Makalah Etika Bisnis dalam Ekonomi
Thursday, September 29, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah
etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak
dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara
lain termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini
tidak terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil
pembangunan selama ini. Peran dunia usaha dalam perekonomian begitu
cepatnya, sehingga dalam hal investasi, misalnya, sekarang sudah 3 kali
investasi pemerintah. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam
maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya
tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan
kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut
oleh ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam
ekonomi pasar global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing.
Untuk
bersaing harus ada daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan
efisiensi. Untuk itu pula, diperlukan etika dalam berusaha, karena
praktik berusaha yang tidak etis, dapat mengakibatkan rente ekonomi,
mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh pada masalah
etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna
mengendalikan kemajuan dan penerapan teknologi bagi kemanusiaan.
Kemajuan teknologi informasi misalnya, akan memudahkan seseorang
mengakses privacy orang lain.
Para
ahli sering berkelakar bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi
istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang
berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika
dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika. Buku
Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan
strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan sebuah pandangan
yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.
Oleh
karena itu, pemahaman tentang etika bisnis diperlukan untuk para pelaku
bisnis agar usaha yang dijalankan dapat menjadi suatu usaha bisnis yang
beretika dan mengurangi resiko kegagalan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Banyaknya
studi kasus perusahaan pada era globalisasi ini yang tidak menjalankan
usahanya dengan berlandaskan etika bisnis, dan tidak mengetahui para
pelaku usaha tentang penting etika binis dalam perusahaan.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian etika dan korelasinya dengan moralitas
2. Mengetahui pengertian dan konseptual etika bisnis
3. Mengetahui pentingnya etika dalam dunia bisnis
4. Mengetahui penerapan etika bisnis dalam organisasi perusahaan.
1.4 METODE PENULISAN
Metode
penulisan oleh penulis dalam penyusunan makalah ini yakni menggunakan
data referensi dan literature yang terkait dari buku, jurnal, makalah,
dan situs internet.
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 PENGERTIAN ETIKA
Etika
berasal dari kata ethos, salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi
membahas bidang etika yaitu, tentang nilai keutamaan dan bidang
estetika, nilai-nilai keindahan, serta pemilihan nilai-nilai kebaikan.
Jika ditinjau dari bahasa Inggris, etika berasal dari kata ethics, yakni
ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya manusia
hidup dalam masyarakat
Emanuel Kant, mengajukan satu pertanyaan was sall ich tun? (apa yang akan kita lakukan?) (sesuai dengan norma yang berlaku). Pertanyaan ini pada intinya ada suatu “pilihan” yang berarti adanya konsep nilai terhadap perbuatan yang akan kita lakukan. Tugas Etika bagi orang-orang yang berfikir dan bergerak secara teoritis yakni untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi (baik masalah kehidupan maupun masalah ilmu).Dimana tujuan penerapan etika adalah untuk “orientasi” ketika seseorang dihadapkan “sesuatu hal” yang harus dia putuskan baik untuk menilai maupun bertindak. Contoh: Ketika seseorang berdagang, ia harus mampu menentukan apakah untuk mendapatkan keuntungan ia harus, menim-bun barangnya dulu, menjual dengan harga yang mahal, mengoplos dengan kualitas rendah, atau ia akan menjual barangnya dengan harga yang wajar.
Emanuel Kant, mengajukan satu pertanyaan was sall ich tun? (apa yang akan kita lakukan?) (sesuai dengan norma yang berlaku). Pertanyaan ini pada intinya ada suatu “pilihan” yang berarti adanya konsep nilai terhadap perbuatan yang akan kita lakukan. Tugas Etika bagi orang-orang yang berfikir dan bergerak secara teoritis yakni untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi (baik masalah kehidupan maupun masalah ilmu).Dimana tujuan penerapan etika adalah untuk “orientasi” ketika seseorang dihadapkan “sesuatu hal” yang harus dia putuskan baik untuk menilai maupun bertindak. Contoh: Ketika seseorang berdagang, ia harus mampu menentukan apakah untuk mendapatkan keuntungan ia harus, menim-bun barangnya dulu, menjual dengan harga yang mahal, mengoplos dengan kualitas rendah, atau ia akan menjual barangnya dengan harga yang wajar.
Uno
(2004) membedakan pengertian etika dengan etiket. Etiket (sopan santun)
berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan
yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari
bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar
dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Jika kata etika dikaitkan
dengan kata bisnis akan menjadi Etika Binis (business ethics). Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, It’s Natural and Environment An Introduction” memberi batasan yakni, ”business ethics is ethical standards that concern both the ends and means of business decision making”.
Ginanjar
Kartasasmita dalam seminar SDM (diakses pada tanggal 28 Maret 2010)
mengatakan bahwa etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral
perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana
standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar
itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung
dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika
merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral
orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk
akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit.
Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral
yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar
moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau
yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika
mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah dan
moral yang baik dan yang jahat.
2.2 HUBUNGAN ETIKA DAN MORALITAS
Menurut
Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), moral
dapat diartikan sebagai akhlak, dan susila (su=baik, sila=dasar,
susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas berarti kesusilaan; sedangkan
Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical)
diartikan pantas, layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika
penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya
memiliki makna dan arti berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga
orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh etika. Demikian pula
perusahaan yang memilikietika bisnis pasti manajernya dan segenap
karyawan memiliki moral yang baik.
Moralitas
adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu
benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma
yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar
atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada
objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk.
Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak
berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai
pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang
bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar
moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga,
teman, pengaruh kemasyarakatan seperti masjid, gereja, sekolah,
televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral:
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan manusia
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewa otoritatif tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar
moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan
persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada
penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri,
didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya
diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan
kosakata tertentu.
Dunia
etika adalah dunia filsafat, nilai, dan moral. Dunia bisnis adalah
dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abstrak dan berkenaan
dengan persoalan baik dan buruk, sedangkan bisnis adalah konkrit dan
harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral adalah tidak
merugikan orang lain. Artinya moral senantiasa bersifat positif atau
mencari kebaikan. Dengan demikian sikap dan perbuatan dalam konteks
etika bisnis yang dilakukan oleh semua yang terlibat, akan menghasilkan
sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya maupun bagi
yang lain. Sikap atau perbuatan seperti itu dengan demikian tidak akan
menghasilkan situasi “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi
”win-win”. Apabila moral adalah nilai yang mendorong seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka etika adalah rambu-rambu
atau patokan yang ditentukan sendiri oleh pelaku atau kelompoknya.
Karena moral bersumber pada budaya masyarakat, maka moral dunia usaha
nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya. Moral pembangunan
haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia.
2.3 PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke
dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada
orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain
mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2. Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat
3. Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak – pihak yang melakukannya.
Bisnis
adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling
percaya, kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1. Pengendalian Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan
dalam bentuk apapun.
Disamping
itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan
main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan
jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis,
tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “Etis”.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan Jati Diri Dan Tidak Mudah Untuk Terombang-ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Tekhnologi.
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan Yang Sehat.
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas,
tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya,
harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan
menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk
itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang
seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang,
tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi"
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar.
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan"kongkalikong"
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan
“kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antara Golongan Pengusaha Kuat Dan Golongan Pengusaha Ke Bawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan.
Yang
selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat
sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah
untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen Dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
10. Menumbuhkembangkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Telah Disepakati.
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis Yang Dituangkan Dalam Suatu Hukum Positif Yang Berupa Peraturan Perundang – undangan.
Hal
ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang
bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia
bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin
jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam
menghadapi tahun 2020 dapat diatasi.
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery),
adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima atau meminta
sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang
pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk
memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat
dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun
pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak
mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan
mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion),
adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan
jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit
kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang
individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft),
adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau
mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.
Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination),
adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang
tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau
agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara
tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan
tidak.
2.4. PENTINGNYA ETIKA DALAM DUNIA BISNIS
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan
ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?.Didalam
bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara.
Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu
tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor
perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan
tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up,
ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak
memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan
segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada
pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa
dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika
bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat
dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu
negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan
perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis.
Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh
tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan
hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks.
Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang
tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia
usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang
selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih
adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa
produk nasional terkena batasan di pasar internasional.
Contoh
lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena
pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber
alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diperlukan untuk
mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika
bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro
maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Perspektif Makro
Pertumbuhan
suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif
dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan
jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat
efektif, yaitu:
1) Hak memiliki dan mengelola properti swasta
2) Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa
3) Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika
salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak
etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat
pertumbuhan sistem secara makro.
Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro :
1) Penyogokan atau suap.
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
2) Coercive act.
Mengurangi
kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa
untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
3) Deceptive information
4) Pecurian dan penggelapan
5) Unfair discrimination.
2. Perspektif Bisnis Mikro.
Dalam
Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam
Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier,perusahaan,
konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan
berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk
selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan
bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolok ukur
etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan
keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada
etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi
etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1) Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan
keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan
konsekuensi (dampak) keputusan tersebut
2) Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai
petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan
akibat, antara lain:
I. Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain
II. Prinsip
Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak,
kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:
A. Keadilan
distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi
benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga
dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan,
pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari
tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
B. Keadilan
retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti
rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab
atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan
tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
C. Keadilan
kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak
yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis,
pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila
kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa
manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan
kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang
merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok.
Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok
masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada
suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika
di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu
dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan
yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah,
masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang
menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka
inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan
menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh
kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas
untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan
siapapun dalam perekonomian.
2.5 PENERAPAN ETIKA PADA ORGANISASI PERUSAHAAN
Dapatkan
pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan
kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada
orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini:
Ekstrem
pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang
mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa
perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja
atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung
jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka
adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang
dilakukan manusia.
Ekstrem
kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal
berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena
ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi
memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang
anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang
tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal
untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia
gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti
mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan
berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah
yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung
jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan
mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak
keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan
oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara
moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan
bertindak secara bermoral.
2.6 GLOBALISASI, PERUSAHAAN MULTINASIONAL DAN ETIKA BISNIS
Globalisasi
adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system
ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk
didalamnya barang-barang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan
budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke
negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya
penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia,
kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan
pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan
multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab
dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan
multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang
menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa
negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan
kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang
berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara
dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang
menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang
seharusnya tidak mereka lakukan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Moral
dapat diartikan sebagai akhlak, dan susila (su=baik, sila=dasar,
susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas berarti kesusilaan; sedangkan
Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (Ethical)
diartikan pantas, layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika
penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya
memiliki makna dan arti berbeda.
2. Etika
bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu
diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat
modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan
diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
3. Pentingnya etika bisnis tersebut dalam dunia bisnis yakni berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro.
4. Penerapan
etika bisnis dalam organisasi perusahaan mengakibatkan perusahaan
bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa
yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab
secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah
bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan
manusia.
3.2 SARAN
Setelah
mengetahui betapa pentingnya peranan etika bisnis dalam suatu
perusahaan, maka penulis menyarankan dan mengajak kepada pembaca agar
dalam menjalankan usaha bisnisnya menerapkan suatu etika bisnis untuk
mengurangi resiko kegagalan dan bersaing dalam era globalisasi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Steade et al (1984: 701),Etika Bisnis,”Business, Its Natural and Environment An Introduction”.
Echols and Shadily (1992: 219), Kamus Inggris Indonesia.
Ginanjar Kartasasmita dalam seminar SDM (diakses pada tanggal 28 Maret 2010).
Artikel Etika Bisnis,www.Google.com,09-04-2010.
Etika Bisnis,www.Wikipedia.com,09-04-2010.