MAKALAH LENGKAP HIBAH DAN SEDEKAH
Tuesday, October 6, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu dari anjuran agama Islam adalah tolong-menolong antara sesama muslim ataupun non muslim.
Bentuk tolong-menolong itu bermacam-macam, bisa berupa benda, jasa, jual beli, dan lain sebagainya.
Salah satu di antaranya adalah hibah, atau disebut juga pemberian cuma-cuma tanpa mengharapkan imbalan.
الهبة ( hibah) adalah
dengan huruf ha di-kasrah dan ba tanpa syiddah berarti memberikan
(tamlik) sesuatu kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa meminta
ganti.
Sedekah asal kata bahasa
Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang
muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan
oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan
pahala semata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HIBAH
1. Pengertian Hibah
Kata "hibah" berasal
dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau
menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang
yang memeberi kepada tangan orang yang diberi.
Sayyid Sabiq
mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta
milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya
imbalan.
Sedangkan Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberuikan zat dengan tidak ada tukarnya dan tidak ada karenanya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian
yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da kontra
prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan
pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan
wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
Dalam istilah hukum
perjanjian yang seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak
(perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik
(perjanjian bilateral).
2. Dasar Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini
dapat kita pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang
diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda yang artinya sebagai berikut :
"Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".
3. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah
Rukun hibah adalah sebagai berikut :
1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah
2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian
3. Ijab dan kabul.
4. Benda yang dihibahkan.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :
1. Syarat-syarat bagi penghibah
- Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah menghibahkan barang milik orang lain.
- Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan
- Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal).
- Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.
Baca Juga
2. Syarat-syarat penerima hibah
Bahwa penerima hibah
haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun
yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima
hibah) sudah lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang
akal, dewasa. Dalam hal ini berarti setiap orang dapat menerima hibah,
walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya. Dengan demikian
memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak
sah.
3. Syarat-syarat benda yang dihibahkan
- Benda tersebut benar-benar ada;
- Benda tersebut mempunyai nilai;
- Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat dialihkan;
- Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.
Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk lisan atau tulisan.
Menurut beberapa ahli
hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti dengan kabul, misalnya :
si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si
penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".
Sedangkan Hanafi
berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan
pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak.
Adapun menyangkut pelaksanaan hibah menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang dihibahkan.
- Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.
- Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi hibah.
- Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat), hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.
4. Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta
Apabila seseorang
menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana
sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama
dengan hukum wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang
ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka hibahnya tersebut
dipandang tidak sah.
Sedangkan menyangkut
penghibahan seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq,
bahwa menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua
apa yang dimilikinya kepada orang lain.
Muhammad Ibnu Hasan
(demikian juga sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) berpendapat bahwa :
Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka
menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang yang dungu dan
orang yang dungu wajib dibatasi tindakannya.
5. Penarikan Kembali Hibah
Penarikan kembali atas
hibah adalah merupakan perbuatan yang diharamkan meskipun hibah itu
terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah
yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang
tua kepada anak-anaknya.
Dasar hukum ketentuan
ini dapat ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-tarmidzi yang artinya berbunyi
sebagai berikut :
"Dari Ibnu Abbas dan
Ibnu 'Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : "Tidak halal bagi seorang
lelaki untuk memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah,
kemudian dia mengambil kembali pemberiannya, kecuali hibah itu
dihibahkan dari orang tua kepada anaknya. Perumpamaan bagi orang yang
memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di dalamnya (menarik
kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan, lalu
setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu
kembali.
6. Hikmah dalam Amalan Hibah
Hibah disyari’atkan
dalam Islam dengan galakan yang mendalam adalah untuk memaut hati
kalangan masyarakat Islam itu sendiri sesama mereka dan memperdekatkan
perasaan kejiwaan sesama manusia yang hidup dalam masyarakat Islam atau
di luar masyarakat Islam. Keistimewaan hibah ini ialah ianya boleh
dilakukan kepada orang yang bukan Islam sekali pun, bahkan kepada
musuh-musuh yang membenci Islam apabila diketahui lembut hatinya apabila
di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah satu aktiviti
kemasyarakatan yang berkesan memupuk rasa hormat, kasih sayang, baik
sangka, toleransi, ramah mesra dan kecaknaan dalam kehidupan sosial
sesebuah negara. Secara ringkasnya, hikmah hibah ini boleh dirumuskan
dalam perkara berikut (tanpa menghadkan kepada perkara di bawah) :
11.1. melunakkan hati sesama manusia
11.2. menghilangkan rasa segan dan malu sesama jiran, kawan, kenalan dan ahli masyarakat
11.3. menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat
11.4. Menimbulkan rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolak ansur sesama ahli setempat.
11.5. meningkatkan citarasa kecaknaan dan saling membantu dalam kehidupan
11.6. memudahkan aktiviti saling menasihati dan pesan-memesan dengan kebenaran dan kesabaran
11.7. menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia
11.8. mengelak perasaan khianat yang mungkin wujud sebelumnya
11.9. meningkatkan semangat bersatu padu dan bekerjasama
11.10. dapat membina jejambat perhubungan dengan pihak yang menerima hibah.
1. Firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah : 177) yang artinya:
Bukanlah kebaikan itu
engkau mengarahkan wajahmu menghadap timur dan barat. Akan tetapi
kebaikan itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, para
malaikat, para nabi, memberikan harta yang disukainya kepada kerabat
dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang meminta-minta
dan untuk membebaskan budak.
2. Firman Allah SWT QS Al-Baqarah : 261 :
Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahu
B. SEDEKAH
1.Pengertian Sedekah
Sedekah asal kata bahasa
Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang
muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan
oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan
pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli
fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan
sukarela).
Di dalam Alquran banyak
sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan
sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang
artinya: ''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,
kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara
manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan
Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS
An Nisaa [4]: 114). Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit
jumlahnya.
Para fuqaha sepakat
hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala bila dilakukan dan
tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping sunah, adakalanya hukum
sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah
mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima sedekah tersebut akan
menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada kalanya juga
hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu
dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam
keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa
yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika
seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.
Menurut fuqaha, sedekah
dalam arti sadaqah at-tatawwu' berbeda dengan zakat. Sedekah lebih utama
jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara
terang-terangan dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum.
Hal ini sejalan dengan hadits Nabi SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam
hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah SWT yang mendapat
naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah
dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya
tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut.
Sedekah lebih utama
diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum
diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan
kepada orang yang betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Mengenai
kriteria barang yang lebih utama disedekahkan, para fuqaha berpendapat,
barang yang akan disedekahkan sebaiknya barang yang berkualitas baik
dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang
artinya; ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...''
(QS Ali Imran [3]: 92).
Pahala sedekah akan
lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia
berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah
SWT dalam firman-Nya yang berarti: ''Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah
[2]: 264). (dam/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam)
2. Hikmah Shadaqah.
- Shadaqah dapat menjauhkan kita dari bencana, baik yangsipemberi maupun sipenerima.
- Dapat membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu dan dapat mencegah saudara-saudara kita dari kemudharatan.
- Shadaqah juga dapat mengikat tali persaudaraan yang lebih erat diantara kita.
- BAB IIIPENUTUPKESIMPULAN
- Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
- Rukun hibah, yaitu : penghibah , penerima hibah, ijab dan kabul, dan benda yang dihibahkan.
- Syarat-syarat hibah itu meliputi syarat penghibah, penerima hibah dan benda yang dihibahkan.
- Penghibahan harta yang dilakukan oleh orang sakit hukumnya sama dengan wasiat. Menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.
- Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, H SH MH, 2004, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo.
Pasaribu, H. Chairuman Drs dan Suhrawardi K. Lubis SH, 1996, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: sinar Grafika.
Rasyid, Sulaiman, 1990, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru.
Sabiq, Sayid, 1988, Fikih Sunnah Jilid 14, Bandung: PT. Al-Ma'arif.
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14,Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1988, hlm. 167.
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 305
Sayid Sabiq, Op. Cit, hlm. 173
H. Abdurrahman SH MH, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 2004