MAKALAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI DAN PENYULUHAN PERTANIAN
Tuesday, October 18, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar
Belakang
Menurut Soekanto (1987), proses sosial
adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan
kelompok-kelompok manusia saling bertemu, dan menentukan sistem serta
bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang terjadi apabila ada perubahan-perubahan
yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau kata lain,
proses-proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai
segi kehidupan bersama. Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi
sosial. Susanto (1977) mendefinisikan sebagai suatu hubungan antara dua atau
lebih individu manusia, dimana individu yang satu mempengaruhi, mengubah dan
memperbaiki kelakuan individu lain, atau sebaliknya. Soekanto (1987)
mengemukakan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial didefinisikan sebagai
bentuk-bentuk yang tampak apabila orang-orang perorangan ataupun
kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan satu sama lain dengan
terutama mengetengahkan dalam interaksi sosial tersebut kelompok-kelompok serta
lapisan-lapisan sosial sebagai unsur-unsur pokok dari struktur sosial.
Interaksi sosial adalah kunci dari
semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Susanto (1977) mengemukakan bahwa awal dari suatu interkasi
sosial adalah adanya kegiatan dari dua orang atau lebih yang melibatkan sikap,
nilai maupun harapan masing-masing.
Bentuk-bentuk interaksi sosial
mengutip Park dan Burgess dalam setiap fase interaksi akan terdapat suatu
gejala ataupun kriteria khusus yang menonjol, yaitu : persaingan, pertentangan,
akomodasi dan asimilasi (Susanto, 1997). Hampir sama dengan pembagian diatas,
mengutip Selo Soemardjan membagi menjadi empat bentuk yaitu kerjasama (co-operation),
persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian (conflict)
dan akomodasi (accommodation) (Soekanto, 1977). Dari empat
pengelompokkan ini terdapat satu perbedaan, yaitu Park dan Burgess memunculkan
asimilasi sebagai salah satu bentuk proses sosial (Susanto, 1977), sementara
Selo Soemardjan memunculkan kerjasama (Susanto, 1977). Mengutip Gillin dan
Gillin mengelompokkan menjadi dua macam proses sosial yang timbul akibat
interaksi sosial, yaitu :
1.
Proses assosiatif (processes of
association) yang terbagi dalam tiga bentuk yakni :
a.
Akomodasi
b.
Asimilasi
c.
Akulturasi
2.
Proses disosiatif (processes of
disisociatif) yang terdiri atas :
a.
Persaingan
b.
“contravensi” dan pertentangan atau
pertikaian
II.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, telah dipaparkan penulisan makalah ini padaproses sosial.Dengan
demikian, dapat dibuat pertanyaan penulisan sebagai berikut. Pertamaapakah yang dimaksud proses
sosial assosiatif kerjasama?, Kedua apakah yang dimaksud dengan proses
sosial assosiatif akomodasi?, Ketiga apakah yang dimaksud dengan proses
sosial assosiatif assimilasi?, Keempat apakah yang dimaksud dengan
proses sosial assosiatif akulturasi?.Kelima bagaimana contoh proses
sosial assosiatif?.
III.
Tujuan Makalah
Tujuan penulis membuat makalah ini
adalah sebagai berikut. Pertama kami ingin mengetahui proses sosial
assosiatif kerjasama. Kedua kami ingin mengetahui proses sosial
assosiatif akomodasi. Ketiga kami ingin mengetahui proses sosial
assosiatif assimilasi. Keempat kami ingin mengetahui
dan memahami proses sosial assosiatif
akulturasi. Kelima kami ingin mengetahui contoh kasus
dari proses sosial assosiatif?.
III.
Manfaat Makalah
Manfaat dari
makalah ini adalah sebagai berikut. Pertama agar kita mengetahui proses
sosial assosiatif kerjasama. Kedua
agar kita lebih mengetahui dan mendalami
mengenai proses sosial assosiatif
akomodasi. Ketiga
agar kita mengetahui dan memahami proses sosial assosiatif
assimilasi.Keempat agar
kita dapat mengetahui proses sosial assosiatif
akulturasi. Kelima agar
kita dapat mengetahui contoh kasus proses sosial assosiatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerjasama (co-operation)
Definisi
kerjasama menurut Soekanto (1987) adalah suatu kerjasama antara orang
perorangan atau kelompok manusia, untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Kerjasama ini timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya).
Dalam
hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan itu yang
mengarahkan dan mendorong terjadinya kerjasama. Pada masyarakat Indonesia
umumnya, dikenal bentuk kerjasama yang tradisional seperti “gotong-royong”.
Menurut Hasansulama (1983) ada beberapa faktor yang mendorong untuk terciptanya
kerjasama, antara lain ialah :
1.
Adanya
dorongan pribadi atau orang perorangan sehubungan dengan adanya pemahaman bahwa
keuntungan pribadi akan lebih mudah dicapai dengan jalan bekerjasama.
2.
Adanya
pengukuhan terhadap tujuan yang ingin dicapai orang perorangan, sedemikian rupa
merupakan kepentingan umum yang dianggap bernilai tinggi, sehingga mendorong
untuk bekerjasama.
3.
Adanya
dorongan yang timbul atau bersumber dari keinginan orang perorangan untuk
menolong pihak-pihak lain.
4.
Adanya
tuntunan situasi yang dianggap membahayakan kepentingan bersama, sehingga perlu
ditanggulangi bersama pula.
Pada kerjasama ini menurut Susanto (1977), maka interaksi
antar kelompok maupun terhadap nilai-nilai dan tujuan adalah lansung dan
positif.
B. Akomodasi
Akomodasi
dalam pemunculannya dapat dipandang dari dua segi. Dari satu segi akomodasi
dapat diartikan sebagai proses sosial. Dari segi lain dapat pula diartikan
sebagai hasil dari interaksi sosial. Menurut Hasansulama (1983), sebagai suatu
proses sosial akomodasi mencakup usaha-usaha orang atau kelompok yang ditujukan
untuk meredakan suatu pertikaian sehingga tercipta suatu kemantapan kelompok
dan kelangsungan hubungan antar kelompok. Sebagai hasil dari interaksi sosial
pengertian akomodasi menunjuk adanya suatu situasi yang berlaku yang
menggambarkan adanya suatu keseimbangan baru setelah pihak-pihak yang bertikai
berbaik kembali. Sehingga dalam situasi tersebut muncul iklim baru yang
menjurus ke arah terjadinya kerjasama kermbali, baik berupa perjanjian
kerjasama secara tertulis maupun tidak tertulis yang sifatnya mungkin
sementara. Pendapat ini senada dengan Gillin dan Gillin bahwa akomodasi adalah
suatu pengertian yang dipergunakan oleh para sosiolog untuk mengambarkan suatu
proses dalam hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation)
yangdipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjukkan pada suatu proses
dimana mahluk-mahluk hidup menyesuiakan dirinya dengan alam sekitarnya
(Soekanto, 1987). Jadi, akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan
tersebut tidak hilang kepribadiaannya.
C. Asimilasi
Mengutip
Gillin dan Gillin asimilasi merupakan suatu proses sosial dalam tahap
kelanjutan yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan adanya
tuntutan situasi yang dianggap membahayakan kepentingan bersama, sehingga perlu
ditanggulangi bersama-sama (Soekanto, 1987).
Susanto
(1977), mengatakan bahwa karena asimilasi adalah proses, maka asimilasi pun
melalui bebrapa tahap. Tahap-tahap ini berkisar pada fase; perubahan dari
nilai-nilai dan kebudayaan semula ke penerimaan cara hidup yang baru, termasuk
penggunaan bahasa kelompok. Dengan singkat, maka proses asimilasi adalah proses
mengakhiri kebiasaan lama dan sekaligus mempelajari dan menerima kehidupan yang
baru.
Dalam
bentuk asimilasi mengutip Park dan Burgess maka setiap pihak akhirnya menyesuaikan diri sehingga antara
kelompok-kelompok yang bertentangan telah tercapai suatu situasi adanya
pengalaman bersama dan tradisi bersama (Susanto,1977).
Mengutip
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa proses asimilasi timbul bila ada
(Soekanto,1987) :
1.
Kelompok-kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya.
2.
Orang-perorangan
sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara lansung dan intensif
untuk waktu yang lana, sehingga
3.
Kebudayaan-kebudayaan
dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling
menyesuaikan diri.
Menurut
Soekanto (1987), faktor-faktor yang mempermudah terjadinya suatu asimilasi
adalah :
a.
Toleransi
b.
Kesempatan-kesempatan
dibidang ekonomi yang seimbang
c.
Suatu
sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
d.
Sikap
yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e.
Persamaan
dalam unsur-unsur kebudayaan
f.
Perkawinan
campuran (amalgamation)
g.
Adanya
musuh bersama diluar.
D. Contoh Kasus
PROSES SOSIAL ANTAR KELOMPOK ETNIS DI PEMUKIMAN TRANSMIGRASI SPONTAN
(Kasus pada Pekon Marang, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Lampung
Barat, Propinsi Lampung)
Oleh :
Nelvia
Agustina
1) Kerjasama (co-operation)
Bentuk-bentuk kerjasama yang terjadi antar kelompok atnis
pekon Marang sangat beragam kegiatannya seperti tabel berikut :

2) Akomodasi
Dalam
interkasi sehari-hari antara kelompok masyarakat yang berbeda latarbelakang
terdapat berbagai masalah yang terjadi, namun maslaha itu dapat teratasi dengan
jalan damai. Berikut bentuk akomodasi hasil di Pekon Marang pada tabel beikut :

Dalam
permasalahan pertama yaitu pembuatan jalan, awalnya jalan yang menghubungkan
Pekon Marang dengan desa lainnya mengikuti garis pantai dan melewati tempat
tinggal orang Lampung, karena memang jalan itu sudah ada sebelum masyarakat
Jawa tinggal di sana. Tapi kondisi ini memberatkan bagi orang Jawa karena letak
jalan tersebut jauh dari tempat tinggal mereka, selain itu mereka bercocok
tanam singkong dan jagung sehingga beban bawaan mereka lebih beratm
dibandingkan dengan dagangan orang Lampung yang berupan lada dan kopi. Maka
hasil rembuk antar warga Jawa, mereka memutuskan untuk membuat jalan penghubung
baru yang lebih cepat dan melewati lokasi tempat tinggal mereka.
Pembuatan
jalan baru ini di tentang oleh tokoh masyarakat Lampung. Mereka mengganggap
orang Jawa tidak meminta izin dan dianggap tidak sopan dan meminta agar diberhentikan
pembuatan jalan tersebut. Tapi masyarakat Jawa tidak terima alasan ini, karena
menurut mereka pembangunan jalan tersebut juga akan membawa keuntungan bagi
masyarakat Lampung, terutama lokasi tempat tinggalnya berdekatan dengan jalan
baru tersebut. Akhirnya permasalahan ini dibawa ke rapat desa yang dihadiri
aparat, tokoh kedua pihak. Dalam hasil rapat, masyarakat Jawa berhasil
meyakinkan masyarakat Lampung, bahwa pembangunan jalan ini tidak hanya untuk
kepentingan orang Jawa saja, tapi menguntungkan juga siapa saja yang melewati
jalan tersebut.
Contoh
lain dari akomodasi yang terjadi antar pribadi, yaitu percekcokan yang timbul
karena masalah batas lahan pertanian, tetapi biasanya cepat teratasi dengan
melibatkan individu yang berbatasan lahan tersebut. Hal ini dialami oleh Nizar
Rasyid (34 tahun) warga Dusun Marang Inti yang sawahnya berbatasan dengan milik
orang Bali, dia merasa petani Bali tersebut mengikis pematang sawah yang
menjadi pembatas lahan mereka, sehingga makin lama makin menjorok ke lahannya,
merasa dirugikan dia menegur orang Bali tersebut, namun orang Bali tersebut
tidak mau menerima dan akhirnya terjadi pertengkaran mulut. Tetapi hal ini
tidak berlansung lama, karena keesokan harinya dengan kesadaran diri dan tanpa
melibatkan pihak lain mereka saling memaafkan dan sama-sama memperlebar
pematangan sawah tersebut.
3) Asimilasi
Kasus
asimilasi yang terjadi antar kelompok masyarakat di Pekon Marang dapat dilihat
sebagai berikut :

Asimilasi
dalam bidang pertanian dapat dilihat pada saat orang Lampung dan Semendo biasa
menanam padi, kelapa, kopi dan lada. Kemudian orang Jawa di daerah asalnya
biasa menanam padi, singkong dan jagung sama seperti orang Bali. Namun, mereka setelah tinggal dalam
satu desa dan lahan mereka bersebelahan,
masing-masing pihak mengamati dan mempelajari cara bercocok tanam pihak
lainnya. Masyarakat Lampung dan Semendo misalnya mempelajari cara bercocok
tanam singkong dan jagung orang Bali atau Jawa, tergantung pada etnis mana yang
paling dekat lahannya. Sedangkan pada orang Bali dan Jawa mereka mempelajari
cara bercocok tanam kelapa, kopi dan lada dari masyarakat Lampung dan Semendo.
Mereka yang bertetangga lahannya juga biasanya saling bertukar informasi tentang
bibit dan masalah pertanian disela-sela waktu istirahat mereka, walauupun
berbeda etnis dan agama.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penulisan yang dilakukan mengenai proses sosial assosiatif dalam bidang
pertanian. maka penulis menyimpulkan bahwa bentuk proses sosial yang terjadi
adalah (1) Kerjasama; berupa gotong-royong (2) Akomodasi; berupa penyelesaian
masalah pembuatan lahan, (3) Asimilasi; berupa adanya perkawinan antar etnis
dan dalam pertanian saling bertukar ilmu bercocok tanam antar etnis.
II. Saran
Berdasarkan
hasil pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyarankan agar
makalah ini dapat menjadi rujukan dan pengetahuan tentang proses sosial
assosiatif dalam bidang pertanian untuk mahasiswa lainnya dan masyarakat petani
tentunya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasansulama
MI, Mahmudin E, & Tarya JS. 1983. Sosiologi Pedesaan. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Soekanto,
Soerjono. 1987. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali.
Susanto,
Astrid S. 1977. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung :
Binacipta.