Al-Qur`an sebagai sumber dan Dalil
Saturday, June 8, 2013
Al-Qur`an sebagai sumber dan Dalil
1.
Pengertian Al-Qur`an
Secara etimologis, Al-Qur`an adalah bentuk dari mashdar dari kata qa-ra-a, artinya: bacaan, berbicara
tentang apa yang tertulis padanya atau melihat dan menelaah. Kata “Qur`an”
digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Arti Al-Qur`an secara terminologis ditemukan dalam bebrapa
rumusan definisi sebagai berikut:
1.
Menurut Syaltut, Al-Qur`an adalah: Lafaz Arabi yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
2.
Al-Syaukani mengartikan Al-Qur`an: Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara
mutawatir.
3.
Definisi Al-Qur`an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah:
Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
4.
Menurut Al Sarkhisi: Kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, ditulis dalam mushafditurunkan dengan huruf yang tujuh yang
mansyur dan dinukilkan secara mutawatir.
5.
Al-Amidi memberikan ta`aruf Al-Qur`an: Al-kitab
Al-Qur`n yang diturunkan.
6.
Ibn Subkhi mendefinisikan: Lafaz yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, mengandung mu`jizat setiap suratnya.
Definisi ini mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Qur`an
yaitu:
1.
Al-Qur`an berbentuk lafaz, mengandung arti bahwa apa
yang disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad saw dalam bentuk
makna dan dilafazkan oleh nabi dengan ibadahnya sendiri.
2.
Al-Qur`an itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung
arti bahwa Al-Qur`an yang dialihbahasakankepada bahasa lain atau yang diibaratkan
dengan bahasa lain bukanlah Al-Qur`an karenanya shalat yang menggunakan
terjemaahan Al-Qur`an tidak sah.
3.
Al-Qur`an itu diturunkankepada Nabi Muhammad saw, ini
mengandung arti bahwa wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu
tidaklah disebut Al-Qur`an , tetapi apa yang dihikayatkan dalam Al-Qur`an
tentang kehidupan dan syariat yang belaku bagi umat terdahulu adalah Al-Qur`an.
Disamping 3 unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur sebagai penjelasan
tambahan yang ditemukan sebagian dari beberapa definisi Al-Qur`an diatas,
yaitu:
a.
Kata-kata mengandung mu`kizat setiap suratnya, memberi
penjelasan bahwa setiap ayat Al-Qur`an mengandung day mu`jizat oleh karena itu
hadits qudsi atau tafsiran Al-Qur`an dalam bahasa Arab bukanlah Al-Qur`an
karena tidak mengandung daya mu`jizat.
b.
Kata-kata “beribadah membacanya” memberi penjelasan
bahwa dengan membaca Al-Qur`an berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang
berhak mendapat pahala, karenanya membaca hadits qudsi yang tidak mengandung
daya ibadah seperti Al-Qur`an tidak dapat disebut Al-Qur`an.
c.
Kata-kata tertulis dalam mushaf “(dalam definisi
Syaukani dan Sarkhisi), mengandung arti bahwa apa yagn tidak tertulis dalam
mushaf walaupun wahyu itu diturunkan kepada nabi, umpamanya ayat-ayat yang
telah dinasakhkan, tidak lagi disebut Al-Qur`an.
Di kalangan ulama ushul seperti istilah masadir al ahkam, masadir al
syariah, masadir al tasyri atau yang diartikan sumber hukum. Istilah-istilah
ini jelas mengandung makna tempat pengambilan atau rujukan utama serta merupakan
asal sesuatu. Sedangkan dalil atau yang diistilahkan dengan adillat al ahkam,
ushul al ahkam, asas al tasyri dan adillat al syari;ah mengacu kepada
pengertian sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk sebagai alasan dalam
menetapkan hukum syara.
Dalam konteks ini Al Quran dan as sunnah adalah merupakan sumber hukum
dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari keduanya seperti al
ijma, al qiyas dan lain-lainnya tidak dapat disebut sebagai sumber, kecuali
hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri sendiri.
Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran ushul fikih yang
terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih kontemporer, istilah sumber hukum dan
dalil hukum tidak dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut dengan
dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang dipergunakan dalam istinbat
hukum selain Al Quran dan as sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis
yang yang dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala sesuatu yang
dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat hukum dan dalam prakteknya mencakup
Al Quran, as sunnah dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya.
Baca Juga
Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah dalil hukum ini terjadi
perhatian utama atau dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat penting ketika
mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan yang akan ditetapkan hukumnya.
Dengan demikian setiap ketetapan hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah
tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai pendukung ketetapan tersebut.
2. Otentitas
Al-Qur`an
Umat Islam
sepakat bahwa kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
yang disebut Al-Qur`an dan yang tersirat dalam mushaf, adalah otentik (semuanya
adalah betul-betul dari Allah swt). Termuat dalam Al-Qur`an. Keotentikan Al-Qur`an ini dapat dibuktikan dari
kehati-hatian para sahabat nabi dalam memeliharanya sebelum ia dibukukan dan
dikumpulkan. Begitu pula kehati-hatian para sahabat dalam membukukan dan
menggandakannya.
Sebelum dibukukan, ayat-ayat
Al-Qur`an berada dalam rekaman teliti para sahabat, baik melakukan hafalan yang
kuat dan setia atau melalui tulisan di tempat yang terpisah. Ia disampaikan dan
disebarluaskan secara periwayatan oleh orang banyak yang tidak mungkin
bersekongkol untuk berdusta, bentuk periwayatan seperti itu dinamakan
periwayatan secara mutawatir yang menghasilkan suatu kebenaran-kebenaran yang
tidak meragukan. Oleh karena itu Al-Qur`an di masa Abu Bakar pembukuannya
dilakukan secara teliti dengan mencocokan tulisan yang ada dengan hafalan para
penghafal, sehingga kuat dugaan bahwa semua wahyu telah direkam dalam mushaf.
Kemudian hasil pembukuan itu disimpan secara aman di tangan Abu Bakar, lalu
pindah ke tangan Umar Ibn Khattab dan setelah beliau wafat, pindah ketangan
Hafsah binti Umar (istri nabi).
Terakhir diadakan pentashihan pada
masa Khalifah Usman sehingga menghasilkan satu naskah otentik yang disebut
mushaf Imam. Salinan dari naskah (mushaf) itu dikirimkan ke kota-kota besar
lain, sedangkan yang selain itu dibakar. Mushaf Imam yang dijadikan standard itu
dijadikan rujukan bagi perbanyakan dan pentashihan berikutnya sehingga
berkembang dalam bentuk aslinya sampai waktu ini.
Ditinjau dari
sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu:
Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu:
Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran turun di dua tempat yaitu:
1.
Di Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah. Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan atau
ketuhanan, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan
ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al
Quran.
2.
Di Madinah atau yang disebut ayat madaniyah. Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan yang mengatur
hubungan sesama manusia mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukum-hukum dan
syari’at-syari’at, akhlaq, hal-hal mengenai keluarga, masyarakat, pemerintahan,
perdagangan, hubungan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan
sebagainya.
Kehujjahan Al
Quran dari segi penjelasannya ada 2 macam:
1.
Muhkam yaitu ayat-ayat yang teran artinya, jelas
maksudnya dan tidak mengandung keraguan atau pemahaman lain selain pemahaman
yang terdapat pada lafaznya.
2.
Mutasyabih yaitu ayat yang tidak jelas artinya sehingga
terbuka kemungkinan adanya berbagai penafsiran dan pemahaman yang disebabkan
oleh adanya kata yang memiliki dua arti/maksud, atau karena penggunaan
nama-nama dan kiasan-kiasan.
Syaifuddin Amir,
Ushul Fiqh Jilid I, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu 1997).