Makalah Lengkap Jual Beli dan Riba Haram
Monday, November 21, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan
dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup sendiri.
Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya,
atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah
makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua
masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah,
misalnya dalam kasus jual beli.
Islam
melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu
semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk
aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan
sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi
khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak
sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan
aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram
menurut syariat Islam.
B. Perumusan Masalah
· Apa saja yang menjadi suatu proses
dalam kegiatan bermuamalah yakni jual beli dalam pandangan islam yang telah
merujuk kepada Al-qur’an & Hadits.
· Membahas bagaimana aturan yang berlaku
supaya kegiatan jual beli (akad jualbeli) dapat dikatakan sah menurut syariat
islam.
· Hukum jual beli dan kaitannya dengan
riba, karena jual beli dapat menjadi hal yang tidak halal lagi atau ada unsur
riba di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
Jual
beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (menukarkan). Dan kata
Al-Bai’ (jual) dan Asy-Syiraa (beli), dua kata ini masing-masing mempunyai
makna dua yang sau sama lain bertolak belakang.
Menurut
pengertian syariat, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela.
Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (agar tebedakan
dengan jual beli terlarang). Sedangkan dalam buku ‘Fiqih Islam’ pada bab Kitab
Muamalat, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan
cara yang tertentu (akad).
Orang
yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat
mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Hal ini dimaksudkan agar muamalat
berjalan sah dan segala sikap atau tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak
dibenarkan.
Firman
Allah SWT:
Artinya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Hal
yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului
oleh penghalalan jual beli. Jual beli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi
manusia. Kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual
beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang
maupun jasa untuk dijual kepada pembeli. Dari konsep sederhana tersebut
lahirlah sebuah aktivitas ekonomi yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem
perekonomian.
B. Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam
pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat
akalnya
Orang
gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan
kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara
keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab
adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya
menjualmobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli
sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini
dengan harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi
proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan
ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul
adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya,
aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual
beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah
pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di
zaman modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon.
Jula beli seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas
barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.
c. Benda yang diperjualbelikan
1) Barang yang diperjualbelikan harus
memenuhi sarat sebagai berikut.
2) Suci atau bersih dan halal barangnya
3) Barang yang diperjualbelikan harus
diteliti lebih dulu
4) Barang yang diperjualbelikan tidak
berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang diperjualbelikan bukan
hasil monopoli yang merugikan
6) Barang yang diperjualbelikan tidak
boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang dijual adalah milik sendiri
atau yang diberi kuasa Barang itu dapat diserah terimakan.
C. Bentuk-Bentuk Jual Beli
a. Bai’ mulasamah secara etimologi kata
mulamasah berasal dari kata l-m-s, artinya menyentuh atau memegang. Bai’
Mulamasah adalah satu bentuk akad jualbeli, dimana barang yang dipegang oleh
pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang dijual. Jualbeli seperti ini
berlangsung tanpa keridhaan salah satu pihak yang berakad.
b. Bai’ al wafa’ adalah Suatu transaksi
(akad) jual-beli dimana penjual mengatakan kepada pembeli: saya jual barang ini
dengan hutang darimu yang kau berikan padaku dengan kesepakatan jika saya telah
melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali jadi milikku lagi. ( Al
Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )
c. Bai’ tauliyah yaitu jual beli dimana
penjual melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
d. Bai’ almurabahah adalah akad jual-beli
barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan
jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan
yang diambil.
D. Macam-macam Jual beli Menurut Cara
Pembayaran
Ditinjau
dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam :
1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran
secara langsung (jual beli kontan).
2. Jual beli dengan pembayaran tertunda
(jual beli nasi’ah)
3. Jual beli dengan penyerahan barang
tertunda.
4. Jual beli dengan penyerahan barang dan
pembayaran sama-sama tertunda
E. Hal-Hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli
Jual beli dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan
terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah
dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).
2. Jual beli yang
terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).
3. Jual beli yang sah
tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual
beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
F. Manfaat Dan Hikmah Jual Beli Antara Lain:
1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi
kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual
melepas barang dengan ikhlas dan menerima uang,sedangkan pembeli menerima
barang dan memberfikan uang.
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau
memilikin barang yang haram
4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari
Allah SWT
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
v Banyak manfaat dan hikmah jual beli antara
lain:
1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi
kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual
melepas barang dengan ikhlas dan menerima uang,sedangkan pembeli menerima
barang dan memberfikan uang.
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau
memilikin barang yang haram
4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari
Allah SWT
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
G. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan
terhadap hukum jual beli dengan adanya praktek jual beli, maka akan menimbulkan
sikap antara lain sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan membina ketentraman
jiwa dan kebahagiaan sebab dengan memperoleh keuntungan atau laba maka akan
terpenuhi hayat hidup sehari-hari seperti sandang, pangan, dan papan
2. Dengan memperoleh keuntungan maka
nafkah untuk keluarga akan terpenuhi yang merupakan suatu tanggung jawab yang
harus di laksanakan
3. Mencegah atau menolak kemungkaran
dengan adanya usaha seperti berdagang berarti mengkondisikan kehidupan sosial
yang lebih sejahtera, sehingga penyakit yang ada pada masyarakat dapat
berkurang seperti kasus pencurian, perampokan atau bahkan korupsi
4. Sebagai sarana ibadah, dengan
memperoleh keuntungan maka seseorang muslim di anjurkan untuk berinfak,
shodaqoh atau zakat
5. Jual beli dapat pula dijadikan suatu
profesi sehingga dapat menghilangkan sifat yang tidak baik misalnya malas
bekerja dan tidak peuli pada sesame
H. Riba
1. Arti Riba
Riba
menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba
artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan
bagis salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi Misalnya, Si A
memberi pinjaman kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok
pinjaman dan sekian persen tambahnya.
2. Dasar Hukum Keharaman Riba
Sebagai
dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
Artinya.
“Sesungguhnya
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqoroh /
2:275)
Riba
hanyalah berlaku pada benda – benda seperti emas, perak, makanan dan uang.
Karena itu tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak,
kecuali jika harganya sebanding dan dilakukan dengan kontan. Tidak
diperbolehkan menjual sesuatu barang, dimana barang tersebut belum berada
ditangannya (misal A membeli barang tersebut kepada si B) Tidak diperbolehkan
pula menjual daging dengan binatang yang masih hidup.
3.
Macam – Macam Riba
Menurut
para ulama, riba ada empat macam
a. Riba Fadli, yaitu riba
dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama
ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing
yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas dengan
kadar yang sama.
b. Riba Qardhi, yaitu riba yang
terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat
keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya,
seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian
diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu
rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba.
c. Riba Nasi’ah, ialah tambahan
yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai
imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam
uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu
bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu,
si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka
waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya
sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan.
d. Riba Yad, yaitu riba dengan
berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan
pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar,
sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah
cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.
4.
Bahaya Riba
Bahaya
Riba dan orang yang terlibat didalamnya:
Adapun
bahaya Riba yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang
berkecimpung didalamnya. Karena di dalam riba lebih banyak kemudharatan dari
pada kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan
firman Allah surat An-Nisa’ ayat 160.
Kemudian berdasarkan firman Allah
surat Ar-Rum ayat 39, segala sesuatu yang dihasilkan oleh Riba, maka hal
tersebut tidak akan diberkati oleh Allah. Sesungguhnya harta Riba itu berkurang
di mata Allah walaupun bertambah secara lahir. Dan menurut ayat yang sama
sedekah dan infak adalah salah satu jalan yang diberkati oleh Allah untuk
menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi Allah.
Selain itu orang yang berkecimpung
didalam Riba akan mengalami kegelisahan yang sangat amat berat (seperti orang
yang kemasukan setan), karena mereka selalu berfikir dan teringat akan
hutang-hutang yang melilit mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah surat
Al-Baqarah ayat 275.
Dan orang yang berkecimpung didalam
Riba akan kehilangan harta, karena mereka menginfestasikan harta di tempat yang
salah dan dengan cara yang salah.
5.
Dalil-Dalil Tentang Riba
Dalil-dalil
yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
1.
Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
“Dan
sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
(QS. Ar-Ruum: 39)
2.
Dalam surat An-Nisaa, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan
riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’:
160-161)
Dalil-dalil
yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah
1.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Hindarilah
tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan
cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan
perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan
mereka. “
2.
Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah
melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis
transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul
bari/V:4/H:394/bab:24)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain
berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang
sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan
ijab dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas
dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli
a. Adanya orang-orang yang berakad
(al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal, saling ridlo antara
penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli
b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab
dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati,
tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada
kejadian yang akan dating
c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya:
suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan, barang milik penuh penjual,barang
diketahui sipenjual dan pembeli
d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga
yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada
waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan dengan sisten barter,
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan syara’.
Riba
adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang
tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu
disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Jenis
Riba
a. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua
barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh
yang menukarkan
b. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu
dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami
c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat
aqad jual-beli sebelum serah terima.
d. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua
barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya
disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan
DAFTAR
PUSTAKA
Sabiq,
sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad,
aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid,
Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan,
Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar,
Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus