-->

ads

TRANSPLANTASI DALAM ISLAM



TRANSPLANTASI DALAM ISLAM


Oleh: Abd. Halim Hafid
Allah SWT. menurunkan ajaran Al-Dien Al-Islam ke dunia untuk menjadi rahrnat bagi semua makhlukNya. Dengan mengkaji sumber-sumber khazanah Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi), maka kita akan menemukan ajaran hidup yang sarat pesan untuk dapat hidup bahagia, sejahtera, sehat lahir dan batin sebagai kontribusi Islam kepada kehidupan manusia dan manivestasi kerahmatannya yang universal. Islam disamping me’mperhatikan kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup duniawi dan keselamatan ukhrawi, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal. Sebab kesehatan jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.
Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai perawat kehidupan dan misi kemanusiaan dengan izin Allah swt. Bahkan ia memerintahkan kita semua sebagai fardhu ‘ain (kewajiban individual) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali sisi biologis din kita sebagai media peningkatan iman untuk semakin mengenal Allah Al-Khaliq disamping sebagai kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan dan menjaga hidupnya,
Firman Allah swt.yang artinya : ” Dan di bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan.?” QS. Ad-Dzariyat ( 51): 20, 21.) Sabda Nabi saw.:” Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit melainkan la telah menciptakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Islam juga menelapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia. Imam Syafi’i berkata: “Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram (Fiqih/syariah) yang lebih mulia dari ilmu kedokteran.”[1]
A. SEKILAS SEJARAH TRANSPLANTASI
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as.seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil rnemperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan iemak yang diambil dari. lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1S97M untuk raencoba rnemperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, baruiah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan WaktU ClilQip lama yaitu SatU setengah abad. Pada tahun 1954. M Dr. J.E. Murray berhasil mentransplantasikan ginja! kcpada seorang anak yang. berasal dari saudara kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan ltbib muju dalam bidang transplautasi.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Maselu, liinu bedah sudah. dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi.Naroun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh bcrbagai upaya untuk mengembangkannya.Selama ribuan tahun setelah melewati bantak eksperirnen baruiah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan rnasalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti Al-Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw,, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), raaka Nabi saw. menyoruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam etnas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya Qll/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek kedokteran: termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Thi251-311 H.) yang telah raenemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba, Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai: kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan memadikannya subjek tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul “At-tashrif. Buku ini telah menjadi referensi utama dii Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tabun 1497 M. Dan pada tahun 1778 M. dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina.[2]
B. PENGERTIAN TRANSPLANTASI
Transplantasi (pencangkokan) berasal dari bahasa inggris to transplant, yang berarti to move from one place to other, bergerak dari satu tempat ketempal yang lain. Adapun pengcrtian menurut ilmu kedokteran, transplantasi adalah pemindahan jaringan[3]* atau organ[4]** tubuh dari satu tempat ketempat yang lain.[5] yang mana organ tadi mempunyai daya hidup sehat untuk mengantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidup lebih  lama tidak ada lagi.[6]
Melihat dari pengertian di atas, transplantasi itu bisa dibagi menjadi dua bagian. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan comea mata dan transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan sebagainya.
Ada tiga macam pencangkokan jika dilihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dan resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), Pertama, Auto transplantasi, yaitu transplantasi yang pendonor dan resipiennya satu individu, Seperti orang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri. Yang kedua Homo transplantasi. Yaitu, transplantasi di mana donor dan resipiennya satu individu yang sama jenisnya (manusia vs manusia). Namun pada homo transplantasi ini bisa jadi donor dan resipiennya dua individu yang masih hidup; bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut cadaver donor, sedang resipiennya masih hidup. Yang ketiga adalah Hetero transplantasi. Yaitu, donor yang resipiennya dua individu yang berlainan jenis, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya manusia.[7]
Pada auto transplantasi hampir tidak pernah mendatangkan raeaksi penolakan, sehingga jaringan atau organ yang ditaransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan pada homo transplantasi ada tiga kemungkinan, pertama apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka transplantasi hampir selalu tidak mendapatkan reaksi penolakan, dan hasilnnya sama dengan hasil auto transplantasi. Kedua apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang tuanya, maka reaksi penolakan dalam golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi lebih kecil daripada golongan ketiga. Kertigu apabila repesien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan saudara, maka kemungkinan besar transplantasi selalu mnyebabkan reaksi penolakan. Kemudian pada hetero transplantasi hampir selalu menyebabkan timbulnya reaksi penolakan yang sangat hebat dan sukar sekaii diatasi. Maka dari itu penggunaannya masih terbatas pada binatang percobaan.[8]
C. TRANSPLANTASI DALAM KACAMATA ISLAM
Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan di kalangan ilmuan dan agamawan adalab mengenai tiga macam organ tubuh yaitu mata, ginjal, dan jantung, Hal ini dapat di makluni karena organ tubuh tersebut sangatlah vital bagi kehidupan manusia. Namun, sebagai akibat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, maka di masa yang akan datang, transplantasi mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mularai dari kaki dan telapaknya sampai kepalanya, termasuk organ tubuh bagian dalam, seperti rahim wanita. Namun apa yang bisa dicapai oleh teknologi, belum tentu diterima begitu saja oleh agama dan hukum yang ada dimasyarakat. Mengingat bahwa transplantasi adalah masalah ijtihadi yang dalil-dalilnya tidak disebut secara eksplisit di dalam al-qur’an dan hadis.[9]
Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu jika pada saat donor masih hidup sehat dan donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal, Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing. Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut, Allahberfirmandalam surat Al-Baqaroah 195 yang artinya“ Danjanganlahkamumenjatuhktm dirimu ke dalam kebinasaah” Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal kemungkin ia akan menghadapi resiko sewaktu-waktu merigalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolenkan berdasarkan alasan-alasan sebagaimana hadits RasuluUah mengatakan yang Artinyai’TttM boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain” (HR. Ibnu Majah),
Dalain kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma). Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolenkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolebkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut; pertama Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. kedua Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
Adapun alasan racmbolehkannya adalah sebagaimana yang disenyalir dalam Al Qur’an Surat AI Baqarah 195 yang berbunyi: “Dan belanjakanlah (harla bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orangyang berbuat baik”. Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berrungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. Dalam Surat Al-Maidah: 32 juga disinggung yang artinya adalah “Dan barang siapa yang memelihara kehtdupan seorang manusia, maka seolah-oiah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyeleraatkan jiwa manusia. Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan, Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesaraa manusia atau membantu berfungsinya kerabali organ tubuh sesamanya yang tidak berrungsi.
Nabi sendiri dalam Haditsnya bersabda: “Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.” Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh. Dalam; Kaidah hukum Islam juga dissbutkan:”Kemadharatan harus dihilangkan” tentunta dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.[10]
D. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.   Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya haram.
2.   Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.
3.   Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.

DAFTAR PUSTAKA
Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’ 1926-2004, (M, khalista, Surabaya, 2007) cet.III, hal.459
http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan~hukumrislam-terhadap-transplantasi-organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html
http://buyung30,wordprcss.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam/
Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, (yokyakarta, sukses offset, 2009) cet.I, hal.121
Al-Baghdadi, Atthib Minal kitab wa al-sunnah, hal.187





[1] Al-Baghdadi, Atthib Minal kitab wa al-sunnah, hal.187
[2] http://buyung30,wordprcss.com/2009/02/27/sejarah-transplantasi-dan-hukum-donor-jaringan-tubuh-menurut-islam/
[3]*Kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu.
[4]**Kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu seperti Jantung, Hati, dan lain-lain.
[5]Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’ 1926-2004, (M, khalista, Surabaya, 2007) cet.III, hal.459
[6]Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, (yokyakarta, sukses offset, 2009) cet.I, hal.121
[7]Ahkamul Fuqaha’, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Mu’tamar, Munas dan Kombes Nahdlatul Ulama’, hal.460
[8]Ibid.,
[9]Kutbuddin Aibak, Kajianfiqih Kontemporer, hal.123
[10]http://pabondowoso.com/berita-154-pandangan~hukumrislam-terhadap-transplantasi-organ-tubuh-dan-tranfusi-darah.html

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel