MAKALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
Tuesday, October 6, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk
jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi
pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus
bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah
menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan
pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang,
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar
negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan,
yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak
saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara
maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam
bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah
satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan
pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan
kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara
keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga
mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13
tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406
tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut
adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat,
didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut
juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun sudah banyak
peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,
sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih
diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial
guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi
begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi
yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai
tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan
tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan
cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan
memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang
kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan
debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja,
pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan
pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang
kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai
kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung
mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh,
menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan
biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang
aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini
mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus
dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan
hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat
kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu
sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan
kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat
resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan
yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang
berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit
yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah
ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan
yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering
dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan
terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika
banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya
rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat
pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka
ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak
dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan
tersendiri.
3. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen)
setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari
tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila
ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya
bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan
masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat
pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja
yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non
kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa
pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam
sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang
turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan
sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja
terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini
dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila
tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat
Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &
Work Related Diseases).
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak
dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang
dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak
dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan
non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis
tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai
pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
Tenaga kesehatan
berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana
pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan
jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan
secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat
dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan
sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan
peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh
terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang
arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan
kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,
dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu,
beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi
pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena
itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua
faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan
non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru
Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis
tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai
pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i. Analis Farmasi
j. Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l. Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah
mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan
kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa
kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat
suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan
kerja.
Di negara maju banyak
pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta
hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah
diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada
di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus
mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut
bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit
pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun
niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga
kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi
persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan
kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap
dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan
berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai
akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah
itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan
spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian
dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit
tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah
salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah
satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K
di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku.
Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan
yang professional.
Yang menjadi dasar
pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13
Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas
pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui
Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan
sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di
unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah
ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang
disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan
Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon
pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan
yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumPemerikasaan kesehatan
awal ini meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan
Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak
waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan
Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar
waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor
kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium
kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah
dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya
pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar
tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya,
meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition
agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali
hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya
perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja.
Peran tenaga kesehatan
dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada
tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan
keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan
kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus
dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, Helena dan
Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985
-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT.