali sebagai RIBA yang amat dilarang dalam Islam.
Dalam konsep hutang dalam islam di jelaskan juga bahwa membayar hutang adalah wajib. Seperti dalam kasus berikut Berbagai-bagai alasan akan diberikan untuk mengelak atau menangguhkan pembayaran hutang tersebut. Sesungguhnya melambat-lambatkan bayaran hutang, amatlah besar sekali akibatnya dalam kehidupan manusia, bukan sahaja di dunia, bahkan juga di akhirat. Antaranya:
a.          Mereka akan ditimpa kehinaan dan hilang maruahnya.
b.          Hidup mereka tidak mendapat keredhaan Allah
c.           Mereka digolongkan dalam perbuatan zalim.
d.          Amalan kebajikan mereka tidak diberkati.
Mari kita lihat pendekatan Islam melalui hadis Rasulullah s.a.w yang disampaikan oleh Abu Hurairah r.a, di mana ianya menceritakan tentang kebaikan memberikan kelonggaran bagi menjelaskan hutang.
Rasulullah s.a.w bersabda; “Barang siapa yang memberikan kelonggaran waktu pada hutangnya orang fakir dan miskin atau membebaskannya, maka Allah memberikan kepadanya naungan di hari Kiamat di bawah naungan arasyNya, ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya .” Hadis riwayat Imam Al Tirmidhi. Rujuk Sunan al Tirmidhi Jil. II.

HUKUM HUTANG DALAM ISLAM
Hukum Hutang piutang pada asalnya DIPERBOLEHKAN dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang DISUKAI dan DIANJURKAN, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah sebagaimana berikut ini:
Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (245)
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Sedangkan dalil dari Al-Hadits adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Rafi’, bahwa Nabi  pernah meminjam seekor unta kepada seorang lelaki. Aku datang menemui beliau membawa seekor unta dari sedekah. Beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk mengembalikan unta milik lelaki tersebut. Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Yang kudapatkan hanya-lah seekor unta ruba’i terbaik?” Beliau bersabda,
Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan hutang.” (3)
Nabi  juga bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah II/812 no.2430, dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil (no.1389).)
Hukum hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi. Pada umumnya pinjam-meminjam hukumnya sunah / sunat bila dalam keadaan normal. Hukumnya haram jika meminjamkan uang untuk membeli narkoba, berbuat kejahatan, menyewa pelacur, dan lain sebagainya. Hukumnya wajib jika memberikan kepada orang yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang anaknya sedang sakit keras dan membutuhkan uang untuk menebus resep obat yang diberikan oleh dokter.

PERINGATAN KERAS TENTANG HUTANG
Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui dan memahami bahwa hukum berhutang atau meminta pinjaman adalah DIPERBOLEHKAN, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi  pernah berhutang.(4) Namun meskipun demikian, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi. Karena hutang, menurut Rasulullah , merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah  (artinya): “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

Rasulullah  pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah  bersabda:
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim III/1502 no.1886, dari Abdullah bin Amr bin Ash ).
Macam – Macam Hutang
Hutang dalam hukum Islam terbagi menjadi dua bagian: hutang yang baik (qardh hasan) dan hutang berbunga (qardh ribawi).
a)      Hutang Baik atau Hutang Halal (القرض الحسن)
Hutang piutang yang halal adalah transaksi hutang dari pemberi hutang kepada orang yang hutang berdasarkan pada belas kasih pada terhutang (muqtaridh) agar supaya mengembalikan dengan nilai yang sama tanpa syarat lebih.
b)                  Hutang Ribawi atau Hutang Haram
Yaitu harta yang diberikan pada orang yang hutang dengan syarat mengembalikannya dengan nilai lebih dari yang jumlah yang dihutang.
Rukun Hutang
Dalam Hutang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada :
Ø Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
Ø Ada yang memberi hutang / kreditor
Ø Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
Ø Ada barang atau uang yang akan dihutangkan



Manfaat Hutang Piutang
Hutang piutang dapat memberikan banyak manfaat / syafaat kepada kedua belah pihak. Hutang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan. Hutang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.

























BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Hutang adalah memberikan sesuatu--yang memiliki nilai-- yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Adapun dalil yang memperkuatnya yaitu QS. Albaqoroh : 282
        Konsep hutang dalam islam yaitu bahwa hutang boleh asalkan dalam keadaan terdesak, dan memberikan utang memiliki keutamaan yaitu saling tolong menolong.
        Membayar hutang hukumnya adalah wajib sampai rosululloh pun bersabda bahwasannya tidak akn di ampuni dosannya walaupun mati syahid dalam perang karena masih memiliki hutang yang belum terbayar.
        Adapun rukun dari hutang yaitu:
B.   Ø Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
C.   Ø Ada yang memberi hutang / kreditor
D.   Ø Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
E.   Ø Ada barang atau uang yang akan dihutangkan

Daftar pustaka
http://kistiyani.blogspot.co.id/2015/03/konsep-hutang-dalam-islam.html

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel