Makalah Ilmu Filsafat dan Agama Lengkap
Tuesday, November 22, 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia
diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna, yaitu dilengkapi dengan
seperangkat akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran inilah, manusia
mendapatkan ilmu. Akal dan pikiran memroses setiap pengetahuan yang diserap
oleh indera-indera yang dimiliki manusia.
Menuntut
ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara
yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang
dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang
muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan
mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan
konsekuensi dari Islam. Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju
kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Menuntut
ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas
bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, lihat Shahih Jamiush Shagir, No. 3913)
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dan bagaimana keutamaan
ilmu?
2. Apa pengertian filsafat?
3. Apa pengertian agama?
BAB II
ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA
A. ILMU
Materi
‘ilm terdapat dalam Al-Qur’an dengan semua kata jadiannya, sebagai kata benda,
kata kerja, atau kata keterangan, beberapa ratus kali. Redaksi ta’lamun
terulang sebanyak 56 kali, fasata’lamun 3 kali, ta’lamu 9 kali, ya’lamun 85
kali, ya’lamu 7 kali, ‘allama 47 kali, ‘alim 140 kali, dan kata ‘ilm sebanyak
80 kali. Semua pengulangan itu menunjukkan dengan pasti akan keutamaan ilmu
pengetahuan dalam pandangan Al-Qur’an.
Imam
Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Mufradat Al-Qur’an mengatakan bahwa ‘Ilmu’
adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia menyatakan bahwa ilmu
terbagi atas: 1)mengetahui inti sesuatu (tashawwur), dan 2)menghukum adanya
sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang tidak ada (tashdiq).
Ia juga membagi ilmu dari sisi lain, yaitu ilmu teoritis dan ilmu aplikatif.
Dari sudut pandang lain, ia juga membagi ilmu menjadi ilmu rasional dan ilmu
doktrinal.
Perlu
diingat bahwa ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW
menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu perintah membaca, dan membaca
adalah kunci ilmu pengetahuan. Allah mengajarkan hamba-Nya dengan
kebijaksanaan-Nya, melalui tulisan, lafal, dan makna. Ilmu adalah salah satu
tanda yang paling jelas dan agung yang menunjukkan manusia menuju Allah SWT.
Allah
membedakan orang berilmu dengan orang bodoh seperti orsng ysng melihst dengan
orang buta, seperti orang hidup dan orang mati. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Cukup
dengan takut kepada Allah sebagai ilmu, dan keberanian menentang Allah sebagai
kebodohan.” Kemuliaan para ahli ilmu pengetahuan Allah tunjukkan pada QS. Ali
Imran ayat 18,
“Allah
menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Paramalaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
yang demikian itu).” (QS. Ali Imran : 18)
Hal
ini menunjukkan kemulian ahli ilmu pengetahuan dari beberapa segi, antara lain:
1. Allah meminta mereka bersaksi, tidak
kepada yang lain.
2. Allah menggandengkan syahadat mereka
dengan syahadat-Nya.
3. Allah menggandengkan syahadat mereka
dengan syahadat para malaikat.
4. Secara implisit, bunyi ayat tersebut
menunjukkan pujian Allah terhadap orang berilmu, karena ia hanya meminta
syahadat dari orang-orang yang bersih.
5. Allah menyifati mereka sebagai ‘ahli’
ilmu, yang berarti mereka adalah pemilik ilmu pengetahuan, bukan peminjam.
6. Allah bersaksi dengan diri-Nya sendiri,
kemudian para malaikat dan ahli ilmu. Ini merupakan kehormatan yang sangat
besar bagi para ahli ilmu.
7. Allah meminta kesaksian terhadap sesuatu
yang amat agung. Yang Maha Agung hanya akan meminta persaksian terhadap sesuatu
yang besar hanya kepada makhluk-makhluk terkemuka.
8. Allah menjadikan kesaksian mereka sebagai
hujjah bagi orang-orang yang mungkir. Kesaksian mereka setara dengan dalil yang
menunjukkan akan keesaan-Nya.
9. Allah hanya menisbatkan persaksian
tersebut kepada-Nya, kepada malaikat, dan kepada para ahli ilmu. Ini
menunjukkan kuatnya persaksian mereka dengan persaksian-Nya.
10. Allah menjadikan mereka menunaikan hak-Nya
atas mereka dengan persaksian ini. Jika mereka telah melaksanakannya, maka
mereka telah menunaikan hak Allah.
Semua
nabi dan rasul yang diutus Allah, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad
SAW, dibekali ilmu pengetahuan oleh Allah SWT dan menjadikan mereka para ahli
ilmu. Al-Qur’an memuji ahli ilmu dengan sebutan alladziina utul-‘ilma, dan
Allah menisbatkan kepada mereka keutamaan pemikiran, keimanan, serta akhlak.
Al-Qur’an menyatakan ilmu sebagai kehidupan dan cahaya bagi umat manusia dan
semesta alam.
Beberapa
perkara yang dicela oleh Al-Qur’an yang dikerjakan tanpa ilmu:
1.
Debat tanpa ilmu
2.
Membuka rahasia orang lain tanpa ilmu
3.
Dakwaan Jabariyah tanpa ilmu
4.
Menghalalkan dan mengharamkan tanpa ilmu
5.
Menyesatkan dari jalan Allah karena tidak berilmu
Beberapa
bentuk kebodohan menurut Al-Qur’an:
1.
Bermain-main dalam situasi serius
2.
Mengutamakan emosi ketimbang akal
3.
Kejumudan atas pikiran-pikiran sesat dan perilaku menyimpang
4.
Maksiat kepada Allah
5.
Tidak berusaha untuk lebih cerdas (menuntut ilmu)
Ilmu
yang tercela menurut Al-Qur’an, antara lain:
1.
Ilmu yang memudharatkan dan tidak bermanfaat (sihir)
2.
Ilmu perbintangan/Ramalan bintang (nujum)
3.
Ilmu yang disembunyikan oleh pemiliknya
4.
Ilmu yang tidak diamalkan oleh pemiliknya
5.
Ilmu materialisme yang bertentangan dengan ilmu kenabian
6.
Ilmu keduniaan yang melalaikan akhirat
7.
Ilmu yang di-sombong-kan
8.
Ilmu yang menimbulkan perselisihan
B.
FILSAFAT
Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani.. Dalam bahasa ini, kata ini
merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia=persahabatan, cinta
dsb.) dan (sophia="kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah
seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa
Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan
aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah
disebut "filsuf".
Definisi
kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi,
paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang
mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis Hal
ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk
dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.
Logika
merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan
couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Orang
yang ahli dalam berfilsafat disebut philoshoper (Inggris), dan orang Arab
menyebutnya Failasuf, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi filosof.
Pemikiran secara filsafat sering diistilahkan dengan pemikiran filosofis.
Imam
Barnadib menjelaskan, filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan
sistematis. Harun Nasution berpendapat, filsafat ialah berfikir menurut tata
tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan
dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Jujun
S. Suriasumantri berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara
berpikir radikal, sistematis, menyeluruh dan mendasar untuk sesuatu
permasalahan yang mendalam.
Muhammad
Noor Syam menjelaskan bahwa :
Filsafat
adalah sesuatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas
(komprehensif). Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya
kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan
zaman dan peradaban manusia.
Dari
uraian di atas dapat diambil suatu pengetian bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami
persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman
manusia.
Kebenaran
yang dimaksud dalam konteks filsafat adalah kebenaran yang tergantung
sepenuhnya kepada kemampuan daya nalar manusia.
Filsafat
merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagitercapainya pelaksanaan dan
tujuan pendidikan. Jadi filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaa-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang
merupakan penerapan analisa filosofis dalam lapangan pendidikan.
C.
AGAMA
Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan
kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan
ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut.
Kata
"agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti
"tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah
religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut
Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang
alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung: Very personal nature and an
irresistible influence, I call it God. Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa
yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir, manusia berTuhan karena
manusia menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan
refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini
masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli
mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
Fredrick
Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan
yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak
ini manusia merasakan dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu
tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya,
berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.
Jika
ditinjau dari segi asalnya, maka semua agama di Bumi ini di bagi 2, yaitu :
1.
Agama Samawi (Tauhid)
Yaitu
agama yang turun dari Allah SWT yang menjadikan alam semesta dan diwahyukan
kepada Rasul-Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Yang
termasuk dalam agama samawi antara lain adalah Agama Yahudi, Agama Nasrani, dan
Agama Islam.
2.
Agama Thabi’y (A’rdhi)
Yaitu
agama yang timbul dari angan-angan khayal manusia belaka, bukan berasal dari
wahyu Ilahi. Di antara agama ardhi adalah Agama Majusi, Agama Shabi’ah.
Enam
agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen
(Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah
Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara
terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000,
Presiden
Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak
penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat
pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan
lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut
Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal
demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar
penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain
tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban
mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Sebenarnya
tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak
resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat
Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama
pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat
Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena
dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang
Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain
itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan
keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
D.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat, Ilmu, dan Agama.
Filsafat,
ilmu, dan agama memiliki sisi persamaan dan perbedaan, yaitu sebagai berikut:
1.
Persamaan
· Ketiganya mencari rumusan yang
sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya.
· Ketiganya memberikan pengertian
mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami
dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya.
· Ketiganya hendak memberikan
sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
· Ketiganya mempunyai metode dan
sistem.
· Ketiganya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia
(obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
2.
Perbedaan
· Obyek material (lapangan) filsafat
itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita).
Sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan
empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra
kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam
disiplin tertentu.
· Obyek formal (sudut pandangan)
filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala
sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu
bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu
bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan
penyatuan diri dengan realita.
· Filsafat dilaksanakan dalam suasana
pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan
ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu,
nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul
dari nilainnya.
· Filsafat memuat pertanyaan lebih
jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari,
sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai
dari tidak tahu menjadi tahu.
· Filsafat memberikan penjelasan yang
terakhar, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause) sedangkan
ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang
sekunder (secondary cause).
· Filsafat dan ilmu bersumber pada
kekuatan akal, sedangkan agama bersumber pada wahyu.
· Filsafat didahului oleh keraguan,
ilmu didahului oleh keingintahuan, sedangkan agama diawali oleh keyakinan.
E.
Kedudukan Filsafat Ilmu
Filsafat
dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani. Philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau
philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophia (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, imtelegensi). Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat dan
ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Oleh karena itu
kamu ingim mengulas tentang adanya hubungan filsafat ilmu dengan cabang ilmu
pengetahuan serta ingin mengetahui bagaimana kedudukan filsafat ilmu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, keanekaragaman dan pengelompokan ilmu
pemgetahuan, hal ini berarti bahwa kedudukan filsafat ilmu memiliki peran dalam
perkembangan ilmu pengetahuann, keanekaragaman dan pegelompokannya.
Ø Hubungan filsafat ilmu dengan cabang ilmu
pengetahuan
Pengetahuan
sebagai produk berpikir merupakan obor dan semen peradaban dimana manusia
menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna. Berbagai
peralatan dikembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan
jalan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya. Proses penemuan dan penerapan
itulah yang menghasilkan kapak dan batu zaman dulu sampai komputer zaman
sekarang. Berbagai masalah memasuki benak pemikiran manusia dalam menghadapi
kenyataan hidup sehari-hari dan beragam buah pemikiran telah dihasilkan sebagai
bagian dari sejarah kebudayaannya. Meskipun kelihatannya betapa banyak dan
keanekaragamnya buah pemikiran itu, namun pada hakekatnya upaya manusia dalam
memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni : Apakah yang
ingin kita ketahui? (ontologi) Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan?
(epismotologi) dan apakah niali pengetahuan tersebut bagi kita? (aksiologi).
Ø Hubungan filsafat ilmu dengan antropologi
Antropologi
membahas tentang segala aspek hubungan manusia. Filsafat menelaah segala yang
mungkin dipikirkan oleh manusia. Ilmu hanya maju apabila masyarakat dan
peradaban berkembang. Filsafat ilmu merupakan metode penalaran dari suatu
bidang studi, misalnya antropologi.
Ø Hubungan filsafat ilmu dengan ilmu politik
Ilmu
politik mempelajari salah satu aspek kehidupan manusia antara manusia tentang
kewanangan sehingga diperlukan analisis yang jelas dalam menelaahnya dan
menurut van Dyke polotik memenuhi syarat sebagai suatu ilmu karena memiliki
variability, systematic, generality. Selain itu ilmu polotik merupakan suatu
pengetahuan campuran yang pengembangannya bergantung pada hubungan timbal balik
dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu sehingga terjadi relevansi antara
politik dan filsafat ilmu.
Ø Kedudukan peranan filsafat ilmu dalam
pengembangan ilmu pengetahuan
Pada
dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal
memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan
kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara subtantif fungsi pengembangan
tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat
menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk
metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep
tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan
kajian yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi)
pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu , epistimologi
ilmu dan aksiologi ilmu . Dari ketiga landasan tersebut, bila dikaitkan dengan
ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan
epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu
pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki
seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada
cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah
materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang
dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria.
Sedangkan
epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan
atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dari penjelasan diatas kita
dapat mengetahui bahwa kedudukan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan terletak
pada ontologi dan epistemologinya ilmu pengetahuan tersebut. Ontologi titik
tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan
pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu
pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan
yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai
kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka mengatakan filsafat
sangat bertentangan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam.
Mengutip
apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya adalah
sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan karena pengetahuan tentang
kebenaran itu meliputi juga pengetahuan tentang Tuhan, tentang keesaan-Nya,
tentang apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk
mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian seperti itu adalah kafir, maka
sesungguhnya yang mengatakan kafir tersebutlah yang sebenarnya kafir.
Di
antara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan
filsafat dengan agama ini adalah Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah
karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan
antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama
sesungguhnya tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru
mewajibkan pemeluknya untuk belajar filsafat.
Jika
filsafat mempelajari secara kritis tentang segala wujud yang ada dan
merenungkannya sebagai petunjuk ‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan
syari’ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud
yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang
dianjurkan oleh syari’ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan
bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan
al’quran di dalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar”
(Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi))
sesungguhya lebih kepada penekanan pentingnya untuk menggunakan akal, atau
gabungan antara penalaran intelektual (filsafat) dan penalaran hukum
(syari’at).
Demikian
juga surat 185 ayat 7 yang mengatakan :
“Dan
apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang diciptakan Allah”
Juga
adalah ayat yang menganjurkan supaya manusia menggunakan akal dan penalarannya
untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at
telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan tentang alam semesta
ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melakukan penalaran yang benar
maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode
atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa
melakukan pembuktian yang demonstratif.
Ibn
Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat
untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk
mempelajari katagori-kategori hukum yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn
Rusyd menyatakan jika para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh
pengetahuan tentang penalaran hukum dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”,
maka alangkah lebih pantas jika ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya
untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang
ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya.
Bagi
mereka yang tetap ngotot mengatakan bahwa belajar filsafat tersebut adalah
bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan, “anggaplah filsafat itu bid’ah karena tidak
terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa
tidak berlaku juga bagi studi penalaran hukum (ushul al-fiqh) yang tercipta
juga setelah periode salaf.
Bagaimana
mungkin jika yang satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan
bid’ah padahal keduanya membicarakan penalaran hukum dan penalaran rasional
yang sama-sama diciptakan setelah periode salaf.
B.
Saran
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta
menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan
setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah
shallllahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu adalah wajib
bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut
ilmu adalah amalan sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad
fisabilillah karena tegaknya agama Allah adalah dengan dua perkara:
1.
Ilmu
2.
Senjata dan peperangan
Dua
perkara ini haruslah ada, tidak mungkin Agama Allah akan menang kecuali dengan
dua perkara ini.
Filsafat
menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam,
kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki
justru memaksa kita berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memberikan
isi kepada hidup kita sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Artikel:
Filsafat. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat. diakses tanggal 26 Desember
2009
Artikel:
Agama. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel.
Keutamaan Menuntut Ilmu. http://kajiansunnah.wordpress.com/ diakses tanggal 26
Desember 2009
Artikel.
Agama dan Filsafat. http://parapemikir.com/agama-dan-filsafat.html diakses
tanggal 26 Desember 2009
Koncara,
Eka L. 2008. Karya Tulis: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Purwakarta: STAI
Dr. KHEZ Muttaqien.
Qardhawi,
Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Gema Insani.
Tim
Penyusun P3B. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. DEPDIKBUD: Balai Pustaka.
Rahmat,
Jalaludin. 2004. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
�
N+i y p- �6 ent:36.0pt;background:white'>Secara terminologi, jual-beli
adalah pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu,
atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan
yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut
Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau
memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan syarat Jual
beli
a. Adanya orang-orang yang berakad
(al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal, saling ridlo antara
penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual beli
b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab
dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak
mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada
kejadian yang akan dating
c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya:
suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan, barang milik penuh penjual,barang
diketahui sipenjual dan pembeli
d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga
yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada
waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan dengan sisten barter,
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan syara’.
Riba
adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang
tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu
disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Jenis
Riba
a. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua
barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh
yang menukarkan
b. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu
dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami
c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat
aqad jual-beli sebelum serah terima.
d. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua
barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya
disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan
DAFTAR
PUSTAKA
Sabiq,
sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad,
aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid,
Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan,
Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar,
Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus