Makalah Kehidupan Menurut Filsafat
Monday, November 28, 2016
BAB I
RINGKASAN MATERI
A.
PRINSIP DASAR HIDUP YANG BENAR
Agar
hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:
1.
Menempatkan rasa aman dan harapan pada Tuhan.
2.
Kita harsu memilki sasaran yang tepat dalam hidup.
3.
Kita juga perlu memiliki pola pikir yang benar.
B.
PENTING KEHIDUPAN YANG BENAR BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Hidup
dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani
kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang
tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh
perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan
standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal
4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian
bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti
kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PRINSIP DASAR HIDUP YANG BENAR
Sebaik-baik manusia adalah yang paling
banyak mendatangkan manfaat bagi manusia yang lain. [Hadist Nabi]
3 Poin penting dalam melakukan sesuatu:
-mulai dari diri sendiri
-mulai dari yang kecil
-mulai dari sekarang
Berusahalah memahami orang lain dengan
menempatkan diri kita sendiri pada posisi orang yang bersangkutan
Apabila dinasehati janganlah melihat oleh
siapa kita dinasehati dan bagaimana orang tersebut menasehati, tetapi
perhatikan apa isi nasehat dan mengapa orang menasehati (jangan siapa &
bagaimana, lihat apa & mengapa).
Waktu tidak akan pernah berhenti, maka
pergunakanlah sebaik-baiknya! Proyeksikanlah kegiatan-kegiatan kita dalam
rencana-rencana, karena gagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan.
Jangan menyakiti orang lain jika kita
sendiri tidak mau disakiti. Yang hina itu bukan orang yang dihina tapi orang
yang menghina.
Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara:
-Sehat sebelum sakit;
-Muda sebelum tua;
-Kaya sebelum miskin;
-Lapang sebelum sempit;
-Hidup sebelum Mati;
Nikahilah wanita karena 4 perkara: karena
harta bendanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Utamakanlah wanita
yang taat kepada agamanya, niscaya kamu akan bahagia.
Ojo Cedhak Kebo Gupak (Jaga jarak dengan
orang/ hal-hal yang dapat mendatangkan madharat).
Beritahu aku temanmu akan kuberitahu siapa
dirimu!
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.
Dalam menjalani hidup kejarlah hal-hal yang
pasti terjadi, insya Allah hal-hal yang mungkin terjadi dapat kita raih.
Apabila kita menghadapi masalah yang
penting dan masalah yang mendesak, selesaikanlah masalah yang mendesak terlebih
dahulu, sebab hal yang penting belum tentu mendesak.
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. [Q.S. Alam Nasyrah: 5-7]
Orang sukses mempunyai kebiasaan
mengerjakan hal-hal yang tidak dikerjakan oleh orang-orang gagal. Mereka
(orang-orang sukses) belum tentu suka mengerjakannya. Namun ketidaksukaan
mereka tunduk pada kekuatan tujuan mereka.
Orang yang berbakat gagal adalah orang yang
mencari-cari alasan atas kegagalannya, sedangkan orang yang berbakat sukses
adalah orang yang mencari alasan bagaimana bangkit dari kegagalannya.
Janganlah kita melihat tokoh dalam mencari
kebenaran, tetapi selamilah kebenaran itu sendiri niscaya kita akan mengetahui
siapa tokoh di baliknya.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia
amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS
Al-Baqarah: 216]
Perumpamaan orang yang bertakwa dalam
bertingkah laku adalah seperti berjalan di jalan yang lurus namun banyak duri
yang berserakan.
Jangan biasakan berprasangka, sebab
sebagian besar prasangka adalah dusta.
Dalam berusaha lihatlah orang yang nasibnya
lebih bagus dari kita (orang di atas kita), namun dalam hasil lihatlah orang
yang nasibnya lebih buruk dari kita (orang di bawah kita).
Aku telah belajar untuk diam dari orang
yang banyak omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar
menjadi ramah dari orang yang tak ramah; namun, sungguh aneh, aku tak berterima
kasih pada orang-orang ini.
Hiduplah sesukamu tapi engkau pasti mati;
berbuatlah sesukamu tapi pasti engkau dibalas (menurut perbuatanmu itu);
cintailah siapa saja tapi engkau pasti akan berpisah dengannya.
Barang siapa bershalat dalam sehari-harinya
duabelas rekaat maka dibangunlah untuknya sebuah rumah di surga; yaitu empat
rekaat sebelum Dhuhur, dua rekaat sesudahnya, dua rekaat sesudah Maghrib, dua
rekaat sesudah Isya’ dan dua rekaat sebelum shalat Fajar. [HR. Turmudzi]
B.
PENTING KEHIDUPAN YANG BENAR BAGI KEHIDUPAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Kita
kini hidup di era yang menganut nilai relativisme, suatu masa di mana berlaku
ungkapan, “Tidak ada kemutlakan!” Dalam banyak hal, garis pemisah antara
kebenaran dan kekeliruan telah menjadi kabur, jika tidak ingin dikatakan
terhapus sama sekali. Tetapi, jauh di dalam lubuk hati, kebanyakan dari kita
masih tetap dapat membedakan mana yang benar dan yang salah – paling tidak
dalam beberapa aspek kehidupan.
Misalnya,
tidak ada satu pun di antara kita yang rela seseorang mengambil sesuatu yang
menjadi milik kita. Kita tidak suka dibohongi, dan ketidakjujuran cenderung
menghancurkan hubungan di tempat kerja, di rumah, dalam jalinan persahabatan,
dan dalam organisasi kemasyarakatan. Tak seorangpun dapat menerima apabila
kerusakan mesin mobil dijadikan alasan pengalih kecerobohan pengemudi mabuk
yang mengakibatkan seseorang cedera atau meninggal dunia. Kita sepakat memandang
sebagai hal yang tercela, bila seorang eksekutif menjual rahasia perusahaan
demi keuntungan pribadi. Atlet yang “bermain sabun” merekayasa skor
pertandingan juga dikategorikan melakukan tindakan yang salah. Dan masih banyak
hal salah lainnya yang dapat kita sebutkan. Mungkin tidak semua orang
sependapat dalam setiap kasus, namun tampaknya kita semua mempunyai perasaan
naluriah mengenai cara yang benar menjalani hidup – apa yang oleh Alkitab
disebut sebagai, “kebenaran”.
Memandang
perasaan tersebut secara positif, menyebabkan kebanyakan dari kita sependapat
bahwa menolong seseorang yang sedang menghadapi masalah kesehatan, keuangan
atau masalah-masalah lain adalah hal yang “benar”. Jika kita melihat seseorang
sedang berada dalam ancaman serangan secara fisik, adalah tindakan tepat jika
kita menolong orang tersebut. Demikian juga, kebajikan dan kasih, serta kalimat
penghiburan dan dukungan, kita anggap sebagai hal yang “benar” dan dibutuhkan.
Namun,
dalam banyak aspek kehidupan masalah benar dan salah tidak selalu dapat dengan
mudah dibedakan. Lalu bagaimana kita merumuskan apa yang diperlukan untuk
membangun suatu “hidup yang benar” manakala hal yang awalnya terpisah secara
jelas dalam pola hitam-putih bergeser menjadi daerah “abu-abu” yang meragukan?
Kitab Amsal memang tidak secara eksplisit memberikan panduan rinci menghadapi
setiap kondisi, namun Kitab ini menyediakan prinsip dan panduan yang sangat
membantu, yaitu:
Hidup
dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani
kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang
tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh
perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan
standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal
4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian
bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti
kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”
Hidup
dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah
memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele
atau menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih
menggiurkan. Komitmen untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap
berjalan di jalan yang sempit, dan tidak memilih jalan yang lebih menarik atau
menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah jalan yang
rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke
kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”
Hidup
dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu
merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik
sebagai hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari
menjalankan hidup yang benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping
imbalan nyata, kita juga berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa
bersalah, kepuasan karena pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa
hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”. Hal ini ditulis dalam Amsal 21:21,
“Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan
kehormatan”.
Hidup
dengan benar tidak dibangun di atas dasar perasaan. Ungkapan masa kini
berbunyi, “Jika Anda rasa baik, lakukan saja.” Emosi, tidak selalu dapat
diandalkan. Emosi tak jarang memberi arahan yang keliru. Amarah dapat
menyebabkan kita menyerang seseorang, dan itu bukan hal yang benar. Mungkin
perasaan bahwa besar gaji yang kita terima tidak memadai itu benar, tetapi
tidak berarti kita diperkenankan mencuri uang perusahaan. Amsal 16:25
mengingatkan: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”
BAB III
KESIMPULAN
Agar
hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:
1.
Menempatkan rasa aman dan harapan pada Tuhan.
2.
Kita harsu memilki sasaran yang tepat dalam hidup.
3.
Kita juga perlu memiliki pola pikir yang benar.
Hidup
dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang menjalani
kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang
tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh
perilaku terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan
standar menjalani kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal
4:18-19, “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian
bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan orang fasik itu seperti
kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka tersandung.”
Hidup
dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah
memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele
atau menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih
menggiurkan. Komitmen untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap
berjalan di jalan yang sempit, dan tidak memilih jalan yang lebih menarik atau
menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal 4:26-27, “Tempuhlah jalan yang
rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke
kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”
Hidup
dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu
merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik
sebagai hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari
menjalankan hidup yang benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping
imbalan nyata, kita juga berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa
bersalah, kepuasan karena pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa
hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”.
DAFTAR
BACAAN
Dessy.
2008. Prinsip Hidup 90%-10%. Beritanet.com
Robert
Thamsy. 2005. Menemukan Resep untuk Hidup yang Benar. Monday Manna
Sadulloh,
U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. CV Alfabeta, Bandung.
Wakhudin
dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung
Luluvikar.
2004. Apa Tujuan Hidupmu. http/google/tujuanhidup