MAKALAH PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT
Wednesday, November 11, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh
seseorang sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia,
namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam
sejarah bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang diterapkan di
Indonesia bila dibandingkan dengan ideologi besar lain di dunia
mempunyai suatu perbedaan. Di satu sisi terkadang perbedaan tersebut
terasa dekat dan tipis, tetapi di sisi lainnya perbedaan tersebut sangat
jauh dan sangat berbeda.
Permasalahan
tentang Ideologi Pancasila bukan hanya sebuah permasalahan yang
berkadar kefilsafatan karena bersifat cita-cita dan normatif namun juga
bersifat praksis karena menyangkut operasionalisasi dan strategi. Hal
ini karena ideologi Pancasila juga menyangkut hal-hal yang mendasarkan
suatu ajaran yang menyeluruh tentang makna dan nilai-nilai hidup,
ditentukan secara kongkrit bagaimana manusia harus bertindak. Ideologi
Pancasila tidak hanya menuntu misalnya agar setiap warga negara
bertindak adil, saling tolong menolong, saling menghormati antar sesama
manusia, lebih mengutamakan kepantingan umum daripada kepentingan
pribadi atau kepentingan golongan dan sebagainya, melainkan juga
ideologi Pancasila akan menuntut ketaatan kongkrit, harus melaksanakan
ini dan itu, dan bahkan seringkali menuntut dengan mutlak orang harus
bersikap dan bertindak tertentu.
Lalu
sejauh mana Perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai
ideologi nasional telah dilakukan dan apakah posisi ideologi bangsa
Indonesia saat ini sudah sesuai pada koridor yang sesungguhnya atau
cenderung eksplisit ke paham-paham lain selain Pancasila? Itulah yang
dikaji dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Mengapa Pancasila dapat dijadikan sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia?
1.2.2 Bagaimana perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional?
1.2.3
Bagaimana perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan
ideologi-ideologi besar dunia seperti agama, liberalisme &
komunisme?
1.2.4 Apa hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
· Tujuan khusus
- Untuk menegtahui mengapa Pancasila dapat dijadikan sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia.
- Untuk mengetahui bagaimana perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional.
- Untuk
mengetahui bagaimana perbandingan Ideologi Nasional Pancasila
dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti agama,
liberalisme & komunisme.
- Untuk mengetahui hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana
· Tujuan umum
- Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran yang ilmiah secara tertulis.
- Untuk memenuhi tugas dalam bidang studi studi Pancasila.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan
dimana penulis mengambil beberapa sumber (sebagaian besar dari buku) dan
menyimpulkan apa yang didapatkan dari sumber-sumber tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengukuhan Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan
nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup.
Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur kebaikan yang
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup
manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangaka acuan baik untuk
menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam
masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin
memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk
mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang
lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup
sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara
berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga
masyarakatutama yang dirapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan
hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara
membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya
yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
Dalam
pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat
dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan
selanjutnya pendangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai
ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut
sebagai ideologi negara.
Dalam
proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup
masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat
timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada
pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup pribadi
warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan hidup
masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat
oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Transformasi
pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan
akhirnyamenjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup
Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta
ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia
dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai
pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat
Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa
yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah
Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara
dalam sidang BPUPKI, Panitia ”Sembilan”, serta sidang PPKI kemudian
ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara republik Indonesia, dan
dalam pengertian inilah maka Pncasila sebagai Pandangan hidup negara dan
sekaligus ideologi negara.
Bangsa
Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup
bersama yang bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya.
Dengan pandangan hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan
mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya. Dengan suatu
pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu memandang
dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga
tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan
suatu pandangan hidup yang jelas maka bangsa Indonesia akan memiliki
pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai maslah
politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, hankam dan persoalan lainnya
dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya
konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar
pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap
baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan
suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, maka pandangan hidup tesebut dijunjung tinggi oleh warganya
karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan
hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa
Indonesia yang bhinneka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas
pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Sebagai
intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila
merupakan cita-cita moral bangsa untuk berperilaku luhur dalam
kehiduapan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.2 Perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional
Pancasila
sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun
bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa
ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
reformatif untuk memcahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa
berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta
zaman.
Dalam
ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang
bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat
operasional, oleh karena itu setiap kali harus dieksplisitkan.
Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang
selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga
terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi
dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai
suatu contoh dalam kaitannya dengan ekonomi yaitu diterapkannya ekonomi
kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum,
kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya.
Berdasarkan
pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
sebagai berikut:
· Nilai Dasar,
yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah
merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal,
sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta
nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideologi tersebut tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga oleh karena Pembukaan memuat
nilai-nilai dasar ideologi Pancasila maka Pembukaan UUD 1945 merupakan
suatu norma dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sebagai sumber
hukum positif sehingga dalam negara memiliki kedudukan sebagai
”Sttatsfundamentalnorm” atau pokok kaidah negara yang fundamental.
Sebagai ideologi terbuka, nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan
terletak pada kelangsungan hidup negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD
1945 yang memuat nilai dasar ideologi Pancasila tersebut sama halnya
dengan pembubaran begara. Adapun nilai dasar tersebut kemudian
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang didalamnya terkandung
lembaga-lembaga penyelenggaraan negara, hubungan antara lembaga
penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.
· Nilai Instrumental,
yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi,
penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Misalnya, Garis-Garis Besar Haluan Negara yang lima tahun senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi Masyarakat,
undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksanaan dan
lain sebagainya. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan
(reformatif).
· Nilai Praksis,
yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu
realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam realissi praksis
inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan
selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspirasi
masyarakat.
Suatu
ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa
cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik,
juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu
direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi
secara kongkret. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka
secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:
· Dimensi Idealistis,
yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat
sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila
tersebut bersumber pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi
bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Kadar
serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan
harapan, optimisme serta mampu menggugah motivasi para pendukungnya
untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan.
· Dimensi Normatif,
yaitu nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila perlu dijabarkan
dalam suatu sistem norma, sebagaimana tekandung dalam normr-normr,
kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara
Indonesia serta merupakan Pokok kaidah Negara yang fundamental. Dalam
pengertian ini ideologi Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah
operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas.
· Dimensi Realistis,
yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup
berkembang di masyarakat. Olek karena itu, Pancasila selain memiliki
dimensi nilai-nilai ideal serta normatif, maka Pancasila harus mampu
dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara. Dengan
demikian, Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ”utopis”
yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang-awang, melainkan suatu
ideologi yang bersifat ”realistis” artinya mampu dijabarkan dalam
segala aspek kehidupan nyata.
Berdasarkan
dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi tebuka, maka
sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ”Utopis” yaitu hanya merupakan
sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata.
Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ”doktrin”
belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma yang beku,
melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata
dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya Pancasila juga
bukan merupakan suatu ideologi yang ”pragmatis” yang hanya menekankan
segi-segi praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi
Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar yang
bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran realisasinya senantiasa
dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu
melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal
inilah yang merupakan perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya
sebagai ideologi nasional.
2.3 Perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti agama, liberalisme & komunisme
Sebelum
penulis membandingkan ideologi Pancasila, agama, liberalisme, dan
komunisme, penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang ideologi agama,
liberalisme, dan komunisme.
2.3.1 Ideologi Agama
Dalam
Ideologi Agama, konsepsi negara dan agama adalah satu, artinya bahwa
pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, dan segala tata
kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara didasarkan atas
firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis.
Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara
berideologi agama, yaitu:
Ä Negara Berideologi Agama Langsung
Dalam
sistem negara berideologi agama langsung, kekuasaan adalah langsung
merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas
kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan. Contohnya, dalam
perang dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang untuk kaisarnya,
karena menurut kepercayaannya, kaisar adalah sebagai anak Tuhan.
Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam negara berideologi
agama langsung , sebagai upaya untuk memperkuat dan meyakinkan rakyat
terhadap kekuasaan Tuhan dalam negara.
Dalam
sistem negara yang demikian, maka agama menyatu dengan negara, dalam
arti seluruh sistem negara, norma-norma negara adalah merupakan otoritas
langsung dari Tuhn melalui Wahyu.
Ä Negara Berideologi Agama Tidak Langsung
Berbeda
dengan sistem negara berideologi agama langsung, negara berideologi
agama tidak langsung berpegangan bahwa bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam negara, melainkan Kepala Negara atau Raja, yang
memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah
negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan
suatu karunia dari Tuhan. Dalam sejarah kenegaraan kerajaan Balanda,
raja mengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat dari
Tuhan. Raja mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.
Negara
merupakan penjelmaan dari kekuasaan Tuhan, dan oleh karena kekuasaan
raja dalam negara adalah merupakan kekuasaan yang berasal dari Tuhan,
maka sistem dan norma-orma dalam negara dirumuskan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Demikianlah kedudukan agama dalam negara
berideologi agama dimana firman Tuhan, norma agama serta otoritas Tuhan
menyatu dengan negara.
2.3.2 Ideologi Liberal
Paham
liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham yang
meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang
meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan
atas kebenaran fakta empiris (yang ditangkap dengan indera manusia)
serta individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan individu
sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan negara. Menurut
paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang
utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai
individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri.
Menurut Hobbes istilah ”homo homini lupus” bararti bahwa dalam hidup
masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi
ancaman bagi manusia lainnya. Liberalisme yaitu bahwa rakyat merupakan
ikatan dari individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang
mendasari kehidupan bersama dalam negara.
Kebebasan
manusia dalam realisasi demokrasi senantiasa mendasarkan atas
kebebasan individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat
tingkatan tertinggi dalam negara, sehingga dimungkinkan akan
berkedudukan lebih tinggi daripada nilai religius. Hal ini harus
dipahami karena demokrasi akan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, antara lain bidan
politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, ilmu pengetahuan bahkan kehidupan
agama ataupun religius. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta
karakter bangsa sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi
yang hanya mendasarkan pada paham liberalisme
2.3.3 Ideologi Komunis
Berbagai
macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunismelah
sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagai
bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari
ideologi liberal. Menurut paham ini, munculnya masyarakat kapitalis
menyebabkan penderitaan rakyat, sehinggakomunisme muncul sebagai reaksi
atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung
pemerintah. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinanbahwa
manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial saja dan sekumpulan relasi
sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukan individualisme. Karena
tidak adanya hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham
komunisme bahwa demokrasi individualisme itu tidak ada, yang ada adalah
hak komunal.
Dalam
masyarakat terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara
dialektis yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar (buruh). Kelas
Kapitalis senantiasa melakukan penindasan atas kelas buruh proletar.
Semua ini harus dilenyapkan. Untuk merubah hal tersebut, maka harus
dilakukan dengan mengubah secara revolusioner infrastruktur masyarakat.
Etika ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada
kepentingan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas.
Kaitannya
dengan negara, bahwa negara adalah sebagai manifestasi dari manusia
sebagai makhluk komunal. Mengubah masyarakat secara revolusioner harus
berakhir dengan kemenangan pada pihak kelas protelar. Pemerintah negara
harus dipegang oleh orang-orang yang meletakkan kepentingan pada kelas
proletar. Hak individual dianggap tidak ada dan hak asasi dalam negara
hanya berpusat pada hak kolektif. Sehingga komunisme adalah anti
demokrasi dan hak asasi manusia.
2.3.4 Perbandingan Ideologi Pancasila, Agama, Liberalisme, dan Komunisme
![]()
Hal
|
Pancasila
|
Agama
|
Liberal
|
Komunis
|
Hubungannya dengan
Agama
|
Wajib dengan kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinannya.
|
Wajib, dengan agama yang sama dengan yang danut pemerintah.
|
Boleh memeluk agama dan juga tidak dilarang untuk tidak memeluk agama.
|
Tidak percaya dengan keberadaan Tuhan.
|
Hubungannya dengan Tatanan
Ekonomi
|
Mengutamakan ekonomi koperasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
|
Sesuai tuntunan kitab suci agama yang dianut. Contohnya, ekonomi Syariah untuk negara berideologi agama Islam
|
Melaksanakan sistem ekonomi liberal yang bebas. Hak-hak pribadi diakui dan diberi ruang sebebas-bebasnya
|
Melaksanakan
ekonomi etatisme yang berpijak pada kepentingan kolektif rakyat
secara menyeluruh. Hak-hak pribadi dibatasi sampai pada batas tidak
diakui
|
Hubungannya dengan sistem politik dan pemerintahan
|
Sistem
politik yang berasaskan Pancasila. Memperkenankan terdapat banyak
organisasi partai untuk kepentingan demokrasi. Dipimpin oleh seorang
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
|
Sistem
politik yang berdasarkan tuntunan kitab suci. Tidak terdapat partai.
Kepala negara dan kepala pemerintahan digariskan dalam garis
keturunan Raja.
|
Sistem
politik yang liberal dan demokratis. Terdapat sedikit partai, tapi
sangat aspiratif dengan keinginan rakyat. Kepala negara dan kepala
pemerintahan dipimpin oleh presiden.
|
Sistem
politik yang sosialis. Terdapat beberapa partai yang berhaluan
berbeda, tetapi hanya satu yang muncul. Hal itu karena adanya
keberpihakan politik pada salah satu partai saja. Hal ini biasa
disebut demokrasi tertutup. Dipimpin oleh presiden seorang presiden.
|
2.4 Hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana
2.4.1 Pengertian Tri Hita Karana
Masyarakat
Bali dalam kehidupannya dituntun oleh nilai-nilai kebudayaan bali yang
bercorak religius yang selalu berusaha bersikap seimbang terhadap alam
sekitarnya. Nilai dan asas-asas itu kemudian dipersepsikan ke dalam
ajaran Filsafat Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan suatu tata
krama bertujuan untuk melestarikan keseimbangan hidup yang bermuara pada
kemakmuran dunia. Secara harfiah artinya sebagai berikut:
1. Tri artinya tiga
2. Hita bararti baik, senang, gembira, lestari, harmonis
3. Karana berarti sebab musabab
Dengan
demikian Tri Hita Karana artinya tiga unsur penyebab adanya
kemakmuran. Adapun uraian dari tri hita Karana itu adalah sebagai
berikut:
1. Parhyangan
Parhyangan
berasal dari kata Hyang yang berarti Tuhan. Parhyangan berarti
Ketuhanan atau hal-hal yang menyangkut dalam rangka pemujaan Sang Hyang
Widi sebagai Maha Pencipta.
2. Palemahan
Palemahan
berasal dari kata lemah yang artinya tanah juga berarti buana atau
alam, dalam arti sempit berarti suatu pemukiman atau tempat tinggal.
3. Pawongan
Pawongan
berasal dari kata wong yang berarti orang. Pawongan berarti perihal
berkaitan dengan orang atau keorangan dalam suatu kehidupan masyarakat.
Ketiga
unsur ini tak dapat dipisahkan dalam tata hidup masyarakat Bali,
bahkan senantiasa diterapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kebulatan
yang padat, erat melekat pada setiap aspek kehidupan secara harmonis,
dinamis dan produktif.
2.4.2 Hubungan Ideologi Tri Hita karana dengan Ideologi Pancasila
Ideologi
Tri Hita Karana yang ada di dalam masyarakat Bali sesungguhnya
mempunyai kaitan yang erat dengan Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila
yang diwujudkan dalam Kesatuan sila-sila Pancasila bisa kita relasikan
dengan tiga konsep idelogi Tri Hita Karana. Parahyangan yang merupakan
konsep ketuhanan dalam Tri Hita Karana berelasi dengan sila pertama
Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudannya bisa kita lihat pada
masyarakat hindu bali yang sangat religius dan menjunjung tinggi
nilai-nilai ketuhan dalam berbagai manifestasinya di dunia ini. Pawongan
yang merupakan konsep tentang keberadaan manusia di dunia ini berelasi
dengan sila kedua, ketiga, keempat dan kelima Pancasila. Perwujudannya
bisa kita lihat pada adat dan budaya masyarakat Hindu Bali. Budaya
paum, ngayah ketika hendak melaksanakan upacara Keagamaan, dan medana
punia adalah sebagian dari begitu banyak adat istiadat dan Budaya Bali
yang menyangkut keberadaan manusia. Palemahan yang merupakan konsep
dunia sebagai tempat hidup manusia berelasi dengan sila kelima
Pancasila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelestarian
tempat hidup manusia adalah aset bagi manusia itu sendiri untuk
memperoleh kehidupan dan penghidupannya di dunia. Contohnya, dengan
merawat alam Bali dengan baik, banyak wisatawan yang datang ke Bali.
Hal tersebut mendatangkan devisa dan akhirnya memajukan dan
mensejahterakan perekonomian Bali.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Pancasila sebagai
Ideologi Nasional adalah suatu hal yang mutlak dan harus dijalani
dengan konsekuen. Pancasila sebagai suatu ideologi sedapat mungkin
tidak dijadikan sesuatu yang sifatnya ”Utopis” dan ”Pragmatis” belaka
namun harus bisa bersifat universal dan tetap, yang penjabaran
realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang
senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi
masyarakat. Namun sesuatu yang harus dihayati adalah keeksplisitan
Ideologi Pancasila jangan diarahkan ke arah yang merusak nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Ideologi Pancasila harus tetap pada koridornya
sebagai jiwa bangsa Indonesia yang luhur.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengerti arti Pancasila sebagai sebuah Ideologi Nasional.
DAFTAR ISI
M.S, Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
M.S, Kaelan. 2002. Filasafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Metra, Wayan, d.k.k. 2003. Orsosdat. Tabanan: Percetakan Kawan