Makalah Produk Pembiayaan Perbankan Syariah
Sunday, April 28, 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembiayaan
merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki modal dan orang
yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan usaha atau untuk
mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan roda perekonomian
agar lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan masyarakat agar mengalami
peningkatan. Terciptanya lapangan pekerjaan baru dan berkurangnya angka
pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang di buka dengan adanya
pembiayaan modal bagi para pebisnis.
Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang
bermula dari Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang perbankan
syariah yang dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-undang
mengenai perbankan syariah lebih memiliki titik terang ketika disahkannya
Undang-undang No. 21 Tahun 2008. Akhirnya banyak dari sebagian perbankan
membuka atau melakukan peralihan dengan membentuk perbankan syariah demi
menjaga kondisi kestabilan keuangan.
Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk
pembiayaan. Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang
dilakukan pihak perbakan konvensional dan perbankan syariah memiliki persamaan
yaitu melakukan pembiayaan atas barang atau jasa yang di kehendaki oleh nasabah
dengan tujuan memperoleh keuntungan yang hanya dikehendaki pihak perbankan.
Namun pada prinsipnya produk pembiyaan perbankan syariah lebih mengarah pada
ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan pembiayaan untuk mensejahterakan
masyarakat dengan produk pembiayaan perbankan syariah itu sendiri
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, beberapa rumusan
masalah yang penulisan akan uraikan pada bab pembahasan yaitu:
1. Apa definisi pembiayaan
perbankan syariah?
2. Apa tujuan dari dapa
pembiayaan perbankan sayariah?
3. Apa manfaat dari
pembiayaan perbankan syariah? dan
4. Berapa macam produk
pembiayaan perbankan syariah.?
C. Tujuan
Beberapa tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu antara lain:
1. Mengetahui definisi pembiayaan perbankan syariah
2. Mengetahui tujuan daripada pembiayiaan
3. Mengetahui manfaat perbankan syariah
4. Mengetahui macam-macam produk pembiayaan
perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Bank
syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank
islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, lembaga keuangan yang operasional
dan produknya dikembagkan berlandaskan pada al-qur’an dan hadits.
Menurut
Karnaen A. Perwataatmadja, bank syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip islam, yakni bank dengan tata cara operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syari’ah islam.[1]
Bank
sebagai perantara jasa keuangan (financial intermediary), yang tugas pokoknya
adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi
kebutuhan dana pembiayaan yag tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya
(swasta dan negara). Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya
aktiva produktif[2],dimana
perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang
dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas
pembiayaan. menurut ketentuan bank indonesia adalah peneneman dana bank
syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,
piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penentapan, penyertaan modal
sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi serta sertifikat
wadi’ah bank indonesia.
B. Tujuan
Pembiayaan
Pembiayaan
merupakan sumber pendapatan bagi bank syari’ah. Tujuan pembiayaan yang
dilaksanakan perbankan syari’ah terkait dengan stake holder, yakni:
1. Pemilik:
dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh
penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai:
para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bak yang
dikelolanya.
3. Masyarakat:
Pemilik
dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasi akan
diperoleh bagi hasil.
Debitur
yang bersangkutan, dengan menyediakan dana baginya mereka membantu guna
menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang
yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
Masyarakat
umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-barang yang dibutuhkan.
4. Pemerintah:
akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan
negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas
keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
5. Bank:
bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank
dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas
jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.
C. FUNGSI
PEMBIAYAAN
Ada
beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah kepada
masyarakat penerimaan, diantaranya:
1. Meningkatkan
daya guna uang
Para
penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna
suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari
bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi,
perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru.
Dengan demikian dana yang mengendap di bank tidak menjadi idle (diam) dan
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha
maupun bagi masyarakat.
2. Meningkatkan
daya guna barang
Dengan
bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang contohnya
dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan
tersebut meningkat.
3. Meningkatkan
peredaran uang
Pembiayaan
yag disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan paertambahan
peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan
sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun uang giral akan
lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha
sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara
kuantitatif.
4. Menimbulkan
kegairahan berusaha
Setiap
manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu
berhubungan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.
5. Stabiltas
ekonomi
Dalam
ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan
pada usaha antara lain:
Ø Pengendalian
inflasi
Ø Peningkatan
ekspor
Ø Rehabiltasi
prasarana
Ø Pemenuh
kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat
Untuk
menekan arus inflasi dan berlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan
ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan penting.
6. Sebagai
jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para
usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan
usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini
secara kumulatifd dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam
struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.
Dengan
earnings (pendapatan) yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan
terus bertambah. Di lain pihak pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang
pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa negara.
Disamping itu dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan
pokok, berarti akan dihemat devisa keuangan negara.
7. Sebagai
alat hubungan ekonomi internasional
Bank
sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam negeri tetapi
juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi
persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang
sedang berkembang atau membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk
bantuan kredit dengan syarat-syarat yang ringan yaitu margin (bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu penggunaan yang
panjang.
D. Macam-Macam Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas
pokok, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan defisit unit[3] pembiayaan perbankan syariah menurut sifat penggunaanya dapat dibagi
menjadi dua hal yaitu:
1. Pembiayaan
yang bersifat produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik untuk
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi, dan
2. Pembiayaan
yang bersifat konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk penggunaan
pemenuhan kebutuhan konsumtif, yaitu yang akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Sedangkan pembiayaan perbankan syariah
terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu:
1. Pembiayaan
dengan prinsip jual beli (Sale
and Purchase)
Transaksi jual-beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai
berikut:
a. Pembiayaan
Murabahah (Deferred Payment sale)
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil)
lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu
(keuntungan), adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebutkan jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank di tambah keuntungan (margin).
Landasan
hukum al-Qur’an pembiayaan murabahah terdapat dalam surat al-baqarah ayat 275
“….Alllah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275.
Kemudian
landasan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib radhiyallahu
Anhu yaitu:[4]
“ada tiga perkara yang diberkati, jual beli
yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk
keluarga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majjah)
Kedua belah pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. pencantuman dalam akad jual
beli dan jika telah disepakati tidak berubah selama berlakunya akad, cara
pembayaran pada akad murabahah dilakukan dengan cicilan (bi tsaman
ajil, atau muajjal). Barang akan diserahkan segera setelah
terjadinya akad.
b. Pembiayaan
Salam (In Font
Payment sale)
Pembiayaan salam dilakukan
pada akad jual beli yang mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Sehingga pembayaran
dilakukan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank sebagai
pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual. Sehingga transaksi ini mirip dengan jual beli ijon, namun
dalam trankasi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu pembayaran barang
ditentukan secara pasti.
Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli, da tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Sehingga
pada umumnya akan di diterapkan dalam pebiyaan barang yang belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk dimudian dijual kembali secara
tunai atau cicilan.
Al-Qur’an dalam Surah al-Baqarah ayat 288.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
dengan tunai untuk jangka waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. (QS. Al-Baqarah: 282).
dan hardist
yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim
“dari Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tiba
di Madinah, sedang orang-orang biasa melakukan salaf dalam buah-buahan selama
setahun, dua tahun dan tiga tahun. Maka beliau bersabda, ‘siapa melakukan salam
dalam sesuatu, maka hendaklah dia melakukannya dengan timbangan tertentu,
takaran tertentu dan sampai waktu tertentu,(HR Bukhari – Muslim).
Begitu jelas bahwa larangan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, “ jangan kalian menjual sesuatu yang tidak ada ditanganmu.” Akad untuk
salam ini sesuai dengan qiyas. Syarat terpenting sebagai fuqaha ialah ada yang
mengetatkan dengan menyebutkan beberapa batasan tertentu, yang sama sekali tidak
didukung dalil.[5]
c. Pembiayaan Istishna’ (Purchase by Order or
Manufacture)
Merupakan pembiayaan yang
menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.Skim Istinhna’ dalam perbankan syariah umumnya pada pembiayaan
manufaktur dan kontruksi.
Ketentuan pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan
harus jelas seperti jeni, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang
telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna’ tidak berubah selam
berlakukan akad, jika terjadi perubahan criteria pesanan dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, seleuruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.
2. Pembiayaan
dengan prinsip sewa “Ijarah”
(Operational Lease and Financial Lease)
Prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, akan tetapi memiliki
perbedaan yang terletak dari pada objek transaksinya. Pada transaksi ijarah
objek transaksinya adalah barang maupun jasa.
Perinsip pembiayaan ijarah memiliki landasan dalam al-Qur’an dalam
surat al-Baqarah ayat 233.
“dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang paput. Bertaqwalah
kamu kepada Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim[6]
“diriwayatkan dari ibu abbas bahwa rasulullah saw. Bersabda,
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”.
dan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah[7]
“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. Bersabda,”berikanlah upak
pekerjaan sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibju Majah).
3. Pembiayaan dengan prinsip
bagi hasil (Profit Sharing)
Beberapa produk pembiayaan perbankan syariah yang didasarkan atas
prinsip bagi hasil (profit sharing) adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan Musyarakakah (Partnership, Project
Financing Participation)
Merupakan pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing)
yang dilakukan dengan bekerja sama untuk meningkatkan aset yang mereka miliki.
Atau usaha bagi hasil yang melibatkan beberapa atau kedua belah pihak yang
sama-sama menggaungkan sumber daya yang mereka miliki baik dalam bentuk
berwujud maupun tidak berwujud.
Bentuk kontribusi pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,
barang dagangan (trading asset), kewirauswastaan (entrepreneur ship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (Equipment),
atau intangibel aset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (Credit worthiness) dan barang-barang lain yang
dapat dinilai dengan uang.
Ketentuan umum dalam pembiayaan musyarakah dalam perbankan syariah
adalah:
· Penyatuan modal
proyek musyarakah yang kemudian dikelola bersama. Kedua belah pihak berhak
memberikan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana usaha. Pelaksana diberikan
kepercayaan (amanah) untuk menjalankan usaha dengan tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut:
- Menggabungkan
dana usaha dengan harta pribadi
- Menjalankan usaha
musyarakah dengan pihak lain tanpa seizin pemilik modal
- Memberikan
pinjaman kepada pihak lain
- Setiap pemilik
modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
- Dianggap tidak
bekerja sama atau mengakhiri kerjasama ketika, menarik diri dari kerjasama,
meninggal dunia, tidak cakap hukum.
· Pengeluaran biaya
dalam menjalan usaha diketahui bersama, keuntungan atau kerugian dibagi
sebagaimana porsinya.
· Menyebutkan jenis usaha dalam akad.
b. Pembiayaan
Mudharabah ( Trust Financing, Trust Investement)
Pembiayan mudharabah merupakan pembiayaan yang pemilik modalnya
(shahib al-mall) memberikan modal secara penuh kepada pengelola (mudharib)
dengan perjanjian pembagian keuntungan, sedangkan kerugian di tanggung oleh
pemilik modal (shahib al-maal). Pembiayaan mudharabah yang dilakukan pihak bank
merupakan pembiayaan yang memberikan kepercayaan penuh kepada pengelola,
sehingga perlu adanya prinsip kehati-hatian untuk mengantisipasi kerugian yang
diakibatkan oleh kelalaian pengelola dana.
4. Pembiayaan
dengan akad pelengkap
Akad pelengkap pembiayaan
perbankan syariah yang ditunjukkan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan
yang dibutuhkan nasabah.
a. Pembiayaan Hawalah (Tranfer Service)
Pembiayaan hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berhutang ditunjukkan untuk membantu perusahan untuk kelanjutan usaha
produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
Untuk mengurangi resiko terjadinya kecurangan nasabah dan laporan palsu atau
wanprestasi yang merupakan kewajiban hawalah ke bank perlu adanya penelitian
atas kemampuan pihak berutang dan kebenaran transaksi antara memindahkan
piutang dengan yang berutang.
b. Rahn (Mortage)
Pembiayaan dengan
memberikan jaminan atas pinjaman pinjaman yang telah diterimanya dari pihak
perbankan. Barang yang digadai harus memiliki nilai yang sebanding dengan
besarnya pinjaman, kepemilikan sendiri dan merupakan sector rill, serta dapat
dikuasai oleh pihak bank, namun tidak untuk dimanfaatkan. Sebatas sebagai
jaminan atas pembiayaan.
Dalam surat al-Baqarah
ayat 283
“jika kamu dalam
perjalanna (dan bermuamalah tidak secara tunai) sednagkan kamu tidak memperoleh
seraogn penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan dipertegas
dengan beberapa hadis perihal gadai rahn (Mortage)
yaitu sebagai berikut:[8]
“Aisya r.a. berkata
bahwa Rasulullah saw. membeli makan dari seorang Yahudi dan menjaminkan
kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926 kitab al-Buyu, dan
Muslim).
“Anas ra. Berkata,
“Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan
mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no. 1927,
kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah)
“Abi Hurairah ra.
Berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “apabila ada ternah digadaikan,
punggunya boleh dinaiki (oleh orang menerima gadai) karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternah itu digadaikan, air susunya
yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum harus
mengeluarkan biaya (perawatan)nya.”(HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’I, Bukhari no. 2329, kitab
ar-Rahn).
“Abu Hurairah ra.
Berkata bahwasannya Rasulullah saw. Bersabda, “barang yang digadai itu tidak
boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan
tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya).” (HR. Syafi’I dan
Daruqutni).
Resiko wanprestasi yang
terjadi dalam pembiayaan dengan gadai diatasi dengan penjualan barang jaminan
atas perintah hakim. Dengan ketentuan ketika telah melakukan peneguran secara
berkala minimal 3 kali, dan ditambah dengan melakukan negosiasi kembali oleh
pihak perbankan kepada nasabah. Hasil penjualan digunakan untuk menutupi
kekurangan daripada pengganti atas pembiayaan yang didapat. Ketika terjadi
kelebihan atas penjualan maka dikembalikan kepada si pemilik barang jaminan tersebut.
c. Qarrd (Soft and
Benevolent Loan)
Merupakan transaksi
pembiayaan yang diberikan perbankan kepada nasabah dengan tanpa mengharapkan
imbalan. Dikategorikan sebagai aqd tathawwui atau akan saling membantu dan
bukan komersial[9]
Aplikasi pembiayaan qard
dalam perbankan meliputi:
1. Pinjaman talangan haji.
2. Jaminan tunai (cash
advanced)
3. Jaminan kepada pengusaha
kecil
4. Pinjaman kepada pengurus
bank,
Landasan hokum
pembiayaan qard (soft and benevolent loan) terdapat dalam al-quran dan beberapa
hadis yaitu:[10]
“siapakah yang mau
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan
(balasa) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”(QS. Al-Hadid: 11)
“Ibnu Masud meriwayatkan
bahwa Nabi saw. Berkata, “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim
(lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”(HR. Ibnu Majah no.
2421, kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi).
“Anas Bin malik berkata
bahwa rasulullah berkata, “aku melihat kepada waktu malam di Isra’-kan, pada
pintu surge tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan belas
kali, aku bertanya, “Wahai Jibril, mengapa qardh lebih utama dari
sedekah?” ia menjawab, karena peminta-minta suatu dan ia punya,
sedangkan yang meminjamkan tidka akan meminjam kecuali karena keperluan”(HR.
Ibnu Majah no. 2422, kitab ahkam, dan baihaqi).
d. Wakalah
Wakalah juga
merupakan salah satu pembiayaan perbankan atas perwakilan melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
Khusus L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka pembiayaan
dilakukan dengan pembiayaan lain seperti, pembiayaan mudharabah, salam, ijarah,
mudharabah, atau musyarakah.
Landasan hokum
pemberlakuaannya transaksi pembiayaa wakalah adalah seperti yang terdapat dalam
Qur’an dan Hadis[11]
“dan demikian kami
bangkitkan mereka agar saling bertanya di antra mereka sendiri. Berkata salah
seorang diantara mereka, ‘sudah berapa lamakah kamu berada di sini? Merek
menjawab, ‘ kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang
lain lagi), ‘tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamnya kamu berada (di sini),
maka, suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan
hendaklah ia membawa makanan itu untuk mu, dan hendaklah ia berlaku lemah
lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.”(QS.
Al-Hafi: 19).
”jadikanlah aku
bendaharawan Negara mesir. Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
lagi berpengalaman.” (QS. Yusuf: 55).
Dan dalam beberapa
hadis.
Yang diriwayatkan oleh
malik.[12]
“bahwasannya
Rasulullah saw. Mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah binti-Harits” (Malik no. 678, kitab
al-Muwaththa’, bab haji)
“dari Jabir ra. ia
berkata: aku keluar pergi ke Khaibar, lalau aku dating kepada Rasulullah saw.
Maka beliau bersabda, “bila engkau dating pada wakilku di khaibar, maka ambilah
darinya 15 wasaq.”(HR Abu Dawud)[13]
“dari Jabir ra. bahwa
Rasulullah saw. Menyemblih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra. disuruh
menyembelih binatang kurban yang belum disembelih.”(HR. Muslim).[14]
Bank yang ditunjuk oleh
nasabah tidak diperbolehkan melakukan tindakan sendiri tanpa adanya musyawarah
dari pihak nasabah. Setiap tugas wewenang, dan tanggung jawab bank harus jelas
sesuai dengan kehendak nasabah dan mengatasnamakan nasabah dalam pelaksanaan
tugas.. Maka dalam hal pelaksanaan tugas tersebut bank dapat mengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama.
e. Kafalah (Guaranty)
Merupakan pembiayaan
dengan pengalihan tanggung jawab kewajiban pembayaran orang kedua dalam hal ini
nasabah atas orang ketiga (jasa atau objek) dengan jaminan pelaksanaan yang akan
dilakukan oleh orang pertama (bank). Dan dalam pelaksanaan kegiatan ini
si pemberi jasa berhak mendapatkan ganti rugi atas biaya jasa yang
dikeluarkan atau diberikan.
Landasan pembiayaan
kafalah ini yaitu berdasarkan al-quran dan hadis.
”penyebu-penyebu itu
berseru, “kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat
mengembalikkannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan akan
menjamin terhadapnya”(QS. Yusuf: 72).
Bentuk jaminan atas
kafalah dipertegas dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari[15]
“telah dihadapkan
kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk dihalatkan)… Rasulullah
bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab, “tidak”
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya,
sejumlah tiga dinar”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya
(tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin
utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat
tersebut.” (HR Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah.
Beberapa macam kafalah
yang dilakukan oleh perbankan yaitu meliputi:
1. Kafalah bin Nafs
Merupakan pemberian
jaminan atas diri (personal
2. Kafalah bil Mal
Merupakan jaminan
pembayaran atas perlunasan utang atau barang
3. Kafalah bit-Taslim
Merupakan penjamin
pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
4. Kafalah al-Munjazah
Merupakan jaminan mut
lak yang tidak adanya batas jangka waktu dan kepengingan/tujuan tertentu
5. Kafalah al-Muallaqah
Merupakan jaminan
penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun
asuransi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan yang telah diuraikan penulis diatas beberapa kesimpulan diambil oleh
penulis terkait daripada rumusan masalah dan tujuan yaitu:
1. Maskud pembiayaan perbankan
syariah merupakan aktifa produktif dimana perbankan memeberikan sejumlah dana
kepada nasabah untuk memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh
margin (tambahan) atas pembiayaan.
2. Beberapa tujuan daripada
pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah berdasarkan penempatan (stakeholder)
yaitu ditujukan kepada pemilik, pegawai, masyarakat, pemerintah, bank
3. Manfaat daripada perbankan
syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk meningkatkan
pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat
4. Produk pembiayaan
perbankan meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif atau pembiayaan
yang bersifat produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan syariah
yaitu:
1. Pembiayaan berprinsip jual
beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’
2. Pembiayaan berprinsip sewa
yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik
3. Pembiayaan berprinsip bagi
hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah
4. dan beberapa pembiayaan
pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard, dan wakalah
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah
Hadis Pilihan Bukhari Muslim, edisi Indonesia
Karim
A. Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analis Fiqih dan Keuangan: edisi 3. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Syafi’I
Antonio, Muhammad. 2001. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta.
Karnaen
Perwataatmadja. 1997. Apa dan
Bagaimana Bank Islam,: PT. Dana Bhakta wakaf, Yogyakarta
Mardani.
2011. Ayat-ayat dan Hadist
Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada. Jakarta
Nurhayati
Sri dan Wasilah. 2008. Akuntansi
Syariah di Indonesia. Salemba Empat. Jarkata
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
[3]
Rifat Ahamd Abdul Karim.
“The Impact of the Basie Capital Adequacy Ratio Regulation on the Financial
Strategy of Islamic Banks” dalam Proceeding of the 9th Expert
level Conference on Islamic Banking, disponsori oleh Bank Indonesia dan
Internasional Association of Islamic Banks, 7-8 April 1995, Jakarta.
[5]
Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari
Muslim, edisi Indonesiahlm. 629
[6]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118
[7]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 118
[8]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129
[9]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 129
[10]
Opcit Hlm. 132
[11]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 121
[15]
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers. Jakarta., hlm. 124