MAKALAH Pembagian Waris dalam Islam
Tuesday, October 13, 2015
BAB I
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Proses
perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu
membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama dengan orang
yang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran
membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta
timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat
lingkungannya.
Demikian
jugadengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri,
keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut
menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan
dengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara
otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya
(ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya
kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut
bagaimanacara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang dikenal
dengan nama Hukum Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal
dengan nama Ilmu Mawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh.
Dalam hukum
waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, siapa-siapa yang
berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka
masing-masing bagaimana ketentuan pembagiannya serta diatur pula berbagai hal
yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.
Namun dalam
makalah ini kami hanya menjelaskan pengertian, sejarah dan hukum mempelajari
dan mengajarkan ilmu mawaris.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian
Kewarisan
Waris
adalah mashdar ( ورث
ا) يرثارثاوميزاثا
yang artinya si Fulan mewariskan kepada kerabatnya, dan mewariskan kepada
ayah-ayahnya.[1]
Secara
etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan mashdar
(infinitif) dari kata : warasa –yarisu – irsan – mirasan. Yang maknanya
menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain,
atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan
makna mawaris menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup,
baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris
dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam
al-Qur’an dan al-Hadits.
Sedangkan
istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari siapa-siapa ahli
waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta
bagian-bagian tertentu yang diterimanya.
Menurut Wirjono
Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai berikut adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW. yang berbunyi;
ان الله
قداعطى كل ذي حق حقهه فلا وصية لوارث (رواه اْ حمدواْ بوداودوالترمذى وابن ما جه)
Sesungguhnnya
Allah SWT. telah memberi kepada orang yang berhak atasa haknya. Ketahuilah!
Tidak ada wasiat kepada ahli waris. (H.R. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Ibnu Majah) [2]
Fiqih
Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, yana diambil dari lafazh faridhah, yang oleh
ulama’ faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah
dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian
harta warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa
yang tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris
telah ditentukan
Pembagian
harta waris dalam islam menggunakan dasar hukum yang terdapat dalam Q.S.
An-Nisa’ ayat: 7 dan 12 yang berbunyi:
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
Artinya: “Bagi
orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
Dan ayat 12 yang berbunyi;
Yang artinya; “Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu
mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi
jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
B.
Kedudukan Harta Waris Sebelum Dibagi
Apabila
seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta benda, maka setelah
manyat dikuburkan, keluarganya wajib mengelola harta peninggalannya dengan langkah-langkah
berikut;
1). Membiayai
perawatan jenazahnya.
2). Membayar
zakatnya jika si mayat belum mengeluarkan zakat sebelum meninggal.
3) .
Membayar
utang-utangnya apabila mayat meninggalkan utang.
“jiwa seorang mukmin tergantung
pada utangnya
sehingga dilunsi.”
4). Membayarkan
wasiatnya, jika mayat berwasiat sebelum meninggal dunia.
5). Setelah
dibayarkan semua, tentukan sisa harta peninggalan mayat sebagai harta pusaka
yang dinamai tirkah atau mauruts atau harta yang akan dibagikan
kepada ahli waris mayat berdasarkan ketentuan hukum waris islam.
C.
Asbabul Irsih dan Mawani’ul
Irsi
1). Asbabul irsi
(sebab-sebab memperoleh harta warisan) seorang berhak memperoleh harta waris
disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Perkawinan,
yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri
yang tidak terhalang oleh siapapun.
b. Kekerabatan,
yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan dan orang yang mewarisi yang
disebeabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akan terputus karena yang
menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan.
c. Memerdekakan
orang yang meninggal (jika pernah menjadi budak ).
d. Ada hubungan
sesama muslim (jika yang meninggal tidak mempunyai ahli waris).
2) . Mawani’ ul
irsi (sebab-sebab terhalang memperoleh harta waris). Seseorang terhalang untuk
memperoleh harta waris (walaupun sebenarnya ahli) sebagai berikut:
a. Ia menjadi
budak
b. Ia membunuh
orang yang meninggalkan warisan
c. Ia berbeda
agama dengan yang meninggalkanharta warisan
d. Ia murtad
Apabila seseorang meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, harta warisnya diserahkan ke baitulmal atau kas masjid. Dari baitulmal, harta tersebut dapat dimanfaatkan bersama harta zakat yang lain.
D. Ahlul Irsi (Ahli Waris)
Ahli waris adalah
orang-orang yang mempunyai hubungan dengan si mayat. Hubungan itu bisa berupa
perkawinan, hubungan nasab (keturunan),atau pernah memerdekakan simayat jika
pernah menjadi budak.
Ditinjau
dari segi bagiannya, ahli waris dibagi menjadi tiga macam; yaitu ahli waris zawil
furud, asabat, dan zawil arham.
1. Ahli waris
zawil furud
Ahli waris
zawil furud ialah ahli waris yang bagiannya telahditentukan banyak sedikitnya,
misalnya sebagai berikut :
a. Suami
memperoleh setengah dari harta peninggalan istri jika istri tidak meninggalkan
anak. Apabila istri meninggalkan anak, bagian suamiseperempat.
b. Istri mendapat
seperempat dari harta peninggalan suami jika suamitidak meninggalkan anak.
Apabila suami meninggalkan anak, bagian istri seperdelapan.
2. Ahli waris
asabah
Ahli waris
asabah ialah ahli waris yang belum ditentukan besar kecilnya bagian yang
diterima, bahkan ada kemungkinan asabah tidak memperoleh bagiaan sama sekali.
Hal ini dipengaruhi ahli waris zawil furud.
Asabah
dibagi menjadi tiga macam, yaitu asabat binafsih, asabatbil-gair, dan asabat
ma’al-gair.
1. Asabah binafsih,
yaitu ahli waris yang secara otomatis dapat menjadi asabah, tanpa sebab yang
lain. Mereka itu ialah :
a). Anak
laki-laki, cucu laki-laki terus ke bawah garis laki-laki
b). Bapak,
kakek, terus ke atas garis laki-laki
c). Saudara
laki-laki sekandung dan sebapak
d). Anak saudara
laki-laki sekandung dan sebapak
e) . Paman
sekandung dengan bapak atau sebapak saja
f) . Anak
laki-laki paman yang sekandung dengan bapak atau sebapak.
2. Aasaba
bil-gair, yaitu ahli waris yang dapat menjadi asabat apabila di
tarik ahli waris lain. Mereka ituialah :
a) Anak perempuan karena ditarik oleh anaklaki-laki
b) Cucu perempuan karena ditarik cucu laki-laki
c) Saudara perempuan sekandung karena ditariksaudara laki-laki sekandung
d) Saudara perempuan sebapak karena ditarik saudara laki-laki sebapak.
3. Asabat ma’al-gair,
yaitu ahli waris yang menjadi asabah bersama ahli waris lainnya. Mereka itu
ialah :
a) Saudara
perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan (seorang
atau lebih)
b) Saudara
permpuan sebapak (seoarang atua lebih) bersama
dengan
anak perempuan (seorang atau lebih)
3. Ahli waris
zawil arham
Ahli waris
zawil ahram ialah ahli waris yang sudah jauh hubungan kekeluargaannya
dengan mayat. Ahli waris ini tidak mendapat bagian, kecuali karena mendapat
pemberian dari zawil furud dan asabah atau karena tidak ada ahli waris
lain (zawil furuddan asabah).
E.
Furudul Muqadarah
1.
Faraid dalam al-Qur’an
Allah SWT. menetapkan hak kewarisan
dalam al-Qur’an yaitu; 1/2, ¼, 1/8, 1/3, 3/2, dan 1/6, dan menyebutkan pula
orang yang memperoleh harta warisan menurut angka-angkanya. Di dalam surat
an-Nisa’ ayat 11 telah dijelaskan pembagian waris diantaranya adala;
a.
Hak anank-anak laki-laki dan
perempuan :
1. anak tunggal saja mendapatkan ½
2. anak perempuan lebih dari dua
orang mendapat 2/3
3. anak perem[uan bersamadenngan
anak laki-laki dengan bandingan pembagian seorang anak laki-laki sama denngan
dua rang perempuan.
b. Hak ibu dan ayah dengan uraian ;
1. ibu dan ayah masing-masing
menerima 1/6 bila pewaris meninggalkan anak
2. Ibu menerima 1/3 bila pewari
tidak ada meninggalkan anak
3. ibu menerima 1/6 bila pewaris
tidak meninggalkan anak nemun memiliki beberapa orang saudara
c. ayah dan ibu bersama dengan anak-anak
berada dalam kedudukan yang sama.
Sedangkan ayat 12 berbicara tentang
dua hal yaitu;
a.
Hak kewarisan suami atau istri
dengan uraian:
·
Suami yang kematian istri menerima
hak ½ bila istrinya tidak ada meninggalkan anak, dan ¼ kalau istrinya ada
meninggalkan anak.
·
Istri yang kematian suami menerima ¼
bila suaminya tidak ada meninggalkan anak dan 1/8 jika sang suami meninggalkann
anak.
b.
Hak saudara-saudara bila pewaris
adalah kalalah dengan uraian:
·
Bila saudara (laki-laki atau
perempuan) hanya seorang dan tidak ada meninggalkan anak.
c.
Bila pewaris adalah kalalah,
saudara menerima hak dengan uraian sebagai berikut;
·
Seorang saudara perempuan saja
mendapat ½
·
Dua orang (atau lebih) saudara
perempuan mendapat 2/3
·
Bila bergabung saudara laki-laki dan
peremppuan, mereka menerima dengan bandingan seorang laki-laki sebesar dua
perempuan.
2.
Faraid dalam sunnah
Sunnah Nabi pada dasarnya muncul
untuk memberikan penjelasan kepada ayat-ayat al-Qur’an yang memerlukan
penjelasan, baik penjelasan itu dalam penjelasan arti maupun dalam bentuk
membatasi atau memperluas pengertian. Kewarisan atau faraid termasuk bidang
fiqih yangpaling jelas diatur dalam al-Qur’an.
Penjelasan
terhadap hak ayah, anak laki-laki dan saudara laki-laki yang tidak dijelaskan
oleh al-Qur’an yang berbunyi:
الحقواالفراءض باْ هلها فما بقى فهو
لاْ ولى رجل ذكر
“berilah bagian
yang telah ditentukan itu kepada yang
berhak menerimanya dan kelebihannya berikanlah kepada orang terdekat dari
laki-laki dan garis kerabat laki-laki.”
Hadi yang
disebutkan diatas menjadi landasan kewarisan ashabah yang berlaku dikalangannya
ulama Ahlu Sunnah. Hadis menyebutkan kewarisan
furudh dalam jumlah yang terbatas sebagai tambahan penjelasan
dari apa yang segala dzahir dinyatakan Allah dalam al-Qur’an.
Hak kewarisan kakek terdapat dalam hadis Nabi yang
diriwayatkan Abu Daud dari Qatadah dari al-Hasan dai ‘Amran bin Husein:
جا ء رجل الى
النبى صلى الله عليه وسلم فقال :ابن ابنى ما ت فما لى من مير ا ثه قال :لك السدس
Seorang laki-laki
datang kepada rasul Allah dan berkata:” cucu saya meninggal dunia, apa
warisannya yang dapat saya peroleh .” Nabi menjawab: “untukmu seper enam”.”
جا ئت الجدة
الىبى بكر تطلب عن مير اثها فقال: مالك فى كتا ب الله عز وجل ثئ وما اعمل لك فى
سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ثياْ ولكن ارجعى حتى اساْ ل النا س فقال المغير
ةشعبة : حضر ت رسول الله صلى الله عليه و سلم اْ عطا ه السدس فقال : هل معك غيرك
فشهد له محمد ابن سلمة فاْمضاه لها ابو بكر
Seorang nenek datang
kepada Abu Bakar meminta hak warisan dari cucunya. Abu Bakar berkata: “saya
tidak menemukan hak nenek sekalipun dalam al-Qur’an dan saya juga tidak tau
adanya sunnah Nabi yang menetapkannya. Tapi pergilah dulu nanti saya tanyaka
kepada orang lain kalau ada yang tahu.” Berkata al-Mughirah bin Syu’bah: “saya
pernah hadir bersama Rasul Allah yang memberikan hak warisan untuk nenek
sebesar seper enam.” Abu Bakar berkata. “ apakah ada orang lain bersamamu ?”
maka tampil Muhammad bin Maslamah. Selanjutnya Abu Bakar memberikan kepada
nenek itu dan seperenam.
Dengan melihat kepada
apa yang secara dhahir disebutkan dalam al-Qur’an dan ditambahkan oleh Nabi
terlihat ada enam furudh dan ahli waris yang menerimanya disebut dzaul
furudh. Mereka adalah sebagaimana dirinci di bawah ini:
1. Furudh ½. Ahli waris yang
memperoleh furudh ini adalah:
·
Anak perempuan bila ia
hanya seorang diri saja
·
Saudara perempuan bila
(kandung atau seayah) ia hanya seorang saja
·
Suami, bila pewaris
tidak ada meninggalkan anak
2. Furudh ¼. Ahli waris yang
menerima furudh ¼ ini adalah;
·
Suami, bila pewaris
(istri) meninggalkan anak
·
Istri, bila pewaris
(suami) tidak meninnggalkan anak
3. Furudh 1/8. Ahli waris yang
menerima furudh ini adalah
·
Istri, bila pewaris
meninggalkan anak
4. Furudh 1/6. Ahli waris yang
menerima furudh ini adalah;
·
Ayah, bila pewaris
meninggalkan anak
·
Kakek bila pewaris
tidak meninggalkan ayah
·
Ibu, bila pewaris
meninggalkan anak
·
Ibu, bila pewari
meninggalkan beberapa orang saudara
·
Nenek bila pewaris
tidak meninnggalkan ibu
·
Seorang saudara seibu
laki-laki atau perempuan.
5. Furudh 1/3. Ahli waris yang
memperoleh furudh 1/3 ini adalah;
·
Ibu, bila ia mewaris
bersama ayah dan pewaris tidak meninggalkan anakk atau saudara
·
Saudara seibu laki-laki
atau perempuan, bila terdapat lebih dari seorang.
6. Furudh 2/3. Ahli waris yang
menerima 2/3 ini adalah;
·
Anak perempuan bila ia
lebih dari dua orang
·
Saudara perempuan
kandung atau seayah, bila dia dua orang atau lebih.[3]
F.
Hijab dan Mahjub
Hijab ialah ahli
waris yang menjadi penghalang bagi ahli waris lain untuk menerima bagian harta
waris. Hijab dibedakan menjadi dua
macam, yaitu hijab hirman dan hijab nuqsan.
1) . Hijab hirman apabila menutupnya
secara mutlak sehingga mahjub (orang yang tertutup) sama sekali tidak memperoleh bagian.
2) . .Hijab nuqsan apabila menutupnya tidak mutlak (sekedar mengurangi jatah yang diterima mahjub), misalnya dari ¼ menjadi 1/8.
Mahjub ialah
ahli waris yang tertutup ahli waris lain untuk menerima bagian harta waris. Apabila
hijabnya hirman, mahjub pun hirman, demekian pula sebaliknya.
1) Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
2) Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
3) Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
a. Anak kandung laki/perempuan
b. Cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
c. Bapak
d. Kakek
4) Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :
a. Ayah
b. Anak
laki-laki kandung
c. Cucu laki-laki dari garis laki-laki
d. Saudara laki-laki kandung
5) Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
c. Ayah
6)
Jika semua
ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.
a. Suami
b. Ayah
c. Anak
laki-laki
7) Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang dapat warisan ialah:
a. Isteri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan
d. Ibu
e. Saudara perempuan kandung
8) Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/saudara laki-laki se ayah sampai kebawah
dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Secara
etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan mashdar
(infinitif) dari kata : warasa –yarisu – irsan – mirasan. Yang maknanya
menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain,
atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan
makna mawaris menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup,
baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris
dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam
al-Qur’an dan al-Hadits.
Asbabul Irsih dan Mawani’ul
Irsi terdiri dari dua macam yakni:
Asbabul irsi
(sebab-sebab memperoleh harta warisan) seorang berhak memperoleh harta waris
dan Mawani’ ul irsi (sebab-sebab
terhalang memperoleh harta waris)
Daftar Pustaka
Syarifuddin,
Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam.Padang.Kencana.
Al-Shabuni,
Muhammad Ali. 1987. Hukum Waris Islam. Bandung. CV. Diponegoro.
islam.html#sthash.M8f6HHzI.dpuf.
saebani,
Beni Ahmad.2009. Fiqih Mawaris.Bandung. Pustaka Setia.