-->

ads

RUKUN SHOLAT DAN DALILNYA



RUKUN SHOLAT DAN DALILNYA
Rukun-Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas: 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.

Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat
1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu
Dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat 'Ashar), serta berdirilah untuk Allah 'azza wa jalla dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Shalatlah dengan berdiri..." (HR. Al-Bukhary)
2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak boleh dengan ucapan lain
Dalilnya hadits, "Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, "Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah." (Idem)
3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam hadits,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah." (Muttafaqun 'alaih)
4. Ruku'
5. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku'
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Bangkit darinya
8. Duduk di antara dua sujud
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Wahai orang-orang yang beriman ruku'lah dan sujudlah." (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi." (Muttafaqun 'alaih)
9. Thuma'ninah dalam semua amalan
10. Tertib antara tiap rukun
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: 'Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 'Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku'lah hingga kamu tenang dalam ruku', lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
11. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih, assalaamu 'alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril 'alaihis salam dan Mikail 'alaihis salam)', maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jangan kalian mengatakan, 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya)', sebab sesungguhnya Allah 'azza wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi katakanlah, 'Segala penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan', ..." Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.
12. Duduk Tasyahhud Akhir
Sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat." (Muttafaqun 'alaih)
13. Shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian shalat... (hingga ucapannya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi."
Pada lafazh yang lain, "Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
14. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "... dan penutupnya (shalat) ialah salam."
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka shalatnya batal, harus diulang dari awal. Wallaahu A'lam.

11.     Kaifiyyah (Tata Cara) Shalat
a)          Niat
Tidak disyari’atkan mengucapkan/melafadhkan niat, sebab hal itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, para shahabat, dan para ulama setelahnya (termasuk imam empat).[1][5]
b)          Menghadap Sutrah (Pembatas dalam Shalat).
Sutrah adalah sesuatu yang digunakan sebagai pembatas shalat yang diletakkan di depan orang shalat.
Hukum menghadap sutrah ini adalah wajib bagi shalat munfarid (sendirian) dan bagi imam [2][6]. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
لا تصل إلا إلى سترة ولا تدع أحدا يمر بين يديك فإن أبى فلتقاتله فإن معه القرين
“Janganlah engkau shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas). Dan jangan engkau biarkan seorangpun lewat di hadapanmu (ketika engkau shalat). Jika ia enggan, maka perangilah ia, sesungguhnya ia bersama dengan qarin (syaithan)” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 800; shahih].
وَقَالَ ابن مَسعود : أَربَع منَ الخلَفَاء : أن يصلي الرّجل إلى غير سترة … أو يسمع المنادي ثم لا يجيبه
Dan Ibnu Mas’ud berkata : “Empat hal dari kemunkaran yaitu : Seseorang melakukan shalat tidak menghadap sutrah….. atau mendengar panggilan (adzan) lalu tidak menjawabnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 2/61 dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra 2/285; shahih].
Tinggi sutrah minimal seukuran bagian belakang pelana kuda atau kira-kira dua pertiga sampai satu hasta, berdasarkan hadits:
إذا قام أحدكم يصلي فإنه يستره إذا كان بين يديه مثل آخرة الرحل
“Jika berdiri salah seorang di antara kalian untuk melaksanakan shalat, sesungguhnya terbatasi dia jika di depannya terdapat seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [HR. Muslim no. 510].
Adapun jarak antara tempat berdiri shalat dengan sutrah adalah sepanjang tiga hasta, berdasarkan hadits :
...ثم صلى وجعل بينه وبين الجدار نحوا من ثلاثة أذرع
“….Kemudian beliau shalat dimana jarak antara beliau dan dinding (sebagai sutrah – Abul-Jauzaa’ (Pent.)) adalah sekitar tiga hasta” [HR. An-Nasa’i no. 749 dan Ahmad 2/138; shahih].
c)           Berdiri jika mampu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
“Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak sanggup, maka shalatlah sambil duduk. Bila tidak sanggup juga, shalatlah sambil berbaring” [HR. Al-Bukhari no. 1066, Abu Dawud no. 939, dan At-Tirmidzi no. 369].
Seluruh ulama sepakat (ijma’) bahwa orang yang sehat lagi mampu wajib melakukan shalat fardlu sambil berdiri, baik sendiri maupun menjadi imam.
Bila ia sedang naik pesawat, kapal, atau kendaraan lain yang tidak mungkin baginya untuk turun (ke tanah/darat) sewaktu-waktu, maka ia tetap wajib shalat sambil berdiri jika mampu. Namun jika tidak mampu, maka boleh baginya shalat sambil duduk.
Boleh mengerjakan shalat sunnah sambil duduk tanpa alasan apapun, akan tetapi ia hanya mendapatkan pahal setengah dari orang yang berdiri. ‘Imran bin Hushain pernah bertanya kepada Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam tentang orang yang shalat sambil duduk. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab :
إن صلى قائما فهو أفضل ومن صلى قاعدا فله نصف أجر القائم ومن صلى نائما فله نصف أجر القاعد
“Barangsiapa yang shalat dengan berdiri, maka hal itu lebih baik. Orang yang mengerjakan shalat sambil duduk mendapatkan setengah pahala orang yang mengerjakannya sambil berdiri. Orang yang mengerjakan shalat sambil berbaring mendapatkan setengah pahala orang yang mengerjakannya sambil duduk” [HR. Bukhari no. 1064].
Namun jika ia melakukan shalat sambil duduk atau berbaring karena udzur (sakit atau yang lainnya), maka ia tetap mendapatkan pahala sebagaimana orang berdiri (tidak kurang). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
“Barangsiapa yang jatuh sakit atau melakukan perjalanan jauh, maka dicatatkan pahala baginya pahala seperti yang biasa ia dilakukannya ketika bermukim atau sehat” [HR. Al-Bukhari no. 2834].
d)          Takbiratul-Ihram dan Mengangkat Tangan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم
“Kunci shalat itu adalah suci, pengharamannya[3][7] adalah takbir (yaitu takbiratul-ihram), dan penghalalannya[4][8] adalah salam” [HR. Abu Dawud no. 61, Asy-Syafi’i dalam Al-Umm 1/87, At-Tirmidzi no. 3 dan lain-lain; hasan].
إنه لا تتم صلاة لأحد من الناس حتى يتوضأ، فيضع الوضوء مواضعه ثم يقول :‏ اَللهُ أَكْبَرُ
“Sesungguhnya tidaklah sempurna shalat salah seorang di antara manusia sehingga ia berwudlu dan meletakkan wudlu tersebut pada tempatnya (yaitu pada anggota badan yang wajib terkena air wudlu), lalu berkata : Allaahu Akbar” [HR. Thabarani dalam Al-Kabiir no. 4526; shahih].
Kadangkala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.
أن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال: رأيت النبي صلى الله عليه وسلم افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر، حتى يجعلهما حذو منكبيه
Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata : “Aku melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memulai shalat dengan takbir. Maka beliau mengangkat kedua tangannya ketika (bersamaan) takbir setinggi kedua pundaknya” [HR. Al-Bukhari no. 705].
Kadangkala beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan sebelum takbir.
أن بن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا قام للصلاة رفع يديه حتى تكونا حذو منكبيه ثم كبر
Bahwasannya Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma berkata : Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila berdiri untuk shalat, maka beliau mengangkat kedua tangannya setinggi kedua pundaknya, kemudian beliau bertakbir” [HR. Muslim no. 390].
Kadangkala beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan setelah takbir.
عن أبي قلابة أنه رأى مالك بن الحويرث إذا صلى كبر ثم رفع يديه وإذا أراد أن يركع رفع يديه وإذا رفع رأسه من الركوع رفع يديه وحدث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يفعل هكذا
Dari Abu Qilabah : “Bahwasannya ia melihat Malik bin Al-Huwairits apabila ia melakukan shalat, maka ia bertakbir kemudian mengangkat kedua tangannya. Dan apabila ia hendak rukuk, maka ia mengangkat kedua tangannya. Apabila ia mengangkat kepalanya dari rukuk (i’tidal), maka ia mengangkat kedua tangannya. Ia mengatakan bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan demikian (dalam shalat)” [HR. Al-Bukhari no. 704 dan Muslim no. 391].
Beliau shallalaahu ‘alaihi wasallam mengangkat tangan sejajar kedua pundaknya (berdasarkan hadits di atas). Kadangkala, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya.
عن مالك بن الحويرث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا كبر رفع يديه حتى يحاذي بهما أذنيه
Dari Malik bin Al-Huwairits : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua telinganya” [HR. Muslim no. 391].
e)          Meletakkan Tangan Kanan di Atas Tangan Kiri di Dada
عن سهل بن سعد قال كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة
Dari Sahl bin Sa’id radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat” [HR. Al-Bukhari no. 707].
Dari Wa’il bin Hujr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau meletakkan tangan kanannya atas tangan kirinya di dadanya” [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 479].
Adapun meletakkan kedua tangan di bawah dada atau perut, maka hal ini tidak benar (menyelisihi sunnah).[5][9]
f)            Melihat Tempat Sujud dan Khusyu’
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا صلى رفع بصره إلى السماء فنزلت الذين هم في صلاتهم خاشعون فطأطأ رأسه
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah shalat dengan mengangkat pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat : “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya” {QS. Al-Mukminun : 2}. Maka beliau kemudian menundukkan kepalanya”  [HR. Al-Hakim no. 3483; shahih sesuai syarat Muslim].
Dilarang menoleh ketika shalat, sebagaimana penjelasan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya tentang hukum menoleh ketika shalat :
هو اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد
“Itulah ikhtilaas (mencuri-curi), yang dicuri-curi syaithan dari shalat seorang hamba” [HR. Al-Bukhari no. 718].
Akan tetapi diperbolehkan untuk melirik (tanpa menoleh) jika ada keperluan.
عن بن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يلحظ في الصلاة يمينا وشمالا ويلوى عنقه خلف ظهره
Dari Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melirik ke kanan dan ke kiri dalam shalat, namun beliau tidak menolehkan leher beliau ke belakang” [HR. At-Tirmidzi no. 587 dan Ibnu Khuzaimah no. 485 dengan sanad shahih].
g)          Membaca Iftitah/Istiftah
Hukumnya adalah sunnah menurut jumhur ulama (dan ini adalah pendapat yang rajih/kuat).  Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إنه لا تتم صلاة لأحد من الناس حتى يتوضأ، فيضع الوضوء يعني مواضعه ثم يكبر ويحمد الله جل وعز ويثني عليه ويقرأ بما تيسر من القرآن
“Sesungguhnya shalat seseorang tidaklah sempurna kecuali bila dia wudlu pada anggota tubuh yang terkena air wudlu, kemudian mengucapkan takbir, memuji Allah jalla wa ‘azza dan mengagungkannya, serta membaca Al-Qur’an yang mudah baginya” [HR. Abu Dawud no. 857; shahih].
Kalimat { وَيَحْمَدُ اللهَ جَلَّ وَعَزَّ} “memuji Allah jalla wa ‘azza” dijelaskan oleh para ulama mempunyai makna membaca doa iftitah.
Macam-macam doa iftitah/istiftah antara lain :
o         { اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اَللَّهُمَ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ }
Alloohumma baa’id bainii wa bainaa khothooyaaya kamaa baa’atta bainal-masyriqi wal-maghrib. Alloohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots-tsaubul-abyadlu minad-danas. Alloohummagh-silnii min khothooyaaya bits-tsalji wal-maa-i wal-barad.
“Ya Allah, jauhkanlah diriku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan jarak antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku seperti baju putih yang dibersihkan dari noda. Ya Allah, cucilah diriku dari segala dosa-dosaku dengan salju, air, dan embun” [HR. Al-Bukhari no. 711 dan Muslim no. 598].
o         {سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ}
Subhaanakalloohumma wabihamdika watabaarokas-muka wata’aalaa jadduka walaa ilaaha ghoiruka.
"Aku menyucikan-Mu dan memuji-Mu ya Allah. Sungguh berkah nama-Mu dan sungguh tinggi kekayaan-Mu. Dan tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau”  [HR. Abu Dawud no. 776, At-Tirmidzi no. 243, dan yang lainnya; shahih].
    • Dan yang lain-lain sebagaimana yang tercantum dalam hadits-hadits shahih.
h)          Membaca Isti’adzah
Para ulama sepakat bahwa hukum membaca isti’adzah di permulaan shalat (maksudnya : sebelum membaca Al-Fatihah) adalah wajib. Akan tetapi mereka berselisih pendapat tentang kewajiban membacanya di tiap raka’at.
Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرّجِيمِ
“Apabila kamu hendak membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk” [QS. An-Nahl : 98].
Isti’adzah dalam shalat dapat dilakukan dengan membaca salah satu lafadh sebagai berikut :
o         { أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ }
A’uudzu billaahi minasy-syaithoonir-rojiim
“Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syaithan yang terkutuk” [QS. An-Nahl : 98].
o         { أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ }
A’uudzu billaahi minasy-syaithoonir-rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsihi
“Aku berlindung kepada Allah dari gangguan syaithan yang terkutuk, yaitu dari bisikan, tiupan, dan hembusannya” [HR. Ahmad 6/156 no. 25266; hasan].
o         { أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ }
A’uudzu billaahis-samii’il-‘aliimi minasy-syaithoonir-rajiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsihi
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari gangguan syaithan yang terkutuk, yaitu dari bisikan, tiupan, dan hembusannya” [HR. Abu Dawud no. 775; shahih].
i)            Membaca Surat Al-Fatihah
Wajib membaca Al-Fatihah (dan ini menjadi bagian dari rukun shalat). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah” [HR. Al-Bukhari no. 723 dan Muslim no. 394].
Jika ada orang yang tidak hafal surat Al-Fatihah, maka dia boleh membaca :
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلا بِاللهِ
Subhaanalloohi wal-hamdulillaahi walaa ilaaha illalloohu walloohu akbar. Walaa haula walaa quwwata illaa billaah
“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Allah Maha Besar dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah” [HR. Abu Dawud no. 832; hasan].
Namun keringanan ini hanya berlaku bagi orang yang benar-benar tidak mampu menghafalnya setelah berusaha sekuat tenaga untuk menghafalnya.
Dalam shalat jama’ah jahriyyah (yang dikeraskan suaranya, seperti shalat shubuh, maghrib, dan ‘isya’), maka bacaan basmalah adalah sirr (tidak dikeraskan – tapi tetap dibaca) berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم وأبا بكر وعمر رضى الله تعالى عنهما كانوا يفتتحون الصلاة ب-{اَلحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ}
”Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan ‘Umar membuka (bacaan) shalatnya dengan membaca Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin”. [HR. Al-Bukhari no. 710].
j)            Mengucapkan Amiin Setelah Membaca Al-Fatihah
عَنْ وَائِل بْنِ حُجْر قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأَ { وَلاَ الضَالِينَ } قَالَ آمِيْنَ وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bila selesai membaca Waladl-dlooolliin; maka beliau berkata : Aamiin, dan beliau mengangkat suara dengannya” [HR. Abu Dawud no. 932; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا أمن الإمام فأمنوا فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
“Jika imam mengucapkan aamiin, maka ikutilah dengan mengucapkan aamiin juga. Sesungguhnya, barangsiapa yang ucapan amin-nya bersamaan dengan aamiin yang diucapkan oleh malaikat; maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [HR. Al-Bukhari no. 747 dan Muslim no. 410].
Sebagian ulama mengatakan bahwa membaca aamiin setelah Al-Fatihah adalah wajib. Adapun tambahan rabbighfirlii sebelum membaca aamiin (sebagaimana dilakukan oleh sebagian kaum muslimin), maka itu adalah perbuatan yang sama sekali tidak dilandasi dalil (shahih). Sudah sepatutnya perbuatan tersebut untuk ditinggalkan.
k)          Membaca Surat /Ayat yang Dihafal dari Al-Qur’an
§         Hukumnya adalah sunnah.
عَنْ أبِيْ هرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَقُوْلُ فيْ كُلِّ صَلاَةٍ يُقْرَأُ فَمَا أَسْمَعَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْمَعْنَاكُمْ وَمَا أَخْفَى عَنَّا أَخْفَيْنَا عَنْكُمْ وَإِنْ لَمْ تَزِدْ عَلَى أُمِّ الْقُرْآنِ أَجْزَأَتْ وَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu ia berkata : "Al-Qur’an dibaca pada setiap shalat. Bacaan yang dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kami pun mengeraskannya ketika kami menjadi imam. Dan bacaan yang tidak dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka kami pun tidak mengeraskannya. Jika kamu tidak menambah bacaan selain Ummul-Qur’an (Al-Fatihah), maka itu sudah cukup. Jika kamu menambah bacaan surat selain Ummul-Qur’an, maka itu lebih baik" [HR. Al-Bukhari no. 738].
عن جبير بن مطعم قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطور
Dari Jubair bin Muth’im ia berkata : “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca surat Ath-Thuur dalam shalat maghrib” [HR. Al-Bukhari no. 731 dan Muslim no. 463].
§         Sebagian ulama menjelaskan bahwa sebaiknya bacaan pada raka’at pertama lebih panjang daripada raka’at kedua.
§         Disunnahkan pula membaca surat lain setelah Al-Fatihah pada raka’at ketiga dan/atau keempat berdasarkan hadits :
عن أبي سعيد الخدري أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان يقرأ في صلاة الظهر في الركعتين الأوليين في كل ركعة قدر ثلاثين آية وفي الأخريين قدر خمس عشرة آية
Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca surat (setelah Al-Fatihah) dalam dua raka’at pertama shalat Dhuhur untuk setiap raka’atnya sekitar tigapuluh ayat. Sedangkan dalam dua raka’at terakhir beliau membaca sekitar lima belas ayat”  [HR. Muslim no. 452].
§         Bila shalat sendirian, maka ia boleh memperpanjang bacaan ayat sesukanya. Namun jika ia menjadi imam, maka hendaknya ia memperhatikan kondisi makmum. Jika makmum adalah dari kalangan yang kuat, semangat ke-Islamannya tinggi, dan biasa dibacakan ayat-ayat yang panjang; maka tidak apa-apa jika ia memperpanjang bacaan suratnya. Namun jika makmumnya adalah orang yang lemah, para wanita, anak-anak, dan orang-orang yang mempunyai keperluan; hendaknya ia memperpendek bacaan suratnya.
عن أنس بن مالك أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم قال إني لأدخل في الصلاة وأنا أريد إطالتها فأسمع بكاء الصبي فأتجوز في صلاتي مما أعلم من شدة وجد أمه من بكائه
Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Al-Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470].
l)            Rukuk
    • Setelah membaca ayat Al-Qur’an, hendaknya ia berhenti sejenak sebelum memulai gerakan untuk rukuk, sebagaimana riwayat Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu.[6][10] Lama berhenti ini sekitar satu nafas.
o       Mengangkat kedua tangan ketika hendak rukuk.
عن وائل بن حجر ........فلما أراد أن يركع رفعهما مثل ذلك (رفع يديه)
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “…..Ketika beliau hendak rukuk, maka beliau melakukan hal yang serupa (yaitu mengangkat kedua tangannya)” [HR. Abu Dawud no. 726; shahih].
o       Meletakkan kedua tangannya di lututnya dengan menguatkan pegangan dan merenggangkan jari-jemarinya. Posisi tangan agak dijauhkan dan sedikit dibengkokkan di kedua siku.
عن وائل بن حجر .......فلما أراد أن يركع رفعهما مثل ذلك ثم وضع يديه على ركبتيه
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “…..Ketika beliau hendak rukuk, maka beliau melakukan hal yang serupa (yaitu mengangkat kedua tangannya), kemudian meletakkan kedua tangannya pada lututnya” [idem].
فقال أبو حميد الساعدي....... وإذا ركع أمكن يديه من ركبتيه
Berkata Abu Humaid As-Sa’idy radliyallaahu ‘anhu : “….. Dan apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam rukuk, maka beliau menguatkan kedua tangannya pada kedua lututnya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
عن أبي حميد : .... ثم ركع فوضع يديه على ركبتيه كأنه قابض عليهما ووتر يديه فتجافى عن جنبيه
Abu Humaid radliyallaahu ‘anhu berkata : “….. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam rukuk dan beliau meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya, seakan-akan beliau memegang erat kedua lututnya tersebut. Beliau membengkokkan dan menjauhkan kedua tangannya di samping badannya” [HR. Abu Dawud no. 734, At-Tirmidzi no. 260 dan Ibnu Khuzaimah no. 589; shahih].
عن وائل بن حجر أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا ركع فرج بين أصابعه
Dari Wail radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila rukuk, maka beliau merenggangkan jari-jemarinya” [HR. Al-Hakim no. 814; shahih].
    • Ketika rukuk, posisi punggung dan kepala adalah lurus dan rata.
كان إذا ركع سوِى ظهره حتى لو صب عليه الماء لاستقر
“Apabila beliau rukuk, maka beliau meluruskan punggungnya. Bahkan seandainya disiramkan air di atas punggung tersebut, maka pasti tidak akan tumpah ke bawah” [Lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 4732].
إن رسول اللَّه لم يصب رأسه ولم يقنعه
“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menundukkan kepalanya dan tidak pula mengangkat/ menegakkannya” [HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa; shahih].
    • Bacaan dalam rukuk (bisa dipilih dan dibaca yang mudah) :
-          { سُبْحَانَ رَبِّيَّ الْعَظِيْمِ}
Subhaana Rabbiyal-‘Adhiim (tiga kali)
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung” [HR. Abu Dawud no. 871, Ibnu Majah no. 890, dan lain-lain; shahih].
-          { سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَ اغْفِرْ لِيْ }
Subhaanakalloohumma wabihamdika alloohummagh-firlii
“Aku menyucikanmu ya Allah, Tuhan kami, dan aku memujimu. Ya Allah, ampunilah aku” [HR. Al-Bukhari no. 761 dan Muslim no. 484].
-          { سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ }
Subbuuhun qudduusun robbul-malaaikati war-ruuh
“Engkau Maha Suci, Maha Qudus, Tuhan para malaikat dan ruh" [HR. Muslim no. 487 dan Abu Dawud no. 872].
Masing-masing doa/bacaan dalam rukuk di atas dapat diulang lebih dari tiga kali berdasar keumuman hadits :
عن البراء رضى الله تعالى عنه قال كان ركوع النبي صلى اللَّه عليه وسلم وسجوده وإذا رفع رأسه من الركوع وبين السجدتين قريبا من السواء
Dari Al-Barra’ radliyallaahu ‘anhu ia berkata : "Adalah rukuk dan sujudnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, serta bangkitnya beliau dari rukuk (i’tidal) dan duduknya diantara dua sujud; hampir sama lamanya" [HR. Al-Bukhari no. 768 dan Muslim no. 471].
    • Wajib thuma’ninah dalam rukuk. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
....ثم اركع حتى تطمئن راكعا
"Kemudian rukuklah sampai engkau merasa thuma’ninah dalam rukuk itu" [HR. Al-Bukhari no. 724 dan Muslim no. 397].
m)       Bangkit dan Berdiri dari Rukuk (I’tidal).
·        Mengucapkan : {  سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ} « Sami’alloohu liman hamidah » ketika mengangkat badan dari rukuk, dan { رَبَنَا لَكَ الْحَمْدُ} « Robbanaa lakal-hamdu » ketika telah berdiri. Hal itu berdasarkan hadits :
عن أبي هريرة يقول كان رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا قام إلى الصلاة يكبر حين يقوم ثم يكبر حين يركع ثم يقول : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حين يرفع صلبه من الركعة ثم يقول وهو قائم رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu : "Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila berdiri shalat beliau mengucapkan takbir ketika dalam keadaan berdiri, kemudian beliau bertakbir ketika hendak rukuk. Beliau mengucapkan :  Sami’alloohu liman hamidah (Mudah-mudahan Allah mendengarkan/memperhatikan orang-orang yang memuji-Nya) ketika beliau mengangkat/ menegakkan tulang pungungnya. Kemudian beliau mengucapkan setelah berdiri : Robbanaa lakal-hamdu (Tuhan kami, Engkaulah yang pantas mendapat pujian)" [HR. Al-Bukhari no. 756].
Ucapan « Robbanaa lakal-hamdu » bisa juga diucapkan dengan lafadh :
ü      {  رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ} « Robbanaa walakal-hamdu » "Ya Allah, dan Engkaulah yang pantas mendapatkan pujian" [HR. Al-Bukhari no. 657].
ü      { اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ} « Alloohumma robbanaa lakal-hamdu » "Ya Allah, Engkaulah yang pantas mendapatkan pujian" [HR. Muslim no. 404].
ü      { اَللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ } « Alloohumma robbanaa walakal-hamdu » "Ya Allah, dan Engkaulah yang pantas mendapatkan pujian" [HR. Al-Bukhari no. 762].
Dalam shalat berjama’ah, maka ketika imam mengucapkan « Sami’alloohu liman hamidah », maka makmum mengikutinya dengan ucapan « Robbanaa lakal-hamdu » (atau yang lain sebagaimana di atas).
·        Setelah ucapan « Robbanaa lakal-hamdu » (atau yang semisal di atas), maka disunnahkan untuk menambah dengan ucapan:
مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Mil-as samaawaati wa mil-al ardli wa mil-a maa syi’ta min syain ba’du
"Sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah itu" [HR. Muslim no. 476].
·        Posisi tangan ketika berdiri i’tidal adalah bersedekap di dada menurut pendapat yang paling kuat. Hal itu berdasarkan keumuman hadits :
كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة
“Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat” [HR. Al-Bukhari no. 707 dari Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhu].
·        Wajib thuma’ninah ketika i’tidal dan disunnahkan memperpanjangnya, berdasarkan hadits :
عن ثابت قال كان أنس ينعت لنا صلاة النبي صلى اللَّه عليه وسلم فكان يصلي وإذا رفع رأسه من الركوع قام حتى نقول قد نسي
Dari Tsabit ia berkata : “Anas pernah memberikan contoh shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian Anas melakukan shalat. Setelah bangun dari rukuk, Anas berdiri lama hingga kami menyangka ia lupa untuk sujud” [HR. Bukhari no. 767 dan Muslim no. 472].
n)          Sujud
v     Bertakbir ketika turun untuk sujud, berdasarkan hadits :
.....ثم يكبر حين يرفع رأسه ثم يكبر حين يسجد
“….Kemudian beliau bertakbir ketika mengangkat kepalanya (i’tidal), dan kemudian beliau pun bertakbir ketika hendak sujud” [HR. Al-Bukhari no. 756].
v     Terkadang beliau mengangkat tangan ketika hendak sujud, berdasarkan hadits :
عن مالك بن الحويرث أنه رأى النبي صلى اللَّه عليه وسلم رفع يديه في صلاته وإذا ركع وإذا رفع رأسه من الركوع وإذا سجد وإذا رفع رأسه من السجود......
Dari Malik bin Al-Huwairits : “Bahwasannya ia melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam  mengangkat kedua tangannya dalam shalatnya ketika hendak rukuk, ketika mengangkat kepalanya dari rukuk (i'tidal), ketika hendak sujud, dan ketika mengangkat kepala dari sujud…..” [HR. An-Nasa’i no. 1085; shahih].
v     Mendahulukan tangan daripada lutut ketika turun dari sujud. Hal ini berdasarkan hadits :
عن أبي هريرة قال رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير وليضع يديه قبل ركبتيه
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila salah seorang diantara kalian hendak sujud, maka janganlah ia menyungkur seperti menyungkurnya seekor unta. Hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya” [HR. Abu Dawud no. 840, Nasa’i no. 1091, dan yang lainnya; shahih] [7][11].
v     Ketika sujud, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sujud dengan tujuh anggota badan (dahi dan hidung – dianggap satu kesatuan –, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عن بن عباس أَن رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم قال أمرت أن أسجد على سبعة أعظم الجبهة وأشار بيده على أنفه واليدين والرجلين وأطراف القدمين
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda : “Aku diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota tubuh, yaitu dahi (beliau berisyarat ke hidungnya), kedua (telapak) tangan, kedua kaki (maksudnya kedua lutut), dan kedua ujung kaki” [HR. Al-Bukhari no. 776 dan Muslim no. 490].
v     Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sujud dengan bertelekan dengan kedua tangannya, mengangkat kedua siku, melebarkan bentangan tangannya, meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua bahunya atau kedua telinganya, merapatkannya jari-jarinya serta mengarahkannya ke kiblat.
عن البراء قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سجدت فضع كفيك وارفع مرفقيك
Dari Al-Barra’ bin ‘Azib ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila engkau sujud, maka letakkanlah dua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu” [HR. Muslim no. 494]. [8][12]
عن عبد اللَّه بن مالك ابن بحينة أن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا صلى فرج بين يديه حتى يبدو بياض إبطيه
Dari Abdillah bin Malik bin Buhainah radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila shalat, maka beliau membentangkan kedua tangannya hingga kelihatan putih ketiaknya” [HR. Al-Bukhari no. 383 dan Muslim no. 495].
عن وائل بن حجر قال : ....... ثم سجد فكانت يداه حذاء أذنيه
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “…..Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sujud, sedangkan kedua tangannya di hadapan (sejajar) kedua telinganya” [HR. Ahmad 4/317 no. 18878; shahih].
عن وائل أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا سجد ضم أصابعه
Dari Wail radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila sujud, maka beliau merapatkan jari-jarinya” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 642; hasan].
عن البراء بن عازب رضى اللَّه عنه قال : كان رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم إذا سجد فوضع يديه بالأرض استقبل بكفيه وأصابعه القبلة
Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila sujud maka beliau meletakkan kedua tangannya di bumi/tanah, serta menghadapkan kedua tangan dan jari-jemarinya ke arah kiblat” [HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubraa ; shahih].
v     Menempelkan/merapatkan dua kaki dan mengarahkan jari-jari kaki ke arah kiblat
قالت عائشة زوج النبي فقدت رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم وكان معي على فراشي فوجدته ساجدا راصا عقبيه مستقبلا بأطراف أصابعه القبلة
Telah berkata ‘Aisyah istri Nabi : “Aku kehilangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang sebelumnya bersamaku di tempat tidur. Maka aku menemukan beliau sedang bersujud menempelkan tumitnya, ujung-ujung jemarinya menghadap kiblat” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 654; shahih].
v     Bacaan dalam sujud (bisa dipilih dan dibaca yang mudah) :
-         {سُبْحَانَ رَبِّيَّ الْأَعْلَى}
Subhaana robbiyal-a’laa (tiga kali)
“Maha Suci Allah yang Maha Tinggi” [HR. Abu Dawud no. 871, Ibnu Majah no. 890, dan lain-lain; shahih].
-         {سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اَللَّهُمَ اغْفِرْ لِيْ}
Subhaanakalloohumma wabihamdika alloohummagh-firlii
“Aku menyucikanmu ya Allah, Tuhan kami, dan aku memujimu. Ya Allah, ampunilah aku” [HR. Al-Bukhari no. 761 dan Muslim no. 484].
-         { سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ }
Subbuuhun qudduusun robbul-malaaikati war-ruh
Engkau Maha Suci, Maha Qudus, Tuhan para malaikat dan ruh" [HR. Muslim no. 487 dan Abu Dawud no. 872].
Masing-masing doa tersebut dapat dibaca berulang-ulang (lebuh dari tiga kali) dengan keumuman hadits yang mnejlaskan lamanya sujud beliau ketika shalat.
v     Dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وأما السجود فاجتهدوا في الدعاء فقمن أن يستجاب لكم
“…Adapun ketika bersujud, maka perbanyaklah doa, karena hal itu lebih pantas untuk dikabulkan” [HR. Muslim no. 479 dan Abu Dawud no. 876].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam sujudnya sering berdoa dengan doa berikut :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَلَّهُ وآخِرَهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ وَسِرَّهُ
Alloohumagh-firlii dzanbii kullahu diqqohu wa jillahu wa-awwalahu wa aakhirohu wa ‘alaaniyyatahu wa sirrohu
“Ya Allah, ampunilah semua dosaku, dosa kecil maupun besar, dosa pertama maupun terakhir, dosa yang dilakukan dengan terang-terangan mapun sembunyi-sembunyi" [HR. Muslim no. 483].
v     Diperintahkan untuk thuma’ninah dalam sujud (dan juga rukuk) serta dilarang untuk sujud (dan rukuk) seperti patukan burung/ayam.
عن رفاعة أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم قال للرجل الذي صلى ..... ثم إذا أنت سجدت فاثبت وجهك ويديك حتى يطمئن كل عظم منك إلى موضعه
Dari Rifa’ah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada orang yang sedang melakukan shalat : “…..Kemudian jika kamu melakukan sujud, maka tancapkanlah wajah (dahi) dan kedua tanganmu sehingga setiap persendian thuma’ninah pada tempatnya” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 638; hasan].
عن أبي هريرة يقول أمرني خليلي صلى اللَّه عليه وسلم بثلاث ونهاني عن ثلاث أمرني بركعتي الضحى وصوم ثلاثة أيام من الشهر والوتر قبل النوم ونهاني عن ثلاث عن الالتفات في الصلاة كالتفات الثعلب وأقعاء كأقعاء القرد ونقر كنقر الديك
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Kekasihku (yaitu Rasulullah) shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kepadaku tiga hal dan melarangku tiga hal pula. Beliau memerintahkanku untuk mengerjakan dua raka’at shalat dluhaa, puasa tiga hari pada setiap bulannya, dan shalat witir sebelum tidur. Beliau melarangku atas tiga hal, yaitu berpaling dalam shalat seperti berpalingnya serigala, duduk seperti duduknya kera, dan mematuk (dalam shalat) seperti mematuknya ayam jantan” [HR. Ath-Thayalisi no. 2593; hasan].
o)          Duduk di Antara Dua Sujud
§         Mengucapkan takbir ketika mengangkat kepala dari sujud.
ثم يكبر حين يسجد ثم يكبر حين يرفع رأسه
“….Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bertakbir ketika sujud, dan bertakbir pula ketika mengangkat kepala beliau (dari sujud)” [HR. Al-Bukhari no. 756].
§         Kadang beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud.
ثم سجد ووضع وجهه بين كفيه وإذا رفع رأسه من السجود أيضا رفع يديه حتى فرغ من صلاته
“Kemudian beliau sujud dan meletakkan wajahnya di antara dua telapak tangannya. Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, maka beliau juga mengangkat kedua tangannya, hingga beliau menyelesaikan shalatnya” [HR. Abu Dawud no. 723; shahih].
عن وائل بن حجر قال : ...... وكان يرفع يديه كلما كبر ورفع ووضع بين السجدتين
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : ”..... Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya setiap beliau bertakbir. Beliau mengangkat dan meletakkan (kedua tangannya) di antara dua sujud” [HR. Ahmad no. 18881; hasan].
§         Beliau duduk iftirasy dengan cara duduk di atas telapak kaki kiri dan menegakkan kaki kanannya.
عن عبد الله بن عمر قال من سنة الصلاة أن تنصب القدم اليمنى واستقباله بِأصابعها القبلة والجلوس على اليسرى
Dari Abdullah bin ‘Umar ia berkata : “Termasuk sunnah shalat adalah menegakkan telapak kaki kanan, menghadapkan jari-jarinya ke kiblat, dan beliau duduk di atas telapak kaki kirinya” [HR. Nasa’i no. 1158; shahih].
Boleh juga duduk dengan cara iq’a’  (duduk dengan menegakkan dua telapak kaki/tumit).
عن ابن عباس رضي اللَّه تعالى عنه، قال:من السنة في الصلاة أن تضع أليتيك على عقبيك بين السجدتين
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Termasuk di antara sunnah dalam shalat adalah kamu meletakkan kedua pantatmu di atas kedua tumitmu ketika duduk di antara dua sujud” [HR. Thabarani dalam Al-Kabiir no. 10852; shahih. Hadits semakna juga diriwayatkan oleh Muslim no. 536].
§         Bacaan ketika duduk di antara dua sujud (bisa dipilih salah satu) :
ü      { اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَعَافِنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ }
Alloohummagh-firlii warhamnii wa ‘aafinii wahdinii warzuqnii
“Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, sehatkanlah aku, dan berilah aku rizki” [HR. Abu Dawud no. 850].
ü      { رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَارْفَعْنِيْ }
Robighfirlii warhamnii wajburnii warzuqnii warfa’nii
“Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, berilah aku rizki, dan angkatlah derajatku” [HR. Ibnu Majah no. 898; shahih].
ü      { اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ }
Alloohummagh-firlii warhamnii wajburnii wahdinii warzuqnii
“Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, tunjukilah aku, dan berilah aku rizki” [HR. At-Tirmidzi no. 284; shahih].
Yang paling lengkap dengan penggabungan beberapa riwayat hadits adalah sebagai berikut :
{ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ، وَارْحَمْنِيْ، وَاجْبُرْنِيْ، وَارْفَعْنِيْ، وَاهْدِنِيْ، وَعَافِنِيْ، وَارْزُقْنِيْ}
Alloohummagh-firlii warhamnii wajburnii warfa’nii wahdinii wa’aafinii warzuqnii
“Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, tunjukilah aku, sehatkanlah aku, dan berikanlah aku rizki”.
ü      { رَبِّ اغْفِرْ لِيْ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ }
Robbighfirlii robbighfirlii
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ya Tuhanku ampunilah aku” [HR. Ibnu Majah no. 897; jayyid].
§         Diperintahkan untuk thuma’ninah ketika duduk.
ثُمَّ يَقُوْلُ اَللهُ أَكْبَرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ وَيَثْنِيْ رِجْلَهُ الْيُسْرَى فَيَقْعُدُ عَلَيْهَا حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ إِلَى مَوْضِعِهِ
“….Kemudian beliau mengucapkan ‘Alloohu akbar’ dan mengangkat kepalanya (dari sujud). Beliau membengkokkan kaki kirinya serta duduk di atasnya hingga setiap tulang kembali pada tempatnya (yaitu duduk dengan tegak dan tenang)”  [HR. Abu Dawud no. 730; shahih].
p)          Berdiri untuk Melanjutkan Raka’at Kedua (dan Keempat).
o       Duduk istirahat sebelum berdiri ke raka’at kedua (dan keempat).
عن مالك بن الحويرث الليثي أنه رأى النبي صلى اللَّه عليه وسلم يصلي فإذا كان في وتر من صلاته لم ينهض حتى يستوِي قاعدا
Dari Malik bin Al-Huwairits Al-Laitsi : “Bahwasannya ia melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat. Apabila beliau berada pada raka’at ganjil (yaitu rakaat pertama dan ketiga) dalam shalatnya, maka beliau tidak langsung bangkit berdiri (ke raka’at kedua dan keempat) hingga beliau duduk sejenak terlebih dahulu” [HR. Al-Bukhari no. 789].
o       Berdiri dengan mendahulukan mengangkat kedua lutut sebelum tangan.
عن مالك بن الحويرث أنه كان يقول : ألا أحدثكم عن صلاة رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم فيصلي في غير وقت الصلاة ، فإذا رفع رأسه من السجدة الثانية في أول ركعة استوى قاعدا ، ثم قام ، فاعتمد على الارض
Dari Malik bin Al-Huwairits : Bahwasannya ia berkata : "Maukah kalian aku ceritakan bagaimana shalat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ? Maka beliau shalat di luar waktu shalat. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud kedua pada raka’at pertama, maka beliau duduk dengan tegak. Kemudian apabila beliau bangkit, maka beliau bertelekan pada tanah” [HR. Asy-Syafi’i dalam Al-Umm 1/227; shahih]. [9][13]
o       Kadang beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menggenggamkan/mengepalkan kedua telapak tangannya untuk bertelekan ke tanah ketika berdiri dari sujud.
عن الازرق بن قيس : رأيت ابن عمر يعجن في الصلاة : يعتمد على يديه إذا قام . فقلت له ؟ فقال : رأيت رسول الله صلى اللَّه عليه يفعله
Dari Al-Azraq bin Qais : Aku melihat Ibnu ‘Umar melakukan ‘ajn (menggenggam tangan) ketika shalat, yaitu bertelekan dengan dua tangannya ketika berdiri. Maka aku bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Maka ia menjawab : “Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukannya” [HR. Abu Ishaq Al-Harbi dengan sanad shalih].
q)          Wajib Membaca Al-Fatihah pada Setiap Raka’at
وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم قال جاء رجل ورسول الله صلى الله عليه في المسجد فصلى قريبا منه ثم انصرف إليه فسلم عليه فقال له رسول الله صلى الله عليه .........ثم اقرأ بأم القرآن ثم اقرأ بما شئت .......ثم اصنع ذلك في كل ركعة
Dari salah seorang shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ia berkata : Datang seseorang dan pada waktu itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di masjid. Maka orang tersebut melakukan shalat di dekat beliau. Setelah usai melakukan shalat, maka ia berpaling kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengucapkan salam terhadap beliau. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya (tentang bagaimana tata cara shalat yang benar) : “….Kemudian bacalah Ummul-Qur’an (Al-Fatihah) dan setelah itu bacalah surat yang engkau kehendaki……kemudian lakukanlah hal tersebut pada setiap raka’at (dalam shalatmu)” [HR. Ibnu Hibban no. 1787 dengan sanad qawiy (kuat)].
r)            Tasyahud Awal
v     Duduk tasyahud awal adalah duduk iftirasy sebagaimana duduk di antara dua sujud
عن أبي حميد الساعدي : ...... فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى ونصب اليمنى
Dari Abu Humaid As-Sa’idi : “….Apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam duduk pada raka’at kedua (yaitu duduk tasyahud awal), maka beliau duduk di atas telapak kaki kirinya dengan menegakkan telapak kaki kanannya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
v     Meletakkan kedua tangan di atas lutut (atau di atas paha), tangan kanan menggenggam (atau membuat lingkaran antara jari tengah dan ibu jari), dan berisyarat dengan jari telunjuk tangan kanan dengan mengerak-gerakannya.
عن بن عمر أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يديه على ركبتيه ورفع إصبعه اليمنى التي تلي الإبهام فدعا بها ويده اليسرى على ركبته اليسرى باسطها عليها
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila duduk dalam shalat, beliau meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas kedua lututnya, dan beliau mengangkat jari (telunjuknya) yang kanan, maka beliaupun berdoa (bersamaan) dengan itu, dan (telapak) tangan kirinya terhampar di atas lututnya yang kiri” [HR. Muslim no. 580, At-Tirmidzi no. 294, Ibnu Majah no. 913, dan yang lainnya].
Dalam riwayat lain dari Ibnu ‘Umar :
كان إذا جلس في الصلاة وضع كفه اليمنى على فخذه اليمنى وقبض أصابعه كلها وأشار بإصبعه التي تلي الإبهام ووضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى
"Bahwasannya apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam duduk (tasyahud) dalam shalat, maka beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya. Beliau menggenggam semua jari tangan kanannya dan berisyarat dengan jari telunjuk. Dan meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya" [HR. Muslim no. 580].
ان وائل بن حجر الحضرمي قال : ........فوضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى وجعل حد مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى ثم قبض بين أصابعه فحلق حلقة ثم رفع إصبعه فرأيته يحركها يدعو بها
Bahwasannya Wail bin Hujr Al-Hadlrami radliyallaahu ‘anhu berkata : “…..Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha dan lututnya yang kiri pula, dan meletakkan ujung siku tangan kanannya di atas pahanya yang kanan dan beliau pun membuat lingkaran (dengan jari tengah dan ibu jarinya) dan beliau mengangkat jari (telunjuknya). Maka aku pun (yaitu Wail) melihat beliau menggerak-gerakkannya (jari telunjuk) sambil berdoa dengannya” [HR. Ahmad no. 18890; shahih]. [10][14]
عن عبد الله بن الزبير قال : .....وأشار بإصبعه السبابة ووضع إبهامه على إصبعه الوسطى
Dari Abdullah bin Zubair radliyallaahu ‘anhuma : “…..Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berisyarat dengan jari telunjuknya dan meletakkan ibu jarinya di atas jari tengahnya” [HR. Muslim no. 579].
عن وائل بن حجر قال : ....... ثم أشار بسبابته ووضع الإبهام على الوسطى حلق بها
Dari Wail bin Hujr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “…..Kemudian beliau shallallaau ‘alaihi wasallam berisyarat dengan jari telunjuknya dan meletakkan ibu jari di atas jari tengah dengan membuat lingkaran” [HR. ‘Abdurrazzaq no. 2522; shahih].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu pada setiap tasyahud, baik tasyahud awal maupun akhir.
عن عبد الله بن الزبير قال كان رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا جلس في الثنتين أو في الأربع يضع يديه على ركبتيه ثم أشار بأصبعه
Dari ‘Abdullah bin Zubair radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam apabila duduk di raka’at kedua atau di raka’at keempat, beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, kemudian berisyarat dengan jari (telunjuknya)” [HR. Nasa’i dalam As-Shughraa no. 1161; shahih].
v     Membaca tasyahud, di antaranya adalah (bisa dipilih salah satu):
-         { اَلتَّحِيَّاتُ للهِ، وَالصَّلَوَاتُ، وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ }
At-tahiyyaatu lillaah, wash-sholawaatu wath-thoyyibaat, as-salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatulloohi wabarokatuh, as-salaamu ‘alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin, asyhadu al-laa ilaaha illalloohu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh
“Segala ucapan selamat, kebahagiaan, dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakahnya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya” [HR. Al-Bukhari no. 797 dan Muslim no. 402].
-         { اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ َالطَّيِّبَاتُ للهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ . وفي رواية: عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ }
At-tahiyyaatul-mubaarokaatush-sholawaatuth-thoyyibaatu lillaah, as-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, as-salaamu ‘alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin, asyhadu al-laa ilaaha illalloohu wa asyhadu anna Muhammadar-“Rosuulullah” [dalam riwayat lain :] ’abduhu warosuuluh
“Segala ucapan selamat, barakah, kebahagiaan, dan kebahagiaan adalah milik Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan barakahnya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah ‘Rasululah’ [dalam riwayat yang lain :] ‘hamba-Nya dan utusan-Nya’ “ [HR. Muslim no. 403, Abu ‘Awanah no. 1597, Nasa’i no. 1174].
-         { اَلتَّحِيَّاتُ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ للهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ }
At-tahiyyaatuth-thoyyibaatush-sholawaatu lillaah, as-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu warohmatulloohi wabarakaatuh, as-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin, asyhadu al-laa ilaaha illalloohu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh
“Segala ucapan selamat, kebaikan, dan kebahagiaan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya” [HR. Muslim no. 404].
Perhatikan yang kalimat yang digaris bawah di atas. Sebagian ulama berpendapat bahwa kalimat as-salaamu ‘alaika itu diucapkan ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam masih hidup. Adapun setelah beliau meninggal, maka disyari’atkan mengganti kalimat tersebut dengan : as-salaamu ‘alan-nabiy. Hal ini berdasarkan beberapa riwayat, diantaranya :
عن عطاء أن أصحاب النبي صلى اللَّه عليه وسلم كانوا يسلمون و النبي صلى اللَّه عليه وسلم حي اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ فلما مات قالوا اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Dari ‘Atha’ : Bahwasannya para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bila mereka memberikan salam (dan shalawat ketika shalat) dan waktu itu beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam masih hidup : As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh. Namun ketika beliau telah wafat, maka mereka mengatakan : “As-salaamu ‘alan-nabiyyi warohmatulloohi wabarokatuh “ [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no. 3075; shahih].
Dan inilah yang lebih benar dalam pengamalan. Wallaahu a’lam.
v     Membaca shalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, diantaranya adalah (bisa dipilih salah satu):
-         { اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ }
Alloohumma sholli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shollaita ‘alaa aali Ibroohiima innaka hamiidum-majiid. Wabaarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wadzurriyyatihi kamaa baarokta ‘alaa aali Ibroohiima innaka hamiidum-majiid
“Ya Allah, berilah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya, serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”  [HR. Ahmad no. 23221; shahih].
-         { اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ }
Alloohumma sholli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka hamiidum-majiid. Alloohumma baarik alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohiima innaka hamiidum-majiid
“Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahiim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahiim. Sesunggunya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR. Al-Bukhari no. 3190 dan Muslim no. 406].
-         { اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ }
Alloohumma sholli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shollaita ‘alaa aali Ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa aali Ibroohiima fil-‘aalamiina innaka hamiidum-majiid
“Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahiim. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahiim di seluruh alam. Sesunggunya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [HR. Muslim no. 405].
-         { اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النبي الأمي وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ}
Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad, an-nabiyyil-ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad
“Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad – nabi yang ummi – dan kepada keluarga Muhammad” [HR. Abu Dawud no. 981; hasan].
Bolehkah menambah kata “sayyidinaa” sebelum lafadh/penyebutan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan Ibrahim ‘alaihis-salaam dalam shalawat ketika shalat ?
Pendapat yang rajih adalah tidak boleh. Hal itu dikarenakan apa yang diajarkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah tanpa kata “sayyidinaa”. Begitu pula dengan apa yang diajarkan oleh para shahabat. Tidak satupun di antara mereka yang mengucapkan dan menambahkan “sayyidinaa”. Lafadh shalawat adalah lafadh yang sifatnya tauqifiyyah (yang berdasarkan wahyu) dimana tidak diperbolehkan penambahan kalimat-kalimat dari manusia. Apalagi hal itu diucapkan dalam shalat. Satu hal yang menunjukkan hal itu (yaitu satu lafadh doa haruslah persis sama dengan yang diajarkan Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam) adalah ketika beliau menegur Al-Barra’ bin ‘Azib ketika Al-Barra’ keliru dalam mengucapkan doa/dzikir sebelum tidur. Al-Barra’ mengisahkan :
فرددتها علي النبي صلى الله عليه وسلم فلما بلغت : اَللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ قلت وَرَسُوْلِكَ قال لا وَنَبِّيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ
“Maka aku mengulanginya (doa yang diajarkan Nabi) di hadapan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Ketika aku sampai pada bacaan : “Alloohumma aamantu bi-kitaabikal-ladzii anzalta”; maka aku melanjutkannya dengan : “warosuulika”. (Mendengar itu) maka beliau menegurku : “Bukan begitu !, akan tetapi (yang benar) : ‘wanabiyyikal-ladzii arsalta’” [HR. Al-Bukhari no. 244]. [11][15]
s)          Bangkit kepada Raka’at Ketiga dan/atau Keempat.
عن أبي هريرة أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان إذا أراد أن يسجد كبر ثم يسجد وإذا قام من القعدة كبر ثم قام
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu : ”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam apabila hendak sujud, maka beliau bertakbir, kemudian sujud. Dan apabila beliau hendak berdiri dari tempat duduknya (dalam shalat), maka beliau bertakbir, kemudian berdiri” [HR. Abu Ya’la no. 6029 dengan sanad jayyid].
قال أبو حميد........ ثم إذا قام من الركعتين كبر ورفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه
Berkata Abu Humaid radliyallaahu ’anhu : ”....Kemudian apabila beliau shallallaahu ’alaihi wasallam berdiri dari raka’at kedua, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya” [HR. Abu Dawud no. 730; shahih].
t)           Tasyahud Akhir.
·        Secara umum, apa yang dilakukan pada tasyahud awal juga dilakukan pada tasyahud akhir. Hanya saja dalam tasyahud akhir, posisi duduk adalah tawaruk.
عن أبي حميد الساعدي : ..... وإذا جلس في الركعة الآخرة قدم رجله اليسرى ونصب الأخرى وقعد على مقعدته
Dari Abu Huamid As-Sa’idi radliyallaahu ’anhu : ”......Dan apabila beliau shallallaahu ’alaihi wasallam duduk pada raka’at terakhir, maka beliau menjorokkan (telapak) kaki kirinya, menegakkan (telapak) kaki kanan, dan duduk di atas pantatnya” [HR. Al-Bukhari no. 794].
·        Membaca doa sebelum salam
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
عن أبي هريرة يقول قال رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم إذا فرغ أحدكم من التشهد الآخر فليتعوذ بالله من أربع من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شر المسيح الدجال
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Apabila salah seorang diantara kamu telah menyelesaikan (bacaan) tasyahud akhir, maka mohonlah kepada Allah agar dilindungi dari empat perkara, (yaitu) : siksa neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah/cobaan hidup dan mati, dan kejahatan Al-Masih Ad-Dajjal” [HR. Muslim no. 588].
Adapun lafadh doanya adalah :
{ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ }
Alloohumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannama wa min ‘adzaabil-qobri wa min fitnatil-mahyaa wal-maaati wa min syarri fitnatil-masiihid-dajjaal
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal” [idem].
Selain doa tersebut juga bisa dibaca :
{ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْماً كَثِيْراً وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَة مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِيْ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ }
Alloohumma innii dholamtu nafsii dhulman katsiiroo, walaa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta, faghfirlii maghfirotam-min ‘indika, warhamnii innaka antal-ghofuurur-rohiim
“Ya Allah, sesungguhnya aku banyak menganiaya diriku, dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau. Oleh karena itu, ampunilah dosa-dosaku dan berilah rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [HR. Al-Bukhari no. 799,5967,6953; dan Muslim no. 2705].
{ اَللَّهُمَّ حَاسِبنِْيْ حِسَاباً يَسِيْراً}
Alloohumma haasibnii hisaabay-yasiiro
”Ya Allah, hisablah/perhitungkanlah (segala amalku) dengan hisab/perhitungan yang mudah” [HR. Ahmad no. 24261 dengan sanad jayyid].
{ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ يَا اَللهُ اْلأَحَدُ الْصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوا أَحَد أَنْ تَغْفِرَ لِيْ ذُنُوْبِيْ إِنَِّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ }
Alloohumma innii as-aluka yaa alloohul-ahadush-shomad, alladzii lam yalid walam yuulad, walam yakul-lahuu kufuwan ahad. An-taghfiro lii dzunuubii innaka antal-ghofuurur-rohiim
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ya Allah Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya; agar Engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [HR. Abu Dawud no. 985; shahih].
u)          Salam
Salam pertama termasuk bagian rukun shalat yang harus dikerjakan, sedangkan salam kedua merupakan sunnah.
عن عامر بن سعد عن أبيه قال كنت أرى رسول الله صلى اللَّه عليه وسلم يسلم عن يمينه وعن يساره حتى أرى بياض خده
Dari ’Amir bin Sa’d dari ayahnya radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melakukan salam (di akhir shalat) dengan menoleh ke kanan dan ke kiri, sehingga aku melihat putih pipi beliau” [HR. Muslim no. 582].
عن عائشة أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان يسلم في الصلاة تسليمة واحدة تلقاء وجهه يميل إلى الشق الأيمن شيئا
Dari ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam pernah melakukan satu kali salam (yaitu ke kanan tanpa ke kiri) dalam shalatnya. Beliau memiringkan wajahnya sedikit ke sebelah kanan” [HR. At-Tirmidzi no. 296; shahih].
Ada beberapa macam cara salam dalam shalat, yaitu :
§         Mengucapkan « assalaamu ’alaikum warohmatullooh » ke kanan dan ke kiri
عن عبد الله أن النبي صلى اللَّه عليه وسلم كان يسلم عن يمينه وعن شماله حتى يرى بياض خده اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radliyallaahu ’anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri hingga terlihat putih pipinya (dengan ucapan :) ”Assalaamu’alaikum warohmatullooh, assalaamu ’alaikum warohmatullooh” [HR. Abu Dawud no. 996; shahih].
§         Mengucapkan salam pertama (ke kanan) « assalaamu ’alaikum warohmatulloohi wabarookatuh » dan salam kedua (ke kiri) «assalaamu ’alaikum warahmatullah »
عن وائل قال صليت مع النبي صلى اللَّه عليه وسلم فكان يسلم عن يمينه اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ وعن شماله اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
Dari Wail radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku pernah shalat bersama Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam, dimana beliau mengucapkan salam ke kanan : Assalaamu ’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh; dan ke kiri : Assalaamu ’alaikum warohmatullooh” [HR. Abu Dawud no. 997; shahih].
§         Mengucapkan salam pertama (ke kanan) «assalaamu ’alaikum warahmatullah » dan salam ke dua (ke kiri) « assalaamu ’alaikum »
عن واسع بن حبان قال قلت لابن عمر أخبرني عن صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم كيف كانت قال فذكر التكبير قال يعني وذكر اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ عن يمينه اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ عن يساره
Dari Wasi’ bin Hibban ia berkata : Aku bertanya kepada Ibnu ’Umar : ”Khabarkanlah kepadaku bagaimana sifat shalat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ?”. Maka Ibnu ’Umar menjawab : ”Maka beliau mengucapkan takbir, yaitu (maksudnya) mengucapkan  Assalaamu ’alaikum warohmatullooh ke kanan dan Assalaamu ’alaikum ke kiri”  [HR. Nasa’i no. 1321; shahih].
§         Mengucapkan sekali salam ke kanan dengan «assalaamu ’alaikum warahmatullah » sebagaimana disebutkan dalam hadits ’Aisyah radliyallaahu ’anhaa di atas.










SYARAT SHOLAT
Syarat-syarat Sholat
Berikut ini akan dibahas kajian tentang syarat- syarat yang harus terpenuhi sebelum shalat (terkecuali niat, yaitu syarat yang ke delapan, maka yang lebih utama dilaksanakan bersamaan dengan takbir). Wajib bagi orang yang shalat untuk memenuhi syarat- syarat itu. Apabila ada salah satu syarat yang ditinggalkan, maka shalatnya batal.
Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
Islam
Tidak sah dan tidak diterima shalat yang dilakukan oleh orang yang masih kafir; begitu pula halnya semua amalan yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya,
"Tidaklah pantas bagi orang- orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka." (QS At-Taubah: 17)
Berakal Sehat
Maka, tidaklah wajib shalat bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, "Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari'at) yaitu: orang yang tidur sampai dia terjaga; anak kecil sampai dia baligh; dan orang yang gila sampai dia sembuh."
(HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
Baligh
Maka, tidaklah wajib shalat itu bagi anak kecil sampai dia baligh, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Akan tetapi, anak kecil itu hendaknya diperintahkan untuk melaksanakan shalat sejak berumur tujuh tahun dan shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, " Perintahkanlah anak- anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya.&quo t;
(HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
Suci Dari Hadats Kecil dan Hadats Besar
Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah." (QS Al-Maidah: 6)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, " Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci." (HR. Muslim)
Suci Badan, Pakaian dan Tempat Untuk Shalat
Adapun dalil tentang suci badan adalah sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah istihadhah, " Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan." (QS Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, " Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, 'Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kami diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan." (HR. Al-Bukhari)
Masuk Waktu Shalat
Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS An-Nisa': 103)
Maksudnya, shalat itu mempunyai waktu tertentu. Malaikat Jibril pun pernah turun untuk mengajari Nabi shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemudian ia berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: "Di antara keduanya itu adalah waktu shalat."
Menutup Aurat
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (QS Al- A'raf: 31)
Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak sah.
Niat
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, " Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menghadap Kiblat
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya." (QS Al-Baqarah: 144)














Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel