-->

ads

Makalah Kehidupan Menurut Filsafat



BAB I

RINGKASAN MATERI

A. PRINSIP DASAR HIDUP YANG BENAR

Agar hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:

1. Menempatkan rasa aman dan harapan pada Tuhan.

2. Kita harsu memilki sasaran yang tepat dalam hidup.

3. Kita juga perlu memiliki pola pikir yang benar.

B. PENTING KEHIDUPAN YANG BENAR BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”

BAB II

PEMBAHASAN

A. PRINSIP DASAR HIDUP YANG BENAR

    Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak mendatangkan manfaat bagi manusia yang lain. [Hadist Nabi]
    3 Poin penting dalam melakukan sesuatu:
    -mulai dari diri sendiri
    -mulai dari yang kecil
    -mulai dari sekarang
    Berusahalah memahami orang lain dengan menempatkan diri kita sendiri pada posisi orang yang bersangkutan
    Apabila dinasehati janganlah melihat oleh siapa kita dinasehati dan bagaimana orang tersebut menasehati, tetapi perhatikan apa isi nasehat dan mengapa orang menasehati (jangan siapa & bagaimana, lihat apa & mengapa).
    Waktu tidak akan pernah berhenti, maka pergunakanlah sebaik-baiknya! Proyeksikanlah kegiatan-kegiatan kita dalam rencana-rencana, karena gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan.
    Jangan menyakiti orang lain jika kita sendiri tidak mau disakiti. Yang hina itu bukan orang yang dihina tapi orang yang menghina.
    Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara:
    -Sehat sebelum sakit;
    -Muda sebelum tua;
    -Kaya sebelum miskin;
    -Lapang sebelum sempit;
    -Hidup sebelum Mati;
    Nikahilah wanita karena 4 perkara: karena harta bendanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Utamakanlah wanita yang taat kepada agamanya, niscaya kamu akan bahagia.

    Ojo Cedhak Kebo Gupak (Jaga jarak dengan orang/ hal-hal yang dapat mendatangkan madharat).
    Beritahu aku temanmu akan kuberitahu siapa dirimu!
    Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
    Dalam menjalani hidup kejarlah hal-hal yang pasti terjadi, insya Allah hal-hal yang mungkin terjadi dapat kita raih.
    Apabila kita menghadapi masalah yang penting dan masalah yang mendesak, selesaikanlah masalah yang mendesak terlebih dahulu, sebab hal yang penting belum tentu mendesak.
    Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. [Q.S. Alam Nasyrah: 5-7]
    Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang tidak dikerjakan oleh orang-orang gagal. Mereka (orang-orang sukses) belum tentu suka mengerjakannya. Namun ketidaksukaan mereka tunduk pada kekuatan tujuan mereka.
    Orang yang berbakat gagal adalah orang yang mencari-cari alasan atas kegagalannya, sedangkan orang yang berbakat sukses adalah orang yang mencari alasan bagaimana bangkit dari kegagalannya.
    Janganlah kita melihat tokoh dalam mencari kebenaran, tetapi selamilah kebenaran itu sendiri niscaya kita akan mengetahui siapa tokoh di baliknya.
    Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS Al-Baqarah: 216]

    Perumpamaan orang yang bertakwa dalam bertingkah laku adalah seperti berjalan di jalan yang lurus namun banyak duri yang berserakan.
    Jangan biasakan berprasangka, sebab sebagian besar prasangka adalah dusta.
    Dalam berusaha lihatlah orang yang nasibnya lebih bagus dari kita (orang di atas kita), namun dalam hasil lihatlah orang yang nasibnya lebih buruk dari kita (orang di bawah kita).
    Aku telah belajar untuk diam dari orang yang banyak omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar menjadi ramah dari orang yang tak ramah; namun, sungguh aneh, aku tak berterima kasih pada orang-orang ini.
    Hiduplah sesukamu tapi engkau pasti mati; berbuatlah sesukamu tapi pasti engkau dibalas (menurut perbuatanmu itu); cintailah siapa saja tapi engkau pasti akan berpisah dengannya.
    Barang siapa bershalat dalam sehari-harinya duabelas rekaat maka dibangunlah untuknya sebuah rumah di surga; yaitu empat rekaat sebelum Dhuhur, dua rekaat sesudahnya, dua rekaat sesudah Maghrib, dua rekaat sesudah Isya’ dan dua rekaat sebelum shalat Fajar. [HR. Turmudzi]

B. PENTING KEHIDUPAN YANG BENAR BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Kita kini hidup di era yang menganut nilai relativisme, suatu masa di mana berlaku ungkapan, “Tidak ada kemutlakan!” Dalam banyak hal, garis pemisah antara kebenaran dan kekeliruan telah menjadi kabur, jika tidak ingin dikatakan terhapus sama sekali. Tetapi, jauh di dalam lubuk hati, kebanyakan dari kita masih tetap dapat membedakan mana yang benar dan yang salah – paling tidak dalam beberapa aspek kehidupan.

Misalnya, tidak ada satu pun di antara kita yang rela seseorang mengambil sesuatu yang menjadi milik kita. Kita tidak suka dibohongi, dan ketidakjujuran cenderung menghancurkan hubungan di tempat kerja, di rumah, dalam jalinan persahabatan, dan dalam organisasi kemasyarakatan. Tak seorangpun dapat menerima apabila kerusakan mesin mobil dijadikan alasan pengalih kecerobohan pengemudi mabuk yang mengakibatkan seseorang cedera atau meninggal dunia. Kita sepakat memandang sebagai hal yang tercela, bila seorang eksekutif menjual rahasia perusahaan demi keuntungan pribadi. Atlet yang “bermain sabun” merekayasa skor pertandingan juga dikategorikan melakukan tindakan yang salah. Dan masih banyak hal salah lainnya yang dapat kita sebutkan. Mungkin tidak semua orang sependapat dalam setiap kasus, namun tampaknya kita semua mempunyai perasaan naluriah mengenai cara yang benar menjalani hidup – apa yang oleh Alkitab disebut sebagai, “kebenaran”.

Memandang perasaan tersebut secara positif, menyebabkan kebanyakan dari kita sependapat bahwa menolong seseorang yang sedang menghadapi masalah kesehatan, keuangan atau masalah-masalah lain adalah hal yang “benar”. Jika kita melihat seseorang sedang berada dalam ancaman serangan secara fisik, adalah tindakan tepat jika kita menolong orang tersebut. Demikian juga, kebajikan dan kasih, serta kalimat penghiburan dan dukungan, kita anggap sebagai hal yang “benar” dan dibutuhkan.

Namun, dalam banyak aspek kehidupan masalah benar dan salah tidak selalu dapat dengan mudah dibedakan. Lalu bagaimana kita merumuskan apa yang diperlukan untuk membangun suatu “hidup yang benar” manakala hal yang awalnya terpisah secara jelas dalam pola hitam-putih bergeser menjadi daerah “abu-abu” yang meragukan? Kitab Amsal memang tidak secara eksplisit memberikan panduan rinci menghadapi setiap kondisi, namun Kitab ini menyediakan prinsip dan panduan yang sangat membantu, yaitu:

Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”

Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih menggiurkan. Komitmen untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang sempit, dan tidak memilih jalan yang lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”

Hidup dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik sebagai hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari menjalankan hidup yang benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping imbalan nyata, kita juga berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa bersalah, kepuasan karena pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”. Hal ini ditulis dalam Amsal 21:21, “Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan kehormatan”.

Hidup dengan benar tidak dibangun di atas dasar perasaan. Ungkapan masa kini berbunyi, “Jika Anda rasa baik, lakukan saja.” Emosi, tidak selalu dapat diandalkan. Emosi tak jarang memberi arahan yang keliru. Amarah dapat menyebabkan kita menyerang seseorang, dan itu bukan hal yang benar. Mungkin perasaan bahwa besar gaji yang kita terima tidak memadai itu benar, tetapi tidak berarti kita diperkenankan mencuri uang perusahaan. Amsal 16:25 mengingatkan: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”

BAB III

KESIMPULAN

Agar hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:

1. Menempatkan rasa aman dan harapan pada Tuhan.

2. Kita harsu memilki sasaran yang tepat dalam hidup.

3. Kita juga perlu memiliki pola pikir yang benar.

Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”

Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih menggiurkan. Komitmen untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang sempit, dan tidak memilih jalan yang lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”

Hidup dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik sebagai hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari menjalankan hidup yang benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping imbalan nyata, kita juga berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa bersalah, kepuasan karena pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”.

DAFTAR BACAAN

Dessy. 2008. Prinsip Hidup 90%-10%. Beritanet.com

Robert Thamsy. 2005. Menemukan Resep untuk Hidup yang Benar. Monday Manna

Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.

Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung

Luluvikar. 2004. Apa Tujuan Hidupmu. http/google/tujuanhidup

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel