Makalah Otonomi dan Pengembangan Daerah
Monday, October 31, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Negara Kesatuan Republik Indosesia
yang terhimpun dari bermacam – macam suku dan budaya dalam berbagai daerah dari
Sabang hingga Merauke yang memliki banyak perbedaan atas potensi Sumber Daya
Alam dan Sumber Daya Manusia yang timbul karena perbedaan letak geografis suatu
daerah atau latar belakang sejarah daerah tertentu, tentunya berbagai daerah
tersebut membutuhkan penerapan kebijakan daerah yang berbeda pula.
Dalam hal ini bangsa Indonesia kini telah berhasil membentuk kebijakan Otonomi
Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk
mengatur daerahnya sendiri yang sesuai dengan karakter Sumber Daya Alam dan
Sumber Daya Manusia di daerahnya sendiri.
Kebijakan otonomi daerah yang
memberikan kewenangan terhadap pemerintah daerah tetap harus berpedoman
pada undang – undang yang berlaku secara nasional di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Tidak ada pertentangan antara kebijakan hukum secara
nasional dengan kebijakan hukum di daerah. Adanya perbedaan diantaranya sangat
dimungkinkan terjadi selama perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan undang
– undang karena inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya
memaksimalkan daerah yakni, memaksimalkan hasil yang akan dicapai dan sekaligus
menghindari kerumitan dan hal – hal yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi
daerah. Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat terjawab secara nyata dengan
penerapan otonomi daerah yang luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak
diabaikan.
Ilmu ekonomi
pembangunan mengacu pada masalah-masalah perkembangan ekonomi di daerah-daerah
otonomi. Dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan telah di ubah
menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka terjadi
pula pergeseran dalam pembangunan ekonomi yang tadinya bersifat sentralistis,
mengarah pada desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah
untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana
sejarah otonomi daerah di Indonesia?
3. Bagaimana
hubungan otonomi daerah dengan pembangunan daerah?
4. Bagaimana
kesalahpahaman yang muncul terhadap otonomi daerah?
..... 5. Bagaimana
Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 6. Apa saja
Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 7.
Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi
Daerah?
C. Tujuan
Mengetahu :
1.
hakikat otonomi daerah
2.
sejarah otonomi daerah di Indonesia
3.
hubungan otonomi daerah dengan
pembangunan daerah
4.
kesalahpahan yang muncul terhadap
otonomi daerah
5.
Bagaimana Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 6.
Apa saja Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
..... 7.
Apa saja Strategi dalam Pembangunan Ekonomi Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENINGKATAN
OTONOMI DAERAH
1.
Hakikat
otonomi daerah
Terdapat dua undang – undang yang
menjadi pedoman dasar pelaksanaan otonomi daerah yakni, Undang - Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti oleh Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang - Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang - Undang Nomor 33 tahun 2004. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban suatu daerah untuk membentuk dan menjalakan suatu
pemerintahannya sendiri sesuai dengan peraturan undang – undang yang berlaku,
sebagaimana dijelaskan mengenai kewenangan daerah, kewajiban kepala daerah dan
hal – hal yang terkait dalam Undang – Undang yang telah ditetapkan.
2. Sejarah otonomi daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui
berbagai sistem pemerintahan dan dipimpin berbagai macam kepala pemerintahan
serta munculnya masalah – masalah baru dalam lingkungan pemerintah ataupun
lingkungan masyarakat tentu sangat membutuhkan tatanan hukum yang berbeda dari
waktu ke waktu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan kebijakan mengenai
Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis dan tetap tetapi
membutuhkan pembaruan – pembaruan untuk mengatasi berbagai keadaan dan masalah
baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan undang – undang yang
menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1.
UU No. 1 tahun 1945 mengatur Pemerintah Daerah yang
membagi tiga jenis daerah otonom yakni, keresidenan, kabupaten, dan kota.
2.
UU No. 22 tahun 1948 mengatur susunan Pemerintah Daerah
yang demokratis, membagi dua jenis daerah otonom yakni, daerah otonom biasa dan
otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah otonom yakni, provinsi, kab/ kota
dan desa.
3.
UU No. 1 tahun 1957 mengatur tunggal yang berseragam
untuk seluruh Indonesia.
4.
UU No. 18 tahun 1965 mengatur otonomi yang menganut
sistem otonomi yang riil dan seluas luasnya.
5.
UU No.5 tahun 1974 mengatur pokok – pokok
penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah
(prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab; merupakan
pembaruan dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan pemikiran yang
dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan
pemberian otonomi).
6.
UU No. 22 tahun 1999 mengatur tentang Pemerintahan
Daerah (perubahan mendasar pada format otoda dan substansi desentralisasi).
7.
UU No. 25 tahun 1999 mengatur
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8.
UU No. 32 tahun 2004 mengatur
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999
9.
UU No. 33 tahun 2004 mengatur
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan
UU didasarkan pada berbagai UU yang terkait di bidang politik dan keuangan
negara antara lain: UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD
dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU
No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 tahun 2004 tantang Perbendaharaan
Negara; UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara ).
Sedangkan perubahan yang mendasar
dari pedoman Otonomi Daerah dari UU No. 22 tahun 1999 digantikan oleh UU No. 32
tahun 2004 adalah sebagai berikut
1.
Prinsip –
Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a.
Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan
keanekaragaman daerah.
b.
Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
c.
Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah kabupaten dan daerah kota.
d.
Sesuai dengan konstitusi negara.
e.
Kemandirian daerah otonom.
f.
Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah.
g.
Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi
sebagai wilayah administrasi.
h.
Asas tugas perbantuan.
2.
Prinsip –
Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a.
Demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan dan
kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
b.
Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab.
b.
Otonomi luas : daerah yang memiliki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkata peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
c.
Otonomi nyata : penanganan urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.
d.
Otonomi yang bertanggungjawab : dalam penyelenggaraan
otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
e.
Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah kabupaten dan daerah kota.
f.
Sesuai dengan konstitusi negara.
g.
Kemandirian daerah otonom.
h.
Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah.
i.
Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi
sebagai wilayah administrasi.
j.
Asas tugas perbantuan.
3.
Otonomi daerah dan pembangunan daerah
Otonomi
daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat mencegah terjadinya
sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa Indonesia selama periode orde
baru.Sejak diberlakukannya Undang-undag tentang pemerintahan daerah, yaitu UU
no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 diharapkan juga dapat membawa
perubahan yang signifikan bagi daerah yang juga nantinya akan membawa
kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan
otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan otonomi yang angat luas
kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota. Hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan
harkat dan martabat di daerah; memberikan peluang politik dalam rangka
peningkatan kualitas demokrasi di Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public
di Daerah, peningkatan percepatan pembangunan Daerah, dan pada akhirnya
diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik.
Otonomi
daerah diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain
juga menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan
kesejahteraan dan tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk
menciptakan pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya
prasyarat terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari
pemerintahan daerah tersebut adalah sejumlah berikut:
a.
Fasilitas. pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah
sebaiknya memenuhi fasilitas kepada masyarakatnya terutama yang berkaitan
dengan masalah ekonomi,karena memang pada dasarnya pembangunan daerah dapat
terjadi karena bantuan ekonomi(keuangan).Jadi,jika pemerintah memudahkan
fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang susah pencapaiannya.
b.
Pemerintah
daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah bagaiman cara mengalokasikan dana yang
bersumber dari Dana Alokasi Umum atau yang berasal dari PAD. Selain itu
dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal
akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini juga
berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program menarik sehingga
pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak dana yang
di sedot dari Jakarta ke Daerah.
c.
Pemerintah
daerah menjamin kesinambungan usaha.
d.
Politik lokal yang stabil.
e.
Pemerintah
harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah
terciptnya lapangan kerja, serta disertai kemampuan menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca
perdagangan internasional. Penciptaan lapangan kerja akan berpengaruh pada
peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk menabung, dengan meningkatnya
daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa juga meningkat, artinya pajak
penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga Pendapatan Daerah dan Negara
juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada masyarakat dalam bentuk proyek
atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain, sehingga lambat laun
kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah pembangunan daerah
benar-benar dijalankan.
4. Kesalahpahaman
terhadap otonomi daerah
Pembaruan
kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang – Undang No. 25 tahun 1974 yang
telah dipraktekan selama 25 tahun di indonesia kemudian berubah menjadi Undang
– Undang No. 22 tahun 1999 dan diperbarui kembali menjadi Undang – Undang No.
32 tahun 2004 yang memberikan otonomi sangat luas kepada daerah, khususnya
kabupaten dan kota tentunya menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang muncul di
kalangan masyarakat karena terbatasnya pemahaman umum tentang pemerintahan
daerah, dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,
Drs. H. Syaukani, HR, Prof. Dr. Afan Gaffar, MA, dan Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid,
MA menyatakan berbagai kesalahpahaman mengenai otonomi daerah yang muncul
dikalangan masyarakat diantaranya adalah
1. Otonomi
daerah dikaitkan semata – mata dengan uang. Pemahaman otonomi daerah harus
mencukupi sendiri segala kebutuhanya, terutama di bidang keuangan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa uang memang merupakan sesuatu yang mutlak, namun yuang bukan
satu – satunya alat dalam menggerakkan roda pemerintahan. Kata kunci dari
otonomi adalah “kewenangan”. Dengan kewenangan uang dapat dicari dan dengan itu
pula pemerintah harus mampu menggunakan uang dengan bijaksana, tepat guna dan
berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
2. Daerah belum
siap dan belum mampu. Pembuatan kebijaksanaan otonomi daerah menurut Undang
– Undang No. 22 tahun 1999 dianggap tergesa- gesa karena daerah tidak / belum
siap dan tidak / belum mampu. Munculnya pandangan seperti ini sebagai akibat
dari munculnya kesalahpahaman yang pertama karena selama ini daerah sangat
bergantung pada pusat dalam bidang keuangan, apalagi melihat kontribusi
Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD rata – rata di bawah 15% untuk kabupaten
dan kota di seluruh Indonesia.
3. Dengan
otonomi daerah maka pusat akan melepaskan tanggungjawabnya untuk membantu dan
membina daerah. Kekhawatiran yang muncul dari daerah – daerah dengan
adanya otonomi adalah pemerintah pusat melepaskan sepenuhnya terhadap daerah,
terutama di bidang keuangan. Padahal dalam Undang – Undang No. 22 tahun 1999
menganut falsafah yang sudah sangat umum dikenal di berbagai negara, yaitu
setiap pemberian kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daerah harus disertai
dengan dana yang jelas dan cukup, apakah dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau
Dana Alokasi Khusus serta bantuan keuangan yang lainya dari pemerintah pusat
pada daerah.
4. Dengan
otonomi maka daerah dapat melakukan apa saja. Kesalahpahaman
adanya otonomi daerah berarti bebas melakukan apa saja tanpa terbatas. Padahal
otonomi yang diselenggarakan adalah dalam rangka memperkuat NKRI dan pemerataan
kesejahteraan di seluruh daerah, Daerah memang dapat melakukan apa saja
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang
berlaku secara nasional. Disamping itu kepentingan masyarakat merupakan patokan
yang paling utama dalam mengambil atau menentukan suatu kebijaksanaan di
daerah.
5. Otonomi
daerah akan menciptakan raja – raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di
daerah. Otonomi daerah dapat memindahkan KKN dengan menciptakan raja – raja kecil
di daerah dapat terjadi apabila dilakukan tanpa kontrol sama sekali dari
masyarakat seperti yang telah dialami bangsa Indonesia oleh pemerintahan Orde
Baru ataupun Orde Lama. Sedangkan otonomi daerah saat ini mendasarkan pada
demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak ada lagi penguasa
tunggal seperti pada masa lampau.
B. PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
“Pembangunan
ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan”. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara
pada saat tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ketahun,
tetapi juga harus diukur dari perubahan
lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, penigkatan dalam kesehatan,
peningkatan dalam infrastuktur
yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.
Oleh karena pembangunan ekonomi meliputi berbagai aspek perubahan dalam kegiatan ekonomi, maka sampai dimana taraf pembangunan ekonomi yang dicapai suatu Negara telah meningkat, tidak mudah diukur secara kuantitatif. Berbagai jenis data
perlu dikemukakan untuk menunjukan prestasi pembangunan
yang dicapai suatu Negara.
Walaupun memahami kekurangan-kekurangan dari data
pendapatan per kapita (pendapatan rata-rata penduduk) sebagai alat ukur mengukur tingkat kelajuan pembangunan ekonomi dan taraf kemakmuran masyarakat,
hingga saat ini data
pendapatan per kapita selalu digunakan untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang
mancakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk
dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan
teknologi, serta pengembangan usaha-usaha baru.
Tujuan utama dari setiap pembangunan
ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk
masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan
sumber daya yang ada harus mampu menghitung
potensi sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun ekonomi daerahnya.
B.
Permasalahan dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
a. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi
di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
ketimpangan pembangunan antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah dengan
konsentrasi ekonomi yang tinggi cenderung pesat, sedangkan daerah yang
konsentrasi ekonominya
rendah ada kecenderungan tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonominya juga
rendah.
Industri manufaktur merupakan sektor
ekonomi yang secara potensial sangat produktif, hal ini dapat dilihat dari
sumbangan terhadap pembentukan PDB atau PDBR. Terjadinya ketimpangan
pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi antar daerah adalah
sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah.
Kurang berkembangnya sektor industri di luar Jawa merupakan salah satu penyebab
terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Pada
daerah di luar Jawa, seperti sumatera, kalimantan timur, papua, bisa menjadi
wilayah-wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor industri
manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua hal yaitu (1) Ketersediaan bahan
baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan negara tetangga yang bisa menjadi
potensi pasar yang besar yang baru di samping pasar domestik.
b. Kurang Meratanya Investasi
Harrod-Domar ada korelasi positif antara
tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangny
dengan kurangnya investasi di suatu daerah membuat pertumbuhan dan tingkat
pendapatan perkapita masyarakat di daerah tersebut rendah. Hal ini dikarenakan
tidak adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri
manufaktur.
Terhambatnya
perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor, diantaranya
kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.
c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor
produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antar daerah juga merupakan penyebab
terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju
pertumbuhan ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat
pendapatan perkapita antar daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas
(tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi
mobilitas faktor produksi antar daerah. Menurut A. Lewis, jika perpindahan
faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan
ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan menjadi
lebih baik (dalam pengertian pareto
optimal: semua daerah mengalami better
off).
d. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pemikiran klasik yang mengatakan
bahwa pembangunan ekonomi daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan
masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Hingga
tingkat tertentu pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya
manusia dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya
harus dikembangkan terus-menerus. Dan untuk itu diperlukan faktor-faktor lain,
di antaranya adalah faktor teknologi dan sumber daya manusia.
Dengan penguasaa teknologi dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka lambat laun factor endowment tidak relevan lagi. Hal ini dapat kita lihat
negara-negara maju seperti Jepang, Korea selatan, Taiwan, dan Singapura yang
sangat miskin SDA.
e. Perbedaan Demografis
Ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis
antar daerah. Kondisi ini
berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan
penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini
mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan
dan penawaran.
Di sisi permintaan jumlah penduduk
yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor
pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah
penduduk yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan
etos kerrja yang tinggi merupakan aset penting bagi produksi.
f. Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah
Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade)
juga merupakan faktor yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional
Indonesia. Tidak lancarnya intra trade disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah
mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi
permintaan dan penawaran.
C. Strategi yang harus dilakukan dalam pengembang ekonomi daerah
a.
Strategi Pengembangan Fisik (Locality
Or Physical Development Strategy)
b.
Strategi Pengembangan Dunia
Usaha (Bussines
Development Strategi)
c.
Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human
Resources Development Strategy)
d.
Strategi Pengembangan
Masyarakat (Community-Based Development Strategy)
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis
dapat menyimpulkan bahwa otonomi daerah dibentuk sebagai jalan pintas
pemerintah pusat untuk melaksanakan
pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang sesuai
dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua kebijakan atau
hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan bentuk aplikasi langsung
terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan rakyat melalui lembaga atau
partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan kebijakan otonomi daerah
adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat daerah menuju kesejahteraa
dengan cara dan jalannya masing – masing.
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya
mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Abdul Gaffar, 2003, Kompleksitas Otonomi Daerah
di Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Syaukani, dkk, 2009, Otonomi
Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Widjaja, HAW, 2004, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom,
Jakarta : PT Grafindo
Persada.
PPT OTODA Bahan ceramah Direktorat Jendral
Otonomi Daerah pada KRA XXXVII
Lemhannas 2004
Jhingan.
Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. 2012. Jakarta: RajaGrafindo
Mulyadi S.
Ekonomi Sumber Daya Manusia. 2012. Jakarta: Rajawali Pers
Subandi.
Ekonomi Pembangunan. 2012. Bandung: AlfaBeta
Sukirno,
Sadono. Ekonomi Pembangunan. 2011. Jakarta: Kecana