ORGANISASI BISNIS MENURUT ISLAM
Thursday, February 26, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua bentuk organisasi bisnis di mana dua atau lebih orang berkumpul bersama sumber keuangan,
usahawan, keahlian, dan keinginan untuk menjalankan bisnis, banyak dibahas oleh
fukaha’ secara langsung atau tidak secara langsung dari al-qur’an, hadits dan
praktik sabahah (para sahabat nabi). Pada umumnya disetujui bahwa perbedaan
yang terpenting antara mudharabah dan
syirkah terletak pada apakah para
mitra membuat kontribusi terhadap manajemen sebaik keuangan atau hanya satu
dari semuanya. Pembahasan aspek hukum mudharabah
hampir seragam diantara ahli hukum Islam yang berbeda, di mana perbedaan utama
pada hal-hal kecil yang tidak penting. Bagaimanapun, dalam kasus syirkah, ada beberapa perbedaan
mendasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di
atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan mudharabah?
2.
Apa
yang dimaksud dengan syirkah?
3.
Apa
sajakah jenis atau bentuk dalam pembagian keuntungan dan kerugian dalam
bermitra?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaku Perusahaan Islami
Pelajaran mengenai perilaku telah
mendapat kesempatan dengan perilaku menyimpang yang dilaporkan dari Ernron dan
WorldCom pada praktik akuntansi. Ditahun 1999, perilaku prusahaan telah
mendapatkan perhatian, ketika didukung oleh Organisasi Pengembangan dan
Kerjasama Ekonomi (OECD) definisi dari perilaku perusahaan sebagai hubungan
antara manajemen perusahaan, dewan direksi, pemegang saham, dan pihak lain yang
berkepentingan.
Sisi berlawanan dari versi Eropa,
seperti yang dikonfirmasi oleh model Franco German, menolong untuk melindungi
siklus yang luas dari pihak yang berkepentingan dan memiliki klaim, hak, dan
kewajiban masing-masing pihak yang
berkepentingan. Model ini berkata bahwa seharusnya diarahkan untuk
manfaat dari semua yang memiliki kepentingan dalam perusahaan.
Pelajaran mengenai perilaku
perusahaan Islam seharusnya menarik minat seseorang, memberikan banyak jalan
tersembunyi yang belum ditunjukkan pada sisi resmi fiqh mensyaratkan fukaha
(ahli hukum Islam) untuk mengambil pandangan yang serius terhadap bentuk
perusahaan gabungan dan kerja sama dalam modal. Tidak diragukan lagi, menguji
bentuk kemanusiaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakannya terletak
pada filosofi utama (falasafah) dan mistik (tasawuf).
B. Kepemilikan Tunggal
Kepemilikan tunggal sebagai bentuk
yang sangat sederhana dalam organisasi bisnis dan hampir ada disetiap ekonomi
non-sosialis dan jenis ini sekaligus sebagai bentuk paling tua dalam
menjalankan bisnis. Bentuk lain organisasi bisnis berkembang kemudian dengan
kebutuhan dan kompleksitas kehidupan ekonomi dan sosial.
Seperti dalam sistem ekonomi
kapitalis, ekonomi islam mengizinkan perusahaan swasta oleh individu dan tidak
mengikatnya dalam cara lain kecuali bisnis dijalankan dalam ikatan syariah
Islam. Organisasi tersebut harus mampu mendaptkan modal, menggaji tenaga kerja,
dan faktor lain pada produksi, utamanya dalam menghadapi resiko kerugian apapun
yang mungkin terjadi.
C. Shirkah
1.
Pengertian
Shirkah (atau sharikah) menunjukkan
pada hubungan kerjasama/kemitraan antara dua atau lebih orang, yang terdiri
atas dua jenis: shirkah al-milk
(tanpa kontrak) dan shirkah al-‘uqud
(dengan kontrak). Shirkah al-milk
(kerja tanpa kontrak) menjelaskan kepemilikan usaha dan datang ke dalam
keberadaan ketika dua atau lebih orang yang terjadi untuk memperoleh
kepemilikan kerja sama beberapa asset tanpa harus memasuki ke dalam perjanjian
kerja sama formal.
Shirkah al-‘uqud (kerja sama kontraktual) dapat dipertimbangkan sebagai
kerja sama tertentu karena perhatian berbagai pihak berkeinginan masuk kedalam
perjanjian kontraktual kerjasama investasi dan pembagian keuntungan dan risiko.
Perjanjian tersebut tidak membutuhkan formalitas dan tertulis. Bisa saja dalam
bentuk tidak formal dan secara lisan. Bagaimanapun diindikasikan di bawah mudharabah, akan sangat disukai jika shirkah al-‘iqud juga diformalisasikan
oleh perjajian tertulis dengan saksi-saksi tertentu, khususnya menentukan tahap
dijajiakan dan kondisi konfirmasi dengan al-qur’an.
Shirkah al-‘uqud telah terbagi dalam buku fiqh menjadi 4 macam:
a. Al-Mufawadah
(hak dan kewajiban penuh)
b. Al-‘Inan ( hak dan kewajiban terbatas)
c. Al-Abdan
(tenaga kerja, keahlian dan manjemen)
d. dan Al-Wujuh
(goodwill, kelayakan kredit dan hubungan)
Dengan
demikian, kemitraan adalah adanya hubungan antara dua atau lebih orang untuk
membagi keuntungan (atau kerugian) bisnis yang dijalankan oleh semuanya atau
salah satunya atas nama yang lain. ini berkenaan sebagai shirkat-ul-inan atau shirkat-
ul-mufawadah. Tipe lain kemitraan di mana seluruh mitra melakukan bisnis
menggunakan modal orang lain (mungkin dengan cara meminjam) yang dikenal
sebagai shirkat-ul-wujuh.
2. Kemitraan sebagi Alternatif Modal
Usaha
Pembangunan
ekonomi harus mampu mewujudkan kesejahtraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan
asas demokrasi, kebersamaan, dan kkeluargaan yang melekat, serta mampu
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pelaku ekonomi untuk
berperan sesuai dengan bidang seluruh masyarakat, dibutuhkan sebuah bentuk
kemitraan yang diartikan sebagi kerja sama pihak yang mempunyai modal dengan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Alternative
kemitraan dalam pengembangan usaha kecil dan mikro bukan dimaksudkan untuk
memanjakan atau pemihakan yang berlebihan, tetapi justru upaya untuk
peningkatan kemandirian pengusaha kecil dan mikro sebagai pilar dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan. Strategi peningkatan skala usaha dan akses
permodalan dengan penyaluran kredit program, jika tidak dilakukan dengan konsep
kemitraan sebagaiman mestinya, pada akhirnya akan menyisakan masalh
kredibilitas tersendiri.
3. Bentuk Kemitraan dalam Bisnis Islami
Sesuai
dengan kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya yang memegang adat-budaya
dengan berlandaskan kepada agama Islam., maka perlu rasanya mengkaji sistem
ekonomi Islam, khususnya pola kemitraan bagi hasil sebagai alternatif pemodalan
usaha.
Kekuatan
dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung kepada kemampuannya
memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa bagi par anggotanya dan
masyarakat-masyarakat lainnya. Tidak setiap orang dibekali sumber-sumber daya
dengan suatu kombinasi optimal. Oleh karena itu, mutlak menghimpun semua sumber
daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.
Hak-Hak
Mitra
a.
Seluruh
mitra memiliki hak berikut ini.
ü
Setiap
mitra memiliki hak unyuk menjual barang-barang dengan kredit tanpa harus
memperoleh izin tertulis dari mitra lainnya, dan seluruh mitra akan terikat
dengan masing-masing menjual barang-barang dengan kredit.
ü
Setiap
mitra memiliki hak menggunakan seluruh hak dan menampilkan seluruh aktivitas
yang normal dalam perdagangan tertentu.
ü
Setiap
mitra memiliki hak untuk mendapatkan uang pada mudharabah untuk menjalankan
bisnis independen, disediakan perjanjian yang berlaku bisnis.
b.
Hak
yang tegas
Setiap mitra harus meminta izn mitra yang lain dalam hal
sebagai berikut.
ü
Meminjamkan
uang perusahaan ke pihak ketiga atau keseorang mitra.
ü
Mengundangan
piahak ketiga untuk menjadi mitra.
ü
Mendapatkan
modal lebih atas mudharabah dari pihak ketiga.
ü
Memberi
modal perusahaan dengan mudharabah ke pihak ketiga.
ü
Menjalankan
bisnis sendiri dengan mitra yang dapt memengaruhi bisnis kemitraan dalam
kapasitas apapun.
5. Pembubaran Kemitraan
Kemitraan akan dibubarkan jika:
a. Salah seorang memberikan nota atas
fakta ini;
b. Salah seorang mitra meninggal;
c. Salah satu mitra menjadi gila;
d. Salah seorang mitra sakit dan tak
mampu melaksanakan tugas tersebut;
e. Waktu kontrak telah berakhir;
f. Pekerjaan diman kemitraan menyatakan
telah berpisah.
D.
Mudharabah
1.
Pengertian
Mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama di man
salah satu anggota kontrak, disebut sahib
al-mal atau rabb al-mal (lembaga keuangan), menyediakan jumlah uang tertentu
dan tindakan seperti tidur, atau calon mitra, ketika anggota lain, disebut mudharib (pengusaha), menyediakan usaha
dan manjemen untuk menunjang setiap kerja sama modal asing, perdagangan, industri
atau jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Mudharabah
juga disamakan bagian dari qirad di
mana kasus lembaga keuangan disebut muqarid.
Perjanjian
mudharabah dapat formal dan informal, dan tertulis atau lisan. Bagaimanapun,
dalam pandangan penekanan al-qur’an, baik dalam tulisan dan persetujuan
pinjaman formal, hal ini akan lebih disukai untuk semua perjanjian mudharabah
yang tertulis, dengan saksi utama, untuk mengindari salah pengertian apapun.
Dengan
demikian, mudharabah adalah hubungan antara dua orang atau lebih, diman satu
orang atau lebih menyediakan modal dan yang lain menjalankan bisnis atas nama
ia atau mereka pada tingkat keuntungan yang telah disepakati.
2.
Alokasi
Keuntungan dan Kerugian
a.
Alokasi
Keuntungan
Alokasi
keuntungan antara pemilik dan pengusaha akan dibuat pada tingkat yang telah
disepakati. Di luar kasus pasti aksn menjadi jumlah yang absolute. Perjanjian
akan bebas persetujuan dari pihak-pihak.
b.
Alokasi
Kerugian
Syariah
islam memiliki aturan umum untuk alokasi kerugian. Aturan umum adalah bahwa
kerugian berarti pengurangan modal asli. Jika ia dikurangi, akan menjadi
kerugia bagi pemilik. Dalam mudharabah, pengusaha bekerja sebagai agen pemilik.
Jika ada kerugian yang disebabkan oleh kelalaian pengusaha, ia akan ditanggung
pemilik sendiri. Dalam kasus pengusaha tidak akan mendapat penghargaan apapun
untuk pekerjaannya, dalam syariah Islam tidak membuat pengusaha membagi
kerugian pemilik, karena seluruh pekerjaan telah tidak diberi penghargaan.
3.
Hak
Pengusaha
a.
Subjek
perjanjian, pengusaha memiliki hak-hak sebagai berikut.
ü Membawa modalnya sendiri ke dalam
bisnis.
ü Mendapatkan modal dari pihak ketiga
untuk mudharabah.
ü Menjual barang dengan kredit.
ü Membeli barang dengan kredit.
b.
Hak
yang tegas
Pengusaha
harus melihat persetujuan dengan pemilik dalam beberapa hal berikut.
ü Member pinjaman uang ke pihak ketiga.
ü Membeli barang-barang dengan kredit,
nilai yang mengurangi total likuiditas bisnis.
ü Meminjam uang untuk bisnis.
4.
Mudharabah
dan Tanggung Jawab Pihak
Konsep tnggung jawab dalam mudharabah adalah
sangat sama dengan kemitraan. Seluruh situasi dapat dinyatakan ulang sebagai
berikut.
a.
Tanggung
jawab pemilik adalah sebesar total modalnya, kecuali ia memasukan dananya
sebagai pinjaman yang tidak dapat dibayar dari modal; dalam kasus itu akan
menjadi sebesar pinjamannya.
b.
Keuntungan
dan kerugian
1.
Dalam
kasus mudharabah, jika pengusaha membeli barang-barang dengan kredit dalam
kelebihan total modal bisnis dengan persetujuan pemilik, keduanya pemilik dan
pengusaha akan dianggap bertanggung jawab untuk membayar utang.
2.
Keuntungan
atau kerugian apapun atas uang yang dipinjam dalam kelebihan total modal ini,
ia dalam posisi kemitraan dengan pemilik. Ini tipe kemitraan ketika kedua atau
seluruh mitra tidak membawa modal apapun tapi mereka bertransaksi dengan modal
dipinjamkan, keuntungan atau kerugian akan dibagi antara pemilik dan pengusaha
sama besar;
3.
Jika
pemilik ingin memperluas bisnis pendekatan langsung untuknya adalah meminjam
sejumlah uang dari luar dan menyalurkannya ke usaha atas namanya. Dalam kasus
itu, ia akan dipertimbangkan sebagai pemilik seluruh modal yang diinvestasikan
dan tingkat mudharabah akan diterapkan atas total keuntungan.
4.
Dalam
kasus ada kerugian modal, pada saat itu, kreditor pertama akan dibayar penuh
dan sisa penurunan modal akan ditanggung oleh pemilik sendiri.
5.
Pembubaran
Mudharabah
Seperti
kemitraan, kontrak mudharabah dapat dicabut kembali kapanpun, kecuali
pencabutan kembali merugikan pihak lain. Dalam cara yang sama ia akan
dibubarkan dengan kematian,dan/atau kegilaan salah satu pihak. Seperti
kemitraan, kontrak mudharabah dapat dilanjutkan oleh orang yang tersisa, dalam
kasus salah seorang memilih untuk pergi atau meninggal atau mengantisipasi luka
fisik atau mental. Ini member ketahanan hidup organisasi. Ia tidak perlu
dibubarkan ketika salah seorang keluar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mudharabah dan shirkah keduanya
diperlukan sebagai kontrak berjangka panjang waktu (‘uqud al-amanah) dalam
literature fiqh, kejujuran yang tidak tercoreng dan keadilan sungguh sangat
penting untuk dipertimbangkan. Para mitra harus berkeyakinan untuk
keuntungan bersama dan setiap usaha mitra (atau direktur perusahaan join
saham) untuk atau pendapat berasal dari
bagian yang tidak adil akan menjadi kejahatan yang sempurna dalam ajaran islam.
Konsep kewajiban
terbatas pemegang saham, kemudahan pemindahan atas pembagian dan kepemilikan
sah terpisah perusahaan seharusnya dapat diterima dengan sempurna dalam ekonomi
islam seperti hal itu tidak timbul untuk melanggar prinsip syariah apapun.
Keuntungan kerja sama ini tidak hanya kemudahan memperolehnya, dan juga
‘likuiditas’, aset untuk disimpan tetapi juga membuat jumlah lebih besar yang
sangat penting akan akses keuangan permodalan kepada para pengusaha, dimana
tidak mungkin jika kesadaran ditempatkan hanya pada mudharabah dan shirkah.
B.
Saran
Demikian makalah ini kami susun, namun sebagai manusia yang tidak
sempurna kami menyadari bahwa ada banyak kesalahan-kesalahan serta
kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya baik dalm segi isi, pengetikan,
dan kesalahan-kesalahan yang terjadi, untuk itu kiranya dapat di maklumi.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan S. Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam.
Jakarta: Salemba Empat.2011.