makalah lingkungan pendidikan 2
Sunday, January 6, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mulyasa
(2011: 78) Menjelaskan “menyediakan variasi merupakan keterampilan yang
harus dikuasai guru dalam pembelajaran, untuk mengatasi kebosanan
peserta didik, agar selalu antusias, tekun, dan penuh partisipasi.”
Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta
mengurangi kejenuhan dan kebosanan. Proses pembelajaran pada hakekatnya
untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui
berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya
sering kali tidak di sadari, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta
didik. Proses pembelajaran di kelas pada umumnya lebih menekankan pada
aspek kognitif, sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar
berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan dan ingatan. Dalam situasi
yang demikian biasanya peserta didik dituntut untuk menerima apa-apa
yang di anggap penting oleh guru dan menghafalnya. Guru pada umumnya
kurang menyenangi suasana pembelajaran yang para peserta didiknya banyak
bertanya mengenai hal-hal di
luar konteks yang diajarkan. Melihat kondisi yang demikian, maka
aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat atau tidak dapat
berkembang secara optimal.
Banyak
cara untuk menciptakan suasana belajar kondusif yang dapat
mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajar secara optimal, sesuai
dengan kemampuan masing-masing peserta didik. Salah satunya, yaitu
pemanfaatan lingkungan sekitar untuk pembelajaran. Pembelajaran yang
dikaji dalam makalah ini yaitu pembelajaran bahasa Indonesia yang
dikhususkan untuk pembuatan cerpen. Metode semacam ini banyak kita
jumpai dari kalangan para pendidik, namun pelaksanaannya belum dapat
terealisasikan. Entah apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Untuk itu penulis akan membahas permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan pembelajaran dalam metode ini.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Pemanfaatan Lingkungan
Pemanfaatan lingkungan adalah menggunakan alam yang ada disekitar kita, baik interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup) untuk pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2004: 195) lingkungan (environment)
sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi
tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting.
Sehingga pemanfaatan lingkungan bisa dijadikan media dalam metode
pembelajaran.
Sudjana
(2002: 39) Juga menjelaskan hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa
itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.
Sebab hasil belajar siswa disekolah 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Pembelajaran Pembuatan Cerpen untuk Siswa Tingkat SMP
Suyono dan Hariyanto (2011: 9) Menjelaskan “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan
kepribadian.” Kegiatan ini bertujuan untuk membuat seseorang menjadi
tahu dengan menggunakan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi
berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge.
Definisi ini merupakan definisi umum dalam pembelajaran yang
beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana
siswa atau pembelajar bereksplorasi, menggali, dan menemukan kemudian
memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Belajar dikatakan berhasil
jika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya.
Konsep belajar juga menekankan bahwa belajar tidak hanya dari segi
teknis, tetap juga tentang nilai dan norma. Ketika pembelajaran berbasis
lingkungan berkembang, maka definisi belajar juga menyesuaikan diri.
Pembelajaran merupakan suatu cara untuk membuat seseorang belajar.
Banyak hal yang dipelajari oleh peserta didik, salah satunya
pembelajaran pembuatan cerpen yang disesuaikan dengan jenjang mereka.
Untuk menerapkan metode ini penulis melibatkan siswa SMP sebagai objek.
Jadi, pembuatan cerpen pun tidak boleh dipaksakan untuk menghasilkan
karya yang bagus. Namun disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk berlatih menuangkan imajinasi.
Siswa
SMP adalah siswa yang beranjak remaja dalam proses pencarian jati diri,
yang merupakan usia efektif untuk mendapatkan pengetahuan lebih. Meski
belum saatnya untuk diberi materi membuat cerpen, paling tidak siswa
telah belajar bagaimana berimajinasi dan mengenal bahasa yang bermakna
konotasi. Tentunya dalam menuangkan ide menggunakan kata sederhana yang
sesuai dengan kemampuan berpikir anak seumuran mereka.
Yang
paling utama untuk diperhatikan dalam pembuatan cerpen adalah
pemborosan kata. Karena hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan yang
fatal jika tidak diberantas lebih awal. “Keterampilan menulis untuk
menulis secara jernih, jelas, dan lugu adalah modal utama seorang
penulis. Menulislah hal-hal yang konkret yang jelas kita ketahui dan
benar-benar kita kuasai” Mochtar lubis ( 2011: 35). Untuk itu latihan
ini perlu dilakukan secara rutin agar para peserta didik dapat
mengembangkan potensi yang telah mereka miliki dengan maksimal.
Untuk
siswa SMP yang merupakan pemula dalam pembelajaran menulis cerpen,
lebih baik mengambil objek yang unik secara harfiah terlebih dahulu.
Dalam hal latihan teknik atau penguasaan bentuk cerpen, dimulai dengan
pemilihan karakter tokoh yang unik, baik secara fisik, sifat, ekspresi,
gerakan, maupun cara berpakaian. Selain itu juga keunikan pada latar,
tema, dan alur perlu dikembangkan. Siswa juga harus memiliki penguasaan
kosakata yang baik. Setelah peserta didik menguasai hal itu, barulah
mereka bisa mengadakan percobaan sendiri mengenai susunan bahasa,
pemakaian kata-kata dan sebagainya. Sehingga siswa tidak perlu
memperhatikan bentuk-bentuk aliran yang memang harus dikuasai sebagai
seorang pengarang. Setidaknya peserta didik telah mengenal aliran
tersebut tanpa harus menerapkannya dalam pembuatan cerpen. Aliran yang
dimaksud, antara lain aliran impresionisme, realisme, naturalisme, dan
sebagainya.
Mochtar lubis (2011: 57) Menjelaskan “cerpen yang menarik selalu memiliki sesuatu yang menarik yang hendak diceritakannya.” Ini merupakan salah satu strategi bagaimana sebuah cerpen akan dibaca. Untuk
dapat menghidupkan cerita, siswa harus rutin berlatih menulis. Karena
sebuah cerpen bukan hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan
sebuah pengalaman berbentuk cerita. Maka syarat untuk membuat sebuah
cerpen hidup adalah bagaimana membawa pembacanya memasuki pengalaman
cerita itu. Pengalaman dalam hal ini mengajak pembaca untuk ikut
menghayati cerita. Dan hal itu hanya bisa diberikan lewat panca indera
kita… Mochtar lubis (2011: 82).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemanfaatan
lingkungan merupakan salah satu media pembelajaran yang baik untuk
diterapkan dalam proses belajar, karena dapat menumbuhkan minat dan
semangat peserta didik. Hal ini dapat diterapkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada pembuatan cerpen. Karena
siswa bisa mengamati apa yang ada di dalam lingkungan dan menjadikan
apa yang siswa lihat sebagai salah satu sumber inspirasi untuk membuat suatu karya sastra berupa cerpen. Untuk membuat cerpen sendiri siswa bisa menulis cerpen berdasarkan pengalaman apa yang didapatkannya dari lingkungan melalui panca indera.
3.2 Saran
Demikian
yang dapat penulis bagikan tentang pembelajaran pembuatan cerpen.
Sedikit catatan yang telah penulis tuliskan, semoga dapat membantu
peserta didik yang belajar dibangku SMP untuk semakin semangat membuat
cerpen dengan memanfaatkan lingkungan. Selain itu, penulis juga berharap
agar para calon pendidik (mahasiswa pendidikan bahasa Indonesia) dapat
menerapkan lingkungan sebagai media pembelajaran bagi peserta didiknya.
Penulis juga berharap dengan adanya tulisan ini dapat membantu
pemerintah dalam mensukseskan kekreatifan pendidik maupun peserta didik.
Segala kekurangan dan kelebihan pasti ada, untuk itu penulis
DAFTAR PUSTAKA
Lubis Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mangajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sumardjo jakob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Rosda.