hakikat guru dalam islam
Wednesday, March 13, 2013
Hakikat Guru Agama Islam
Sebelum
penulis membicarakan tentang pengertian guru agama Islam, perlulah kiranya
penulis awali dengan menguraikan pengertian guru agama secara umum, hal ini
sebagai titik tolak untuk memberikan pengertian guru agama Islam.
a. Pengertian Guru secara ethimologi (harfiah) ialah orang yang pekerjaannya mengajar. Kemudian lebih lanjut Muhaimin menegaskan bahwa: seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu`alim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu`addib, yang artinya orang yang memberikan ilmu pengetahuan dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik.
b. Sedangkan pengertian guru ditinjau dari sudut therminologi yang diberikan oleh para ahli dan cerdik cendekiawan, adalah sebagai berikut:
1) Menurut Muhaimin dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menguraikan bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswanya, baik secara individual ataupun klasikal. Baik disekolah maupun diluar sekolah. Dalam pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi/aspek anak didik, baik aspek cognitive, effective dan psychomotor.
2) Zakiah Daradjat dalam bukunya ilmu pendidikan Islam menguraikan bahwa seorang guru adalah pendidik Profesional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.
3) Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam setiap melakukan pekerjaan yang tentunya dengan kesadaran bahwa yang dilakukan atau yang dikerjakan merupakan profesi bagi setiap individu yang akan menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Dalam hal ini yang dinamakan guru dalam arti yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
4) M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoritis menjelaskan guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu/ kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang/ kelompok orang.
Dari rumusan pengertian guru diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian apabila istilah kata guru dikaitkan dengan kata agama islam menjadi guru agama islam, maka pengertiannya adalah menjadi seorang pendidik yang mengajarkan ajaran agama Islam dan membimbing anak didik kearah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, sehingga terjadi keseimbangan antara kebahagiaan didunia dan kebahagiaan diakhirat.
Sebagai guru agama Islam haruslah taat kepada Tuhan, mengamalkan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri tidak mengamalkannya. Jadi sebagai guru agama islam haruslah berpegang teguh kepada agamanya, memberi teladan yang baik dan menjauhi yang buruk. Anak mempunyai dorongan meniru, segala tingkah laku dan perbuatan guru akan ditiru oleh anak-anak. Bukan hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi sampai segala apa yang dikatakan guru itulah yang dipercayai murid, dan tidak percaya kepada apa yang tidak dikatakannya.
Dengan demikian seorang guru agama Islam ialah merupakan figure seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi seorang guru agama hendaklah menjaga kewibawaannya agar jangan sampai seorang guru agama islam melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan yang telah diberikan masyarakat.
Ahmad Tafsir mengutip pendapat dari Al-Ghazali mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar, ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting. Karena kedudukan guru agama Islam yang demikian tinggi dalam Islam dan merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri, maka pekerjaan atau profesi sebagai guru agama Islam tidak kalah pentingnya dengan guru yang mengajar pendidikan umum.
Dengan demikian pengertian guru agama Islam yang dimaksud disini adalah mendidik dalam bidang keagamaan, merupakan taraf pencapaian yang diinginkan atau hasil yang telah diperoleh dalam menjalankan pengajaran pendidikan agama Islam baik di tingkat dasar, menengah atau perguruan tinggi. Guru merupakan jabatan terpuji dan guru itu sendiri dapat mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan dapat pula mengantarkannya menjadi manusia hakiki dalam arti manusia yang dapat mengemban dan bertanggung jawab atas amanah Allah.
Rujukan:
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 377
2. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 44-49
3. Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 70
4. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Angkasa, 1984), hlm. 39
5. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31.
6. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hlm. 169
7. Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama Disekolah Dan Petunjuk Mengajar Bagi Guru Agama (Bandung: Pustaka Pelajar, 1969), hlm 142.
8. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm.76
a. Pengertian Guru secara ethimologi (harfiah) ialah orang yang pekerjaannya mengajar. Kemudian lebih lanjut Muhaimin menegaskan bahwa: seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu`alim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu`addib, yang artinya orang yang memberikan ilmu pengetahuan dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik.
b. Sedangkan pengertian guru ditinjau dari sudut therminologi yang diberikan oleh para ahli dan cerdik cendekiawan, adalah sebagai berikut:
1) Menurut Muhaimin dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menguraikan bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswanya, baik secara individual ataupun klasikal. Baik disekolah maupun diluar sekolah. Dalam pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi/aspek anak didik, baik aspek cognitive, effective dan psychomotor.
2) Zakiah Daradjat dalam bukunya ilmu pendidikan Islam menguraikan bahwa seorang guru adalah pendidik Profesional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.
3) Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam setiap melakukan pekerjaan yang tentunya dengan kesadaran bahwa yang dilakukan atau yang dikerjakan merupakan profesi bagi setiap individu yang akan menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Dalam hal ini yang dinamakan guru dalam arti yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
4) M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoritis menjelaskan guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu/ kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang/ kelompok orang.
Dari rumusan pengertian guru diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian apabila istilah kata guru dikaitkan dengan kata agama islam menjadi guru agama islam, maka pengertiannya adalah menjadi seorang pendidik yang mengajarkan ajaran agama Islam dan membimbing anak didik kearah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, sehingga terjadi keseimbangan antara kebahagiaan didunia dan kebahagiaan diakhirat.
Sebagai guru agama Islam haruslah taat kepada Tuhan, mengamalkan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri tidak mengamalkannya. Jadi sebagai guru agama islam haruslah berpegang teguh kepada agamanya, memberi teladan yang baik dan menjauhi yang buruk. Anak mempunyai dorongan meniru, segala tingkah laku dan perbuatan guru akan ditiru oleh anak-anak. Bukan hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi sampai segala apa yang dikatakan guru itulah yang dipercayai murid, dan tidak percaya kepada apa yang tidak dikatakannya.
Dengan demikian seorang guru agama Islam ialah merupakan figure seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi seorang guru agama hendaklah menjaga kewibawaannya agar jangan sampai seorang guru agama islam melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan yang telah diberikan masyarakat.
Ahmad Tafsir mengutip pendapat dari Al-Ghazali mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar, ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting. Karena kedudukan guru agama Islam yang demikian tinggi dalam Islam dan merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri, maka pekerjaan atau profesi sebagai guru agama Islam tidak kalah pentingnya dengan guru yang mengajar pendidikan umum.
Dengan demikian pengertian guru agama Islam yang dimaksud disini adalah mendidik dalam bidang keagamaan, merupakan taraf pencapaian yang diinginkan atau hasil yang telah diperoleh dalam menjalankan pengajaran pendidikan agama Islam baik di tingkat dasar, menengah atau perguruan tinggi. Guru merupakan jabatan terpuji dan guru itu sendiri dapat mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan dapat pula mengantarkannya menjadi manusia hakiki dalam arti manusia yang dapat mengemban dan bertanggung jawab atas amanah Allah.
Rujukan:
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 377
2. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 44-49
3. Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 70
4. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Angkasa, 1984), hlm. 39
5. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31.
6. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hlm. 169
7. Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama Disekolah Dan Petunjuk Mengajar Bagi Guru Agama (Bandung: Pustaka Pelajar, 1969), hlm 142.
8. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm.76
HAKIKAT GURU SEBAGAI PENDIDIK DAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN
Oleh
Riki Ardiyanto
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam sebuah misi pembangunan
sebuah peradaban, hal ini disadari betul oleh setiap individu di belahan dunia
manapun. Bahkan negara Jepang pasca mengalami kekalahan hebat di perang dunia
II, langkah pertama yang dilakukan adalah memulai membangun kembali sisa
kejayaan masa lampau nya melalui pendidikan. Bahkan sejarah akhirnya mencatat
di abad Globalisasi ini Jepang kemudian kembali menjadi negara yang memiliki
perkembangan pesat dalam berbagai bidang, hal ini ternyata diawali atas
kesadaran pemerintahnya yang menjadikan pendidikan sebagai pilar penopang
sebuah peradaban.
Berbicara mengenai pendidikan, maka Indonesia adalah salah satu
negara yang memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan. Sebagai bukti
komitmennya, Indonesia bahkan menjadikan pendidikan sebagai salah satu amanah
konstitusi UUD 1945. “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa.” Menurut Soedijarto , “mencerdaskan kehidupan
bangsa” dimaknai sebagai sarana pendidikan nasional hakikatnya adalah
transformasi budaya, yaitu suatu proses transformasi dari masyarakat
tradisional dan terbelakang menuju masyarakat maju dan modern, dan masyarakat
tradisional feodalistis menuju masyarakat yang mau dan demokratis serta berkeadilan
sosial.
Berdasarkan UU no. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, disebutkan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam pernyataan lain, disebutkan bahwa
fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjaid
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan sebelumnya jelaslah disini harus
ada sosok yang menjadi ujung tombak dari implementasi tujuan mulia pendidikan bangsa
ini. Mengutip pendapat dari Anis Baswedan bahwa ternyata core inti dari
pendidikan bukan regulasi atau peraturan, bukan pula sarana dan prasarana,
kedua hal tadi penting adanya, namun bukan hal yang urgent, namun faktor yang
paling penting dalam menunjang pencapaian tujuan pendidikan bangsa ini tidak
lain adalah “guru”. Lalu kemudian pertanyaan kenapa harus guru, karena seperti
yang telah disinggung diawal bahwa guru yang kemudian menjadi pihak yang
bersentuhan langsung dengan peserta didik. Lebih jauh lagi bahkan mereka
mengetahui watak dan karakter dari masing-masing peserta didik. Guru adalah
profesi yang telah eksis sejak sejarah peradaban manusia ada. Guru diyakini
sebagai salah satu penjamin keberlangsungan peradaban itu sendiri. Guru adalah
fasilitator ilmu dan ketauladanan .
Memasuki abad 21, kemajuan ilmu pengetahuan dan Teknologi tidak
terelakan lagi, hari ini orang di belahan bumi bagian utara hanya dalam
beberapa detik saja mampu berkomunikasi dengan saudaranya bi belahan bumi
bagian lainnya, hal ini menunjukan bahwa era sekarang merupakan keadaan dimana
batas ruang dan waktu tidak begitu menjadi hambatan dalam komunikasi. Masa ini
pula dinamakan sebagai Era Globalisasi yang sarat informasi, cepat berubah dan
penuh persaingan, mengiring umat manusia untuk tidak sempat beristirahat
sekejap pun, dari berbuat kreatif. Selaku manusia kita dipaksa untuk survive,
inovatif dan berproduksi agar selalu terjadi perbaikan . Namun ternyata dampak
dari Era Globalisasi tidak selalu mengarah pada hal-hal yang positif, tetapi
kemudian juga tak jarang berujung pada hal negatif. Globalisasi merujuk pada
skala, urgensi dan hakikat saling terkait antar masalah yang dihadapi
masyarakat internasional. Pertumbuhan penduduk yang makin pesat, pemborosan
sumber daya alam, kerusakan lingkungan, kemiskinan kronis di banyak bagian
dunia, dan penindasan, kekerasan dan ketidak adilan, menuntut perbaikan kerja
sama secara internasional .
Disinilah kemudian pendidikan menjadi sesuatu yang paling
berharga, karena kemudian pendidikan menjadi sarana untuk memfiltrasi budaya
lokal dari budaya asing yang memang akan mengancam kelangsungan budaya lokal
itu sendiri. Hal lain yang membahayakan adalah jika bangsa ini tidak siap
dengan globalisasi ini, maka siap-siap bangsa ini akan tergerus oleh zaman
bahkan lebih mengerikan lagi bangsa ini akan menjadi budak dari zaman itu
sendiri. Disinilah pentingnya peranan guru dalam menghadapi perubahan
masyarakat global agar membuat peserta didik mampu berfikir secara global namun
tanpa melupakan kearifan lokal budaya bangsa.
HAKIKAT GURU
Dalam UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dikatakan, guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas,
dijelaskan bahwa peran guru adalah membentuk kualitas dan kompetensi dari
peserta didiknya. Karenanya, dalam UU Sisdiknas disebutkan bahwa
pendidikan nasional diarahkan untuk menjadikan anak didik menjadi
manusia-manusia yang sempurna, bertakwa, dan beriman kepada Tuhan yang Maha
Esa, serta bertanggung jawab. Artinya, pendidikan kita diarahkan pada peningkatan
keteladanan, ketakwaan, dan beriman. Tentu saja, arahnya pada pendidikan akhlak
mulia.
Seiring dengan perkembangan zaman guru diharapkan mampu menjadi
pihak yang paling berperan dalam mengawal peserta didik agar ia tidak terbawa
hanyut oleh arus globalisasi. Karena tak dapat dipungkiri keberadaan guru
menjadi sosok sentral dari pendidikan bangsa ini. Karena mereka lah yang
kemudian bersentuhan langsung dengan peserta didik. Menurut Langeveld (1980) ,
pendidik adalah orang yang membimbing anak, agar si anak tersebut bisa menuju
kearah kedewasaan, dalam pelaksanaanya dalam keluarga maupun di luar lembaga
keluarga. Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa (orang
tua, guru, dsb) dengan anak adalah merupakan lapangan atau suatu tempat dimana
perbuatan mendidik berlangsung. Dengan kalimat yang lebih sederhana dapat
dikatakan bahwa pendidik adalah kunci utama dari kesuksesan pendidikan. Dalam
konteks pendidikan, maka seorang pendidik haruslah ia yang telah dewasa, baik
secara fisik maupun psikologis, hal ini sangat penting adanya karena secara
kodrati tugasnya adalah membimbing anak untuk menjadi dewasa, membawa anak
kepada kedewasaanya bukan hanya sekedar memberikan nasihat, perintah atau
larangan, lebih dari itu pendidik akan menjadi role model bagi peserta didik
dalam proses perkembangan menuju kedewasaanya. orang dewasa merupakan manusia
yang telah mandiri, ia sadar akan dirinya sendiri, ia sadar pada perbuatannya,
selain itu ia sadar akan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.
Sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing anak mencapai
kedewasaannya, pendidik kemudian dibedakan menjadi dua jenis, pertama pendidik
yang disebabkan kewajaran tanggung jawab untuk membimbing anak, dalam hal ini
mereka adalah orang tua. Yang kedua, adalah pendidik sebagai suatu profesi
dalam hal ini mereka juga dikatakan sebagai pendidik profesional sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh konstitusi, yaitu guru. Dalam pembahasan ini akan
dispesifikasikan pada pendidik yang kedua yaitu “Guru” sebagai tenaga pendidik
profesional yang ada di lingkungan pendidikan formal.
Guru dengan berbagai macam definisinya baik itu secara
konstitusi yang ada di negara kita ataupun konsensus yang disepakati bersama,
memang memiliki beberapa keunikan yang kemudian membedakan dengan profesi yang
lain. Keunikannya adalah tidak semua anak bangsa mau untuk mengabdikan dirinya
menjadi guru, hanya segelintir saja anak bangsa yang rela mewakafkan dirinya
menjadi seorang pendidik. Karena memang menjadi seorang guru tidak hanya melulu
berbicara kemampuan akademik, namun juga seorang guru harus mempunyai
skill-skill penunjang untuk membantu proses transformasi pengetahuan kepada
peserta didik. Guru sebagai pendidik harus dibekali dengan berbagai ilmu
kependidikan dan keguruan sebagai dasar, disertai seperangkat latihan
keterampilan keguruan, disitulah ia belajar mempersonalisasikan beberapa sikap
keguruan dan kependidikan yang diperlukan .
Selain memberikan pengetahuan secara teoritis, guru juga
diharapkan mampu membentuk karakter dari peserta didik dan mampu menjadi suri
tauladan bagi peserta didiknya. Maka untuk menjadi seorang pendidik, ada
beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu : Pertama, guru harus
memiliki kedewasaan. Kedua, ia harus mampu menjadikan dirinya sebagai teladan.
Ketiga, ia juga harus memahami karakteristik dari anak, dan bersedia membantu
peserta didik yang mengalami hambatan belajar. Keempat, guru harus mengikuti
keadaan jiwa dan perkembangan peserta didik.
CIRI-CIRI PENDIDIK
Ciri pertama dari pendidik adalah kewibawaan yang terpancar
dalam dirinya terhadap peserta didik. Pendidik harus menghindari penggunaan
kekuasaan lahir, yaitu kekuasaan yang semata-mata didasarkan kepada unsur
wewenang jabatan. Kewibawaan merupakan suatu pancaran batin yang dapat
menimbulkan pada pihak lain untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh
pengertian atas pengaruh tersebut. Kewibawaan tidak bersifat memaksa, namun ia
membuat semua orang dengan sukarela menerima semua pengaruhnya. Kewibawaan di
dapat, jika pendidik mempunyai pengetahuan atau intelektual yang mumpuni, emosi
dan spiritual yang stabil. Dan kewibawaan itu hanya dimiliki oleh individu yang
telah dewasa secara jasmani dan ruhani. Kedewasaan jasmani terlihat dari
perkembangan fisik yang optimal dari individu. Sedangkan ruhani terlihat dari
kematangan emosi, sikap dan perilaku yang baik, dan mempunyai visi hidup yang
tetap atau ia seorang visioner. Langeveld,mengemukakan ada tiga kunci
kewibawaan, yaitu kepercayaan, kasih sayang dan kemampuan mendidik .
Ciri kedua adalah, ia mengenal dan memahami keunikan dari setiap
anak didiknya, mulai dari sifat umum, misal anak usia sekolah dasar pasti akan
berbeda dengan anak usia SMP. Begitu juga dengan sifat khas dari setiap anak.
Ciri ketiga, ia memiliki hati yang bersih dan sukarela dalam membantu peserta
didik, dan bantuan yang diberikan mampu membuat anak tersebut menjadi mandiri,
atau dengan kata lain bantuan itu harus memandirikan tidak menyebabkan anak
tergantung pada pendidik.
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN
Guru sebagai teladan, artinya guru harus sadar bahwa dirinya
menjadi model dalam berbagai hal utamanya dalam perilaku bagi anak didiknya
dalam berimitasi dan beridentifikasi. Mengingat peranannya itu, maka
nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan, sikap dan sebagainya hendaknya telah
terintegrasi pada diri pendidik sebagai wujud dari kedewasaannya.
Guru sebagai motivator, Sejalan dengan pergeseran makna
pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented)
ke pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student oriented), maka peran
guru dalam proses pembelajaran pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah
penguatan peran guru sebagai motivator.Proses pembelajaran akan berhasil
manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu
menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang
optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga
terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif. Dalam perspektif manajemen
maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi
(motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan dapat membantu para
manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi para
siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul.
Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya untuk
menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi
seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu
kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku individu (siswa),
baik yang terkait dengan faktor-faktor internal dari individu itu sendiri
maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Guru Sebagai pembimbing, Perubahan paradigma pembelajaran dari
pembelajaran pasif (teacher-centered) ke pembelajaran aktif (student-centered),
menghendaki adanya perubahan peran guru dalam proses pembelajaran. Salah satu
peran yang harus dijalankan guru adalah sebagai pembimbing. Peran guru sebagai
pembimbing pada dasarnya adalah peran guru dalam upaya membantu siswa
agar dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya melalui
hubungan interpersonal yang akrab dan saling percaya. Salah satu peran yang
dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik
guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya .
Guru sebagai fasilitator, Dalam konteks pendidikan, istilah
fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang
dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun
sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas
siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam
lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada
saat melaksanakan interaksi belajar mengajar. Wina Senjaya menyebutkan bahwa
sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator membawa
konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih
bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat
“top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat
otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana
disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih
diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan
segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
KESIMPULAN
Definisi pendidikan bangsa Indonesia yang termaktub dalam UU No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 (1), bahwa
:”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”, sungguh begitu mulia, pendidikan dalam
konstitusi ini dilukiskan begitu indah, bahkan luaran yang dihasilkan dari
pendidikan nantinya akan membentuk anak bangsa yang memiliki karakter Indonesia
namun siap bersaing secara global. Bahkan “produk” pendidikan ini kemudian
menjadi harapan untuk kemajuan bangsa ini dimasa yang akan datang.
Namun sebuah gagasan yang indah diatas tak kan mampu tercapai
tujuannya, jika kemudian semua pihak yang bertugas membantu mengembangkan
potensi peserta didik tidak menyadari hal ini, atau bahkan hanya melakukan
formalitas lebih jauhnya hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Dan salah satu
tugas mengembangkan potensi peserta didik itu tersemat pada guru yang dikatakan
sebagai pendidik profesional sebagaimana yang telah di jabarkan dalam UU guru
dan Dosen no. 14 tahun 2005.
Pendidikan merupakan eskalator kemajuan sosial ekonomi sebuah
bangsa, dan yang menjadi motor dari pendidikan adalah guru, maka kemudian ada
tiga kunci yang menjadi penentu kesuksesan guru dalam mengimplementasikan
setiap regulasi pendidikan, tiga kunci yang menjadikan anak-anak bangsa yang
hari ini sedang berkembang, yang suatu saat nanti menggantikan
generasi-generasi yang lapuk dimakan usia. Dan ketiga kunci itu tentunya
dimiliki oleh guru, yaitu :
Ing ngarso Sung Tulodo, artinya bahwa pendidik hendaknya menjadi
teladan bagi anak didiknya. Ini pun sejalan dengan peribahasa sunda, bahwa guru
itu adalah singkatan dari orang yang Digugu dan Ditiru.
Ing madyo Mangun Karsa, maksudnya pendidik hendaknya berperan
untuk membangun kemauan belajar pada diri anak didik.
Tut Wuri Handayani, maksdunya bahwa pendidik hendaknya berperan
sebagai pembimbing anak dalam belajar, mengembangkan bakatnya serta membantu
memandirikan peserta didik.
REFERENSI
Kartadinata, S. 2010. Isu-Isu Pendidikan : Antara Harapan dan
Kenyataan. Bandung : UPI PRESS
Sadulloh, Robandi, M dan Agus Muharam. 2007. Pedagogik. Bandung
: Penerbit Cipta Utama.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media group.
Sudarjat, A. 2008. Peran Guru Sebagai Fasilitator. [Online].
Tersedia di
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/18/peran-guru-sebagai-fasilitator/.27
Oktober 2011.
Sudrajat, A. 2008. Peran Guru Sebagai Motivator. [Online].
Tersedia di
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/22/peran-guru-sebagai-motivator-dalam-ktsp/.
27 Oktober 2011.
Sudrajat, A. 2008. Peran Guru Sebagai Pembimbing. [Online].
Tersedia di http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/10/17/peran-guru-sebagai-pembimbing/.
27 Oktober 2011.
Supriatna, M dan A. Juntika Nurihsan. 2005. Pendidikan dan
Konseling di era Global Dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan. Bandung :
Rizqi Press.
Syaripudin, T dan Kurniasih. 2009. Pedagogik Teoritis
Sistematis. Bandung : Percikan Ilmu.
Syaripudin, T. 2007. Landasan Pendidikan. Bandung : Percikan
ilmu.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional.
Yulhasni. 2010. Refleksi 65 Tahun Hari Guru. [Online]. Tersedia
di http://www.waspada.co.id. 27 Oktober 2011.
CIRI PROFESI
A. CIRI KHAS
PROFESI
Menurut
Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu
profesi, yaitu:
- Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas.
- Suatu teknik intelektual.
- Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis.
- Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
- Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
- Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri.
- Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya.
- Pengakuan sebagai profesi.
- Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi.
- Hubungan yang erat dengan profesi lain.
B. Tiga Ciri
Utama Profesi
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
C. Tiga (3)
Ciri Tambahan Profesi
- Adanya proses lisensi atau sertifikat.
- Adanya organisasi.
- Otonomi dalam pekerjaannya.
Beberapa
Ciri-ciri Profesi
|
PROFESI merupakan
pekerjaan yang di dalamnya memerlukan sejumlah persyaratan yang mendukung
pekerjaannya. Karena itu, tidak semua pekerjaan menunjuk pada sesuatu
profesi. Untuk memahami lebih dalam, menurut Robert W. Richey sebagaimana
dikutip oleh Suharsimi Arikunto, memberi batasan ciri-ciri yang terdapat pada
profesi.
Pertama,
lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan
kepentingan pribadi.
Kedua,
seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang
untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang
mendukung keahliannya.
Ketiga,
memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu
mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
Keempat,
memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara
kerja.
Kelima,
membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
Keenam,
adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar palayanan, disiplin diri
dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
Ketujuh,
memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian, dan
kedelapan, memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan
menjadi seorang anggota yang permanen.
Sementara Westby Gibson (1965) dalam Suharsini Arikuto, juga membuat ciri-ciri khusus apa yang sebenarnya dimaksud sebuah profesi itu. Ia menjelaskan ada empat ciri yang melekat pada profesi, yaitu; Pertama, pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi. Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Ketiga, diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional dan keempat, dimilikinya organisasi profesional yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya. Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh W.E Moore dalam bukunya "The Professions: Roles and Roles", seperti yang dikutip oleh Oteng Sutisna, bahwa Moore mengidentifikasikan profesi itu memiliki ciri-ciri antara lain; pertama, seorang yang menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya. Kedua, ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku. Ketiga, ia anggota organisasi profesional yang formal. Keempat, ia menguasai pengetahuan yang berguna dan ketrampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus. Kelima, ia terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian. Keenam, ia memperoleh ekonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali. Dalam perspektif Ernest Grennwood dalam bukunya yang terkenal "The Elements of Profeseonalization", seperti yang dikemukakan oleh Sutisna bahwa profesi mempunyai beberapa unsur-unsur esensial. Pertama, suatu dasar teori sistematis. Kedua, kewenangan (authority) yang diakui oleh klien. Ketiga, sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini. Keempat, kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman sejawat, dan kelima, kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan lambang-lambang. Di bidang pendidikan, juga dilakukan usaha untuk menguraikan unsur-unsur esensial profesi itu. Komisi Kebijaksanaan Pendidikan NEA Amerika Serikat (Educational Policies Commision of the NEA, Professional Organazations in American Education), misalnya menyebut enam kreteria bagi profesi di bidang pendidikan. Pertama, profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan. Kedua, mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya. Ketiga, profesi melayani kebutuhan para anggotanya akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional. Keempat, profesi memiliki norma-norma etis. Kelima, profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya, yakni mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan profesional dan seterusnya, dan keenam, profesi memiliki solidaritas kelompok profesi. Masih mengenai ciri-ciri profesi, menurut Supriadi, bahwa profesi paling tidak memiliki lima ciri pokok, yaitu pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Di pihak lain, pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak bagi suatu profesi, jauh lebih penting dari pengakuan pemerintah. Kedua, profesi menuntut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang serius dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan (accountable). Proses pemerolehan ketrampilan itu bukan hanya rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah. Jadi dalam suatu profesi, independent judgment berperan dalam mengambil putusan, bukan sekedar menjalankan tugas. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge), bukan sekedar serpihan atau hanya common sense. Keempat, ada kode atik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Pengawasan terhadap ditegakkannya kode etik dilakukan oleh organisasi profesi. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.
Dari
formulasi-formulasi tentang pengertian dan ciri-ciri profesi tersebut di
atas, walaupun dalam kalimat naratif yang berbeda, pada hakikatnya
memperlihatkan persamaan yang besar dalam substansinya. Kiranya dapat di
simpulkan bahwa profesi ideal memiliki ciri atau unsur sebagai berikut. Yaitu
(a) suatu dasar ilmu atau teori sistematis; (b). Kewenangan profesional yang
diakui oleh klien; (c). Sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan
kewenangannya; (d). Kode etik yang regulatif; (e). Kebudayaan profesi,
dan (f). Persatuan profesi yang kuat dan berpengaruh.
|
2. ciri profesi
- 1. . Sarjono 08157935901 [email_address]
- 2. ISTILAH-ISTILAH Profesi Profesional Profesionalisme Profesionalitas Profesionalisasi
- 3. Pengertian Suatu jabatan/pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya Artinya pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tdk terlatih untuk perkerjaan itu
- 4. Profesional Orang yang menyandang suatu profesi( orangnya ) Penampilan orang dalam melakukan pekerjaan
- 5. Profesionalisme Komitmen para anggota profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus mengembangkan strategi yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut
- 6. Profesionalitas Sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat keahlian, penget d ketramp. yang dimilikinya dalam melakukan pekerjaannya
- 7. Profesionalisasi Proses meningkatkan kualifikasi maupun kemampuan anggotanya dalam rangka mencapai kriteria standar
- 8. PROFESI Makna : Profesi adalah janji terbuka, seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan.
- 9. JANJI Janji terbuka artinya : mengandung makna yang terbuka , keluar dari lubuk hati, terkandung nilai etis dan norma, ia sadar d yakin bahwa ucapannya adalah baik.
- 10. =Janji itu keluar dari mulut dan seluruh kepribadiannya d tingkah lakunya. =Janji itu mengandung makna sangsi/ hukum. Oleh karenanya mendorong ia berbuat sesuai dengan janji. =Janji itu digariskan kedalam kode etik
- 11. PENGABDIAN Ada fungsi Sosial. Mengabdi untuk orang lain, mementingkan ol dp diri sendiri.
- 12. KEPUTUSAN Mendasari pada keahliannya, terhindar dari ketidak tepatan apalagi kesalahan Kesalahan akan membawa petaka d kerugian yang dahsyat
- 13. HAKEKAT Pekerjaan yang memerlukan ketrampilan d pengetahuan yng tinggi, melayani d mengabdi u kepentingan umum dalam mencapai kesejahteraan.
- 14. KARAKTERISTIK Didasarkan pada sejumlah pengetahuan Selalu berusaha meningkatkan kemampuannya Melayani /memenuhi kebutuhan Memiliki norma /etis Dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah Ada solidaritas kelompok.
- 15. KARAKTERISTIK Berbeda dengan pekerjaan lain Ada ikatan anggota Kode etik Literatur sendiri Memberikan jasa kpd masyarakat Diakui oleh pihak lain
- 16. Ciri Profesi Jabatan yang berfungsi d bermakna sosial Untuk melaksanakannya dengan layanan khusus berdasar teknik d prosedur ttt Pelksanaanya disamping rutin ada juga pemecahan masalah Para anggotanya punya kerangka ilmu yang sama Diperlukan pendidikan khusus Memiliki kompetensi minimum Ada kebebasan d tanggung jawab pribadi Lebih mementingkan pelayanan sosial Standar tingkah lakunya tersurat d kode etik Selalu berusaha menyegarkan kompetensinya
- 17. UNSUR PROFESI Dasar teoritis Sanksi masyarakat Kode Etik Kewenangan profesional Kebudayaan profesi