-->

ads

makalah lingkungan pendidikan 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mulyasa (2011: 78) Menjelaskan “menyediakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran, untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun, dan penuh partisipasi.” Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan. Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak di sadari, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik. Proses pembelajaran di kelas pada umumnya lebih menekankan pada aspek kognitif, sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan dan ingatan. Dalam situasi yang demikian biasanya peserta didik dituntut untuk menerima apa-apa yang di anggap penting oleh guru dan menghafalnya. Guru pada umumnya kurang menyenangi suasana pembelajaran yang para peserta didiknya banyak bertanya mengenai hal-hal di luar konteks yang diajarkan. Melihat kondisi yang demikian, maka aktivitas dan kreativitas para peserta didik terhambat atau tidak dapat berkembang secara optimal.
Banyak cara untuk menciptakan suasana belajar kondusif yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajar secara optimal, sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik. Salah satunya, yaitu pemanfaatan lingkungan sekitar untuk pembelajaran. Pembelajaran yang dikaji dalam makalah ini yaitu pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk pembuatan cerpen. Metode semacam ini banyak kita jumpai dari kalangan para pendidik, namun pelaksanaannya belum dapat terealisasikan. Entah apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Untuk itu penulis akan membahas permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan pembelajaran dalam metode ini.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Pemanfaatan Lingkungan
Pemanfaatan lingkungan adalah menggunakan alam yang ada disekitar kita, baik interaksi antara faktor biotik (hidup) dan faktor abiotik (tak hidup) untuk pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2004: 195) lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Sehingga pemanfaatan lingkungan bisa dijadikan media dalam metode pembelajaran.
Sudjana (2002: 39) Juga menjelaskan hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Sebab hasil belajar siswa disekolah 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Pembelajaran Pembuatan Cerpen untuk Siswa Tingkat SMP
Suyono dan Hariyanto (2011: 9) Menjelaskan “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.” Kegiatan ini bertujuan untuk membuat seseorang menjadi tahu dengan menggunakan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of knowledge. Definisi ini merupakan definisi umum dalam pembelajaran yang beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaimana siswa atau pembelajar bereksplorasi, menggali, dan menemukan kemudian memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya. Konsep belajar juga menekankan bahwa belajar tidak hanya dari segi teknis, tetap juga tentang nilai dan norma. Ketika pembelajaran berbasis lingkungan berkembang, maka definisi belajar juga menyesuaikan diri. Pembelajaran merupakan suatu cara untuk membuat seseorang belajar. Banyak hal yang dipelajari oleh peserta didik, salah satunya pembelajaran pembuatan cerpen yang disesuaikan dengan jenjang mereka. Untuk menerapkan metode ini penulis melibatkan siswa SMP sebagai objek. Jadi, pembuatan cerpen pun tidak boleh dipaksakan untuk menghasilkan karya yang bagus. Namun disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk berlatih menuangkan imajinasi.
Siswa SMP adalah siswa yang beranjak remaja dalam proses pencarian jati diri, yang merupakan usia efektif untuk mendapatkan pengetahuan lebih. Meski belum saatnya untuk diberi materi membuat cerpen, paling tidak siswa telah belajar bagaimana berimajinasi dan mengenal bahasa yang bermakna konotasi. Tentunya dalam menuangkan ide menggunakan kata sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak seumuran mereka.
Yang paling utama untuk diperhatikan dalam pembuatan cerpen adalah pemborosan kata. Karena hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan yang fatal jika tidak diberantas lebih awal. “Keterampilan menulis untuk menulis secara jernih, jelas, dan lugu adalah modal utama seorang penulis. Menulislah hal-hal yang konkret yang jelas kita ketahui dan benar-benar kita kuasai” Mochtar lubis ( 2011: 35). Untuk itu latihan ini perlu dilakukan secara rutin agar para peserta didik dapat mengembangkan potensi yang telah mereka miliki dengan maksimal.
Untuk siswa SMP yang merupakan pemula dalam pembelajaran menulis cerpen, lebih baik mengambil objek yang unik secara harfiah terlebih dahulu. Dalam hal latihan teknik atau penguasaan bentuk cerpen, dimulai dengan pemilihan karakter tokoh yang unik, baik secara fisik, sifat, ekspresi, gerakan, maupun cara berpakaian. Selain itu juga keunikan pada latar, tema, dan alur perlu dikembangkan. Siswa juga harus memiliki penguasaan kosakata yang baik. Setelah peserta didik menguasai hal itu, barulah mereka bisa mengadakan percobaan sendiri mengenai susunan bahasa, pemakaian kata-kata dan sebagainya. Sehingga siswa tidak perlu memperhatikan bentuk-bentuk aliran yang memang harus dikuasai sebagai seorang pengarang. Setidaknya peserta didik telah mengenal aliran tersebut tanpa harus menerapkannya dalam pembuatan cerpen. Aliran yang dimaksud, antara lain aliran impresionisme, realisme, naturalisme, dan sebagainya.
Mochtar lubis (2011: 57) Menjelaskan “cerpen yang menarik selalu memiliki sesuatu yang menarik yang hendak diceritakannya.” Ini merupakan salah satu strategi bagaimana sebuah cerpen akan dibaca. Untuk dapat menghidupkan cerita, siswa harus rutin berlatih menulis. Karena sebuah cerpen bukan hanya menyampaikan cerita, tetapi juga menggambarkan sebuah pengalaman berbentuk cerita. Maka syarat untuk membuat sebuah cerpen hidup adalah bagaimana membawa pembacanya memasuki pengalaman cerita itu. Pengalaman dalam hal ini mengajak pembaca untuk ikut menghayati cerita. Dan hal itu hanya bisa diberikan lewat panca indera kita… Mochtar lubis (2011: 82).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemanfaatan lingkungan merupakan salah satu media pembelajaran yang baik untuk diterapkan dalam proses belajar, karena dapat menumbuhkan minat dan semangat peserta didik. Hal ini dapat diterapkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada pembuatan cerpen. Karena siswa bisa mengamati apa yang ada di dalam lingkungan dan menjadikan apa yang siswa lihat sebagai salah satu sumber inspirasi untuk membuat suatu karya sastra berupa cerpen. Untuk membuat cerpen sendiri siswa bisa menulis cerpen berdasarkan pengalaman apa yang didapatkannya dari lingkungan melalui panca indera.
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis bagikan tentang pembelajaran pembuatan cerpen. Sedikit catatan yang telah penulis tuliskan, semoga dapat membantu peserta didik yang belajar dibangku SMP untuk semakin semangat membuat cerpen dengan memanfaatkan lingkungan. Selain itu, penulis juga berharap agar para calon pendidik (mahasiswa pendidikan bahasa Indonesia) dapat menerapkan lingkungan sebagai media pembelajaran bagi peserta didiknya. Penulis juga berharap dengan adanya tulisan ini dapat membantu pemerintah dalam mensukseskan kekreatifan pendidik maupun peserta didik. Segala kekurangan dan kelebihan pasti ada, untuk itu penulis
DAFTAR PUSTAKA
Lubis Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana. 2002. Dasar- Dasar Proses Belajar Mangajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sumardjo jakob. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Rosda.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel