Makalah Definisi Kepemimpinan
Tuesday, November 22, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan
merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga pendidikan. Hal ini dapat
dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya
memanej organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik
pula. Bagitu pulan halnya dengan kepemimpinan kepala sekolah, ia merupakan
faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana
tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya yang direalisasikan dengan MPMBS.
Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan
begitu, MPMBS sebagai paradigma baru pendidikan yang dapat memberikan hasil
yang memuaskan. Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan MPMBS adalah
segala upaya yang dilakuakan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah
dalam mengimplementasikan MPMBS disekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien.
Melihat
penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah,
maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang
baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan
pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah
kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di
sekolah.
Dalam
Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengetian kepemimpinan?
2. Bagaimana konsep kepemimpinan kepala
sekolah?
3. Bagaimana teori kepemimpinan kepala
sekolah dalam perspektif al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Mengenai
definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenai definisinya. Hal ini
disebabkan berbedanya sudut pendang dari masing-masing peneliti, mereka
mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan
aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Jacobs
& Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti
(pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan
kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Sedangkan menurut Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan adalah
pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu,
serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau
bebrapa tujuan tertentu. Dari pengertian
di atas ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses
mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk
tercapainya tujuan bersama. Disamping itu jika melihat rumus kepemimpinan yang
diajukan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka hubungan natara
pemimpin dan yang dipimpin tidak harus selalu berada dalam hubungan yang
hirarkis.
B. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi
mengenai persaratan kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan dengan tiga hal
pokok yaitu,
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan
legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan,
keutamaan, shingga orang mampu “mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga
orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan
tertentu.
c. Kemampuan ialah segala daya,
kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ ketrampilan teknis maupun
sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
C. Sifat-sifat Pemimpin dalam Al-Qur’an
Setelah
membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara global, maka
selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan tugas pemimpin. Agar
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang pemimpin harus
memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah:
Islam. Islam di sini tentu saja bukan
sekedar Islam KTP, namum Muslim yang benar-benar memahami dan menjalankan
ajaran agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan orang kafir sebagai
pemimpin.
لايتخذ
المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين، ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ إلا أن
تتقوا منهم تقاة، ويحذركم الله نفسه، وإلى الله المصير (ال عمران: 28)
Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
Ketaqwaan. Dengan ketaqwaan ini akan
menjauhkan dari pelanggaran Allah berfirman:
.......وتزودوا
فإن خير الزاد التقوى، واتقون يا أولى الألباب (البقرة: 197)
Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup untuk mengendalikan perusahaannya. Semakin besar kemampuan dan
pengetahuannya terhadap urusan perusahaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah
telah memberikan perumpamaan,
تبارك
الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير(الملك: 1)
Maha
Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.
Mempunyai keistimewaan lebih dibanding
dengan orang lain. Hal ini dijelaskan dalam kisah pengangkatan raja Thalut.
وقال
لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا، قالوا أنى يكون له الملك علينا ونحن أحق
بالملك منه ولم يؤت سعة من الماال، قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم،
والله يؤتي ملكه من يشاء والله واسع عليم (البقرة: 247)
Nabi
mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang
diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang
menjadi tanggung jawabnya.
وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم،
فيضل الله من يشاء ويهدي من يشاء، وهو العزيز الحكيم (إبراهيم: 4)
Kami
tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan
siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Selain
itu, kebiasaan dan bahasanya juga harus jelas sehingga dapat dipahami oleh
orang lain, sebagaimana Musa a.s. memohon kepada Allah
واحلل
عقدة من لساني (طه: 27)
Dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, 28. supaya mereka mengerti perkataanku.
Mempunyai karisma dan wibawa dihadapan
manusia sebagaimana perkataan kaum
Nabi
Syu’aib a.s.
قالوا
يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا، ولو لا رهطك يرجمناك، وما أنت
علينا بعزيز (هود: 91)
Mereka
berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu
katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah
di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam
kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."
Konsekuen dengan kebenaran dan tidak
mengikuti hawa nafsu. Demikianlah yang diperintahkan Allah kepada Nabi Daud
a.s. ketika dia diangkat menjadi khalifah di muka bumi,
يا داود
إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله
، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Bermuamalah dengan (lembut dan kasih
sayang, agar orang lain simpatik kepadanya. Kasih sayang adalah salah satu
sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah berikut ini,
فبما
رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، (ال عمران: 159)
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu.,
Menyukai suasana saling memaafkan antara
pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segara terlepas dari
kesalahan. Allah memerintah Rasulullah saw.,
.......
فاعف عنهم واستغفر لهم .......(ال عمران: 159)
Karena
itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
Bermusyawarah dengan para pengikutnya serta
mintalah pendapat dan pengalaman mereka, seperti firman Allah berikut ini,
........
وشاورهم في الأمر........ (ال عمران: 159)
Menertibakan semua urusan dan memebulatkan
tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan urusan) kepada Allah. Firman
Allah,
.........
فإذا عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Membangun kesadaran akan adanya muraqabah
(pengawasan dari Allah) hingga terbina sikap ikhlas di manapun, walaupun tidak
ada yang mengawasinya kecuali Allah. Allah berfirman,
الذين
إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة (الحج: 41)
(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang.
Memberikan takafuul ijtima’ santunan sosial
kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan
rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak.
…..أقاموا
الصلاة وأتوا الزكاة……. (الحج: 41)
…….niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat.
Mempunyai power ‘pengaruh’ yang dapat
memerintah dan mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan control
‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak
mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
…..وأمروا
بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور……. (الحج: 41)
……..menyuruh
berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.
Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta
tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan.
وإذا
تولى سعى في الأرض ليفسد فيها ويهلك الحرث والنسل، والله لا يحب الفساد (البقرة:
205)
Dan
apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kebinasaan
Mau mendengarkan nasihat dan tidak sombong
karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh. Oleh karena
itu Allah telah mengancam orang yang sombong dengan berfirman,
وإذا
قيل له اتق الله أخذته العزة بالإثم، فحسبه جهنم، ولبئس المهاد (البقرة: 206)
Dan
apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya.
D. Teori Kepemimpinan
Memahami
teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif
serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya
tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang
pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai
referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang
kepemimpinan antara lain :
· Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait
Theory )
Analisis
ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu
sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang
beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori
ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini
mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan
bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga
dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain
: sifat fisik, mental, dan kepribadian.
o
Kecerdasan
o
Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
o
Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
o
Sikap Hubungan Kemanusiaan
Ø
Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
o
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi
o
Kedua disebut Struktur Inisiasi.
Ø
Teori Kewibawaan Pemimpin
Ø
Teori Kepemimpinan Situasi
Ø
Teori Kelompok
Agar
tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif
antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari
adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori
kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership
Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap
filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda
atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang
tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif
dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka
memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan
pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah
digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya
menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang
diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Jika
saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar
biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin,
pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik,
cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita
tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat
pula yang dipimpin.
E. Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan
kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan
formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen
yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika
dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam
kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang
sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang
melayani.
· Hati Yang Melayani
Kepemimpianan
yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu
transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani
dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang
dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin
untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita
saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat
publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan
dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan
ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
F. Perilaku Kepemimpinan
· Tangan Yang Melayani
Pemimpin
yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta
memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku
maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku
seorang pemimpin, yaitu :
· Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan
mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa
untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan
firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap
apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
· Pemimpin focus pada hal – hal
spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan
kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan
bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih
mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan,
dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
· Pemimpin sejati senantiasa mau belajar
dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan,
relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya
terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude
(keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian
kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan
situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut
Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence,
salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani
(servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay
Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil
membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang
memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki
integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami
spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri
mereka sendiri maupun bagi orang lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemimpinan
di Indonesia di tengah situasi yang masih serba terbelakang dan miskin
prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal,
karena sulitnya Indonesia mencari
pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis
kepemimpinan.
Kepemimpinan
transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut
saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para
pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan
menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti
kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi seperti
keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional
berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan),
seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini
hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin
di Indonesia sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana
jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada
kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan
upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat
banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU
dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji setinggi langit agar pemimpin
tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu
(money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih
ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Garry,
Yukl. Kepemimpinan dalam organisasi, , terj. Jusuf udaya,
Prehalindo, Jakarta,1994.
Kartini
Kartono. Dr. Pemimpin Dan Kepemimpinan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
1998.
YW.
Sunindhia, SH, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1993.
Winardi.
Dr. SE, Asas-Asas Manajemen, Bandung, Alumni, 1979.
Soeharto
Rujiatmojo Drs. Ikhtisar Kepemimpinan Dalam Administrasi Negara Di
Indonesia, 1984, Jakarta.
Karjadi.
M. Kepemimpinan ( Leadership ), Bogor, 1987. Tim Dosen
Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen
Pendidikan, 2008, Alfabeta, Bandung.
Deviton
JA. The Interpersonal Communication Book, 7th Ed., Hunter College of The
City
University of New York, 1995.
�
'%, j x�� p- san ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang
ilmuwan terhadap realitas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan
yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai
kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka mengatakan filsafat
sangat bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.
Mengutip
apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah
sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang
kebenaran itu meliputi juga pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya,
tentang apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk
mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian seperti itu adalah kafir, maka
sesungguhnya yang mengatakan kafir tersebutlah yang sebenarnya kafir.
Di
antara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan
filsafat dengan agama ini adalah Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah
karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan
antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya
tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan
pemeluknya untuk belajar filsafat.
Jika
filsafat mempelajari secara kritis tentang segala wujud yang ada dan
merenungkannya sebagai petunjuk ‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan
syari’ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud
yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang
dianjurkan oleh syari’ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan
bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan
al’quran di dalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar”
(Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi))
sesungguhya lebih kepada penekanan pentingnya untuk menggunakan akal, atau
gabungan antara penalaran intelektual (filsafat) dan penalaran hukum
(syari’at).
Demikian
juga surat 185 ayat 7 yang mengatakan :
“Dan
apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang diciptakan Allah”
Juga
adalah ayat yang menganjurkan supaya manusia menggunakan akal dan penalarannya
untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at
telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan tentang alam semesta
ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melakukan penalaran yang benar
maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode
atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melakukan
pembuktian yang demonstratif.
Ibn
Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat
untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk
mempelajari katagori-kategori hukum yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn
Rusyd menyatakan jika para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh
pengetahuan tentang penalaran hukum dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”,
maka alangkah lebih pantas jika ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya
untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang
ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya.
Bagi
mereka yang tetap ngotot mengatakan bahwa belajar filsafat tersebut adalah
bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan, “anggaplah filsafat itu bid’ah karena tidak
terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa
tidak berlaku juga bagi studi penalaran hukum (ushul al-fiqh) yang tercipta
juga setelah periode salaf.
Bagaimana
mungkin jika yang satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan
bid’ah padahal keduanya membicarakan penalaran hukum dan penalaran rasional
yang sama-sama diciptakan setelah periode salaf.
B.
Saran
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta
menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan
setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah
shallllahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu adalah wajib
bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut
ilmu adalah amalan sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad
fisabilillah karena tegaknya agama Allah adalah dengan dua perkara:
1.
Ilmu
2.
Senjata dan peperangan
Dua
perkara ini haruslah ada, tidak mungkin Agama Allah akan menang kecuali dengan
dua perkara ini.
Filsafat
menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam,
kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki
justru memaksa kita berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memberikan
isi kepada hidup kita sendiri.