makalah Hadis Mutawatir
Saturday, June 8, 2013
PENDAHULUAN
1.
Hadis Mutawatir
a.
Pengertian Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni
sesuatu yang datang berikut dengan kita atau yang beriringan-iringan antara
satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya.[1]
Adapun pengertian hadis mutawatir menurut istilah,
terdapat beberapa formulasi definisi, antara lain sebagai berikut :
Artinya :
Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang
menurut adapt mustahil mereka bersepakat terlebih dahhulu untuk berdusta
Hadis yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan pancaindra orang
banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta
b.
Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Suatu hadis dapat ditetapkan sebagai hadis mutawatir
bila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
- Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi
Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi yang membawa keyakinan bahwa mereka itu tidak bersepakat untuk berdusta.
Mengenai masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada
yang tidak menetapkannya. Menurut ulama yang tidak mengisyaratkan jumlah
tertentu, mereka menegaskan bahwa yang penting dengan jumlah itu, menurut
adapt, dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberikan dan mustahil
mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama yang menetapkan jumlah
tertentu, mereka masih berselisih mengenai jumlahnya.
Al-Qadi AL-Baqillani menetapkan bahwa jumlah perawi
hadis mutawatir sekurang-kurangnya 5 orang. Astikhary menetapkan bahwa yang
paling baik minimal 10 orang.
Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang
sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surat
Al-Anfal ayat 65.
Ada
juga yang mengatakan bahwa jumlah perawi yang diperlukan dalam hadis mutawatir
miniml 40 orang.
Selain pendapat tersebut, ada juga yang menetapkan
jumlah perawi dalam hadis mutawatir sebanyak 70.
Penentuan jumlah tertentu sebagaimana disebutkan di
atas, sebetulnya bukan merupakan hal prinsip sebab persoalan pokok yang
dijadikan ukuran bukan terbatas pada jumlah, tetapi diukur pada tercapainya
(Ilmu Daruri. Sekalipun jumlah perawinya tidak banyak adalkan telah memberikan
keyakinan bahwa berita yang mereka sampai itu benar, maka dapat dimasukkan
sebagai hadis mutawatir.
- Adanya keseimbangan antarperawi pada Thabaqat (lapisan pertama dengan Thabaqat berikutnya
Jumlah perawi hadis mutawatir, antara thabawat dengan
tahabaqat lainnya harus seimbang. Dengan demikian, bila suatu hadis
diriwayatkan oleh dua puluh orang sahabat, kemudian diterima oleh sepuluh
tabi’in, tidak dapat digolongan sebagai hadis mutawatir, sebab jumlah perawinya
tidak seimbang antara thabaqat pertama dengan thabaqat seterusnya.
- Berdasarkan tanggapan pancaindra
Berita yang disampaikan oleh perawi tersebut harus
berdasarkan tanggapan pancaindra. Artinya bahwa berita yang mereka sampaikan
itu harus benar-benar merupakan hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.
Dengan demikian, bila berita itu merupakan hasil renungan, pemikiran atau
rangkuman dari suatu peristiwa lain ataupun hasil istinbat dari dalil yang
lain, maka tidak dapat dikatakan hadis mutawatir.
c.
Pembagian Hadis Mutawatir
Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi
menjadi dua, yaitu mutawatir lafzhi dan mutawatir ma’nawi. Sebagian ulama
lainnya membaginya menjadi tig, yakni hadis mutawatir lafzhi maknawi, dan
amali.
Yang dimaksud dengan mutawatir lafzhi adalah : Hadis
yang mutawatir periwayatannya dengan satu redaksi yang sama atau hadis yang
mutawatir lafal dan maknanya.[2]
Contoh hadis mutawatir lafzhi adalah sabda Rasulullah
SAW :
“Barang siapa berbuat dusta terhadap diriku (yang
mengatakan sesuatu yang tiada aku katakana atau aku kerjakan), hendaklah ia
menempati neraka”.
Adapun yang dimaksud dengan hadis mutawatir ma’nawi
adalah : hadis yang maknanya mutawatir , tetapi lafalnya tidak.
Abu bakar as-Sututi mendefinisikan sebagai berikut :
أَنْ يَنْقِلَ جَمَاعَةٌ
يَسْتَحِيْلُ تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الْكَذِبِ وَقَائِعَ مُخْتَلِفَةً تَشْتَرِكُ
فىِ أَمْرٍ
Artinya :
“Hadis yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang
menurut adat mustahil mereka sepakat berdusta atas kejadian yang berbeda,
tetapi bertemu pada titk persamaa”.
Misalnya, seseorang meriwayatkan bahwa Hatim
memberikan seekor unta kepada seorang laki-laki. Sementara yang lain
meriwayatkan bahwa Hatim memberikan seekor kuda kepada seorang laki-laki, dan
yang lainnya lagi mengatakan bahwa Hatim memberikan beberapa dinar kepada
seorang laki-laki, demikian seterusnya.
Adapun yang dimaksud dengan hadis mutawatir amali
adalah : Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa dia termasuk urusan agama
dan telah mutawatir antara umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW, mengerakannya,
menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan tar if
ijma.
d.
Faedah Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni suatu keharusan
untuk menreima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberitakan oleh hadis
mutawatir tersebut, hingga membawa pada keyakinan yang qaht’i (pasti).
2.
Hadis Ahad
a.
Pengertian Hadis Ahad
Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti
satu, mak khabar ahad atau khabar wahid suatu berita yang disampaikan oleh satu
orang.
Jumlah perawinya tidak sebanyak jumlah perawi hadis
mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang memberikan
pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadis
mutawatir.
b.
Pembagian Hadis Ahad
Para ualam membagi
hadis ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghair masyhur dengankan, ghair
masyhur terbagi lagi menjadi dua, yaitu aziz dan gharib.
- Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah la-intisyar wa az-suyu’
(sesuatu yang sudah tersebar dan popular). Adapun menurut istilah terdapat
beberap definisi, antara lain :
Hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi
bilangannya tidak mencapai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir
setelah sabahat dan demikian pula setelah mereka.
Hadis ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas
di kalangan masyarakat. Ada
ulama yang memasukkan seluruh hadis yang telah popular dalam masyarakat,
sekalipun tidak mempunyai sanad sama sekali, baik bersatatus sahih atau dhaif
ke dalam hadis mansyur.
Hadis masyhur ini ada yang status sahih, hasan, dan
dhaif. Yang dimaksud dengan hadis masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah
memenuhi ketentuan-ketentuan hadis sahih, baik pada sanad maupun mata-nya.
Adapun yang dimaksud dengan hadis mashyur hasan adalah
hadis masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis, hasan, baik
mengenai sanad maupun matan-nya.
Adapun yang dimaksud dengan hadis masyhur dhaif adalah
hadis masyhur yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih dan hasan, baik
pada sanad maupun pada matan-nya.
Macam-macam Masyhur
Hadis masyhur dapat digolongkan dalam beberapa bagian di bawah ini :
1.
Masyhur di kalangan ahli hadis.
2.
Masyhur di kalangan ulama ahli hadis
3.
Masyhur di kalangan ulama ahli fiqih
4.
Masyhur di kalangan ulama ahli ushul fiqih
5.
Masyhur di kalangan ahli sufi
6.
Masyhur di kalagan ulama-ualam Arab
2.
Hadis Ghair Masyhur
Para ulama ahli hadis
menggolongkan hadis ghair masyhur menjadi aziz dan gharib.
- Hadis Aziz
Kata iziz berasal dari azza – ya’izzu yang berarti ia
yakadu yujadu atau qalla wanadar (sedikit atau jarang adanya) atau berasal dari
azza-nya’azzu berarti qawiya (kuat).
Hadis yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua
thabaqat sanad. Ada
juga yang mengatakan bahwa hadis aziz adalah hadis diriwayatkan oleh dua atau
tiga orang perawi.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu
hadis dikatakan hadis aziz bukan saja karena diriwayatkan oleh dua orang rawi
pada setiap thabaqat, yakni sejak dari thabaqat pertama sampai thabaqat
terakhir, tetapi juga bila dalam salah satu thabaqat didapati dua ornag perawi.
Contoh hadis aziz adalah :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ. (رواه البخارى
ومسلم)
Artinya :
“Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, hingga aku lebih dicintai
dari pada dirinya, orang tunya, anaknya, dan semua manusia”.
Hadis aziz ada yang sahihi sahih, hasan, dan dhaif
bergantung pada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan sahih, hasan, dan dhaif.
- Hadis Gharib
Gharib menurut bahsa berarti al-munfarid (menyendiri)
atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya).
Ulama ahli hadis mendefinisikan hadis gharib sebagai
berikut :
“Hadis yang diriwayatkan oleh seornag perawi yang
menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun
selainya.”
Ada
juga yang mengatakan bahwa hdis gharib adlah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang perawi yang menyendiri dalam periwayatannya, tanpa ada orang lain yang
meriwayatkan.
Dilihat dari bentuk penyendirian perawi seperti yang
dimaksud di atas, maka hadis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gharib mutlak
dan gharib nisbi.
Dikategorikan sebagai gharib mutlak apabila
penyendirian itu mengenai personalianya, sekalipun penyendirian tersebut hanya terdapat
dalam satu thabaqat. Penyendirian hadis gharib mutlak ini harus berpangkal di
tempat ashlu sanaa, tabi’in, bukan sahabat, sebab yang menjadi tujuan
memperbincangan penyendirian perawi dalam hadis gharib di sini ialah untuk
menetapkan apakah periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Sedangkan
mengenai sahabat tidak perlu diperbincangkan, sebab secara umum dna telah
diakui oleh jumhur ulama ahli hadis bahwa keadilan sahabat-sahabat tidak perlu
diragukan lagi.
Adapun hadis gharib yang tegolong pada gharib nisbi
adalah apabila penyendiriannya itu mengenai sifat atau keadan tertentu dari
seorang perawi. Penyendirian seorang rwi seperti ini, biasa terjadi berkaitan
dengan keadilan dan kedhabitan (kesiqahan) perwi atau mengenai tempat tinggal
atau kota
tertentu.
[1] Ahmad bin Muhammad Al-Fayyumi, AL-Nusbah Al-Munir fi
Garib Asy-Syarh Al-Kabir li Ar-Rafi’I, Juz II, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Neirut,
1398 H/1978 M, Hlm. 321.
[2]
Hasbi As-Siddiqie, Pokok-Pokok Ilmu Dirasah Hadis, Jilid I, Bulan
Bintang, Jakarta, 1987, hlm. 61.