Makalah Beberapa Kasus Pencemaran Lingkungan
Tuesday, November 22, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir
seluruh media massa nasional pada minggu ketiga dan keempat Juli 2004 menulis
mengenai penderitaan warga Teluk Buyat. Nama Buyat mencuat setelah munculnya
keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa
Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit
yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang.
Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga
berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa
Raya (NMR).
Akibat
kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),
ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton
tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat
yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah
tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan
perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen,
lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan
kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa
Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis yang
merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut
sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan
tailing yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan
meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat
mengantungkan hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali
kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui
ikan-ikan yang telah dikonsumsikan karena dampak pencemaran ini secara ekologi
akan melintasi wilayah administrasi suatu wilayah.
Pencemaran
logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah
jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu
sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak
melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
B. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah mengetahui proses terjadinya pencemaran di
Teluk Buyat, penyebab dan penanggulangan yang dilakukian dalam mengatasi
musibah lingkungan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Minamata Di Teluk Buyat
Penyakit
minamata merupakan penyakit yang muncul pertama kali di daerah Minamata,
Jepang. Penyakit ini diakibatkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat
khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (Sn). Logam yang sudah
mencemari lingkungan akan bersifat bioakumulatif, artinya kadar logam berat
akan semakin meningkat pada konsumen tingkat tinggi pada rantai makanan.
Peristiwa yang sama juga terjadi di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Gejala
penyakit yang timbul antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat,
persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang paling mengejutkan adalah
munculnya benjolan pada bagian tubuh tertentu. Benjolan dialami oleh banyak
warga dewasa termasuk anak-anak.
Beberapa
perempuan mengalami keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan,
kelahiran anak yang cacat, dan ada beberapa ibu yang menyusui bayinya dengan
sebelah payudara saja, Karena yang sebelahnya ada benjolan. Kesehatan
reproduksi perempuan secara umum mengalami penurunan kualitas secara drastis.
B. Peristiwa Teluk Buyat
Teluk
Buyat yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara adalah lokasi pembuangan limbah
tailing atau lumpur sisa tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Kelompok-kelompok sipil menuduh bahwa Newmont telah membuang 5,5 juta ton merkuri
dan arsenik-sarat limbah ke teluk selama 8 tahun masa operasinya. Newmont telah
membantah tuduhan tetapi mengakui melepaskan 17 ton limbah merkuri ke udara dan
16 ton ke dalam air selama lima tahun, jumlah yang dikatakan jauh di bawah
standar emisi di Indonesia. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih
tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan
Sulut, R.L.E Mamesah, alat ini sengaja dipasang untuk menarik emas yang
terbungkus mineral lain, terutama merkuri yang memang sudah ada di alam.
Proses
ekstraksi emas pada badan bijih yang ditambang menghasilkan limbah halus atau
tailing. Metode pelepasan emas ini menggunakan senyawa sianida. Adapun beberapa
jenis logam berat yang ikut terangkat dari perut bumi adalah Hg (merkuri), As
(Arsen), Cd (Cadmium), Pb (timah) dan emas itu sendiri. Dari proses pengolahan
tersebut tentu saja hanya bijih emas yang diambil, dan logam berat yang lain
tentu saja dialirkan menjadi limbah halus melalui pipa tailing ke Teluk Buyat.
Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT
NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor
itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter.
Penyebabnya
terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat
kuatnya tekanan air. Agar saluran dapat berfungsi dengan baik dan dibersihkan
pipa limbah di isi dengan air bor dan diberi tekanan udara. Kerugian yang di
derita oleh perusahaan yang diperkirakan USS 4,9 juta – (Rp. 52 Miliar), namun
tidak pernah menyentil sama sekali apa akibat bocornya pipa tersebut terhadap
kelangsungan kehidupan biota laut dan manusia yang ada di sekeliling pipa bocor
tersebut. Hasil kajian kelayakan pembuangan limbah tailing ke Teluk Buyat yang
dilaksanakan oleh PPLH-SA dan Universitas Sam Ratulangi tahun 1999 menyatakan
Beberapa ancaman limbah tambang yang dibuang ke dasar laut sebagai berikut:
(1) Limbah lumpur di dasar perairan akan
memberikan dampak buruk bagi organisme benthos dan jenis biota laut lainnya,
(2) Elemen kimia toksik seperti arsen, cadmium,
merkuri, lead, nikel dan sianida dapat merusak ekosistem laut. Lebih berbahaya
elemen-lemen kimia yang bersifat karsinogenik terakumulasi dalam rantai makanan
yang akhirnya tiba pada manusia.
Penempatan
limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk
bathimetri perairan Teluk Buyat, dimana dari hasil pengukuran ketebalan
sendimen diperoleh bahwa telah terjadi tumpukan deposisi limbah tailing pada
kedalaman 80-90 meter atau di sekitar Anus Pipa Buangan terdapat limbah tailing
setebal 10 meter. Limbah Tailing yang terdeposisi memenuhi hampir semua tempat
di dasar laut mulai dari kedalaman > 60 meter ini berarti telah terjadi
selisih kedalaman 10 meter. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar
ke tempat lain.
Perairan
Teluk Buyat dalam kurun 1997 – 1999 yaitu dari 5 derajat (8,9%) menjadi 2,2
derajat (3,8%) atau telah mengalami perubahan kemiringan lerengnya. Melihat
kemiringan bentang lahan perairan Teluk Buyat menunjukkan bahwa lokasi tidak
layak untuk dilewati pipa pembuangan limbah tailing memiliki kriteria
kemiringan sebesar 10-20 derajat (Kuntjoro, 1999).
Pipa
pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82
meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya
partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif
perairan di teluk Buyat. Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran konsentrasi
logam Arsen (As) di sendimen di tiga lokasi yaitu: Teluk Totok, Teluk Buyat dan
P. Kumeke-Kotabunan sudah berada di di atas ambang batas Baku Mutu Air Laut
untuk Biota Laut (budidaya perikanan) Kep.02/MENKLH/1988 dimana nilai ambang
batasnya adalah <0,01 ppm. Dan hasil pengukuran yang diperoleh dapat dilihat
bahwa logam Arsen (As) sudah tersebar sampai dengan radius 3,6 km (P.
Kumeke-Kotabunan) dari lokasi mulut pipa buangan limbah tailing. Hal ini dapat
dilihat dengan tingginya konsentrasi logam Arsen di lokasi ini.
Dengan
berubahnya kemiringan bentang lahan di perairan di Teluk Buyat dan melihat
hasil pengukuran dengan logam Arsen di tiga lokasi pengambilan contoh air,
sedimen dan biota, mengindikasikan adanya transportasi partikel-partikel
tailing pada kedalaman 20 meter. Dan hasil pengukuran yang dilakukan pada 10
ekor ikan diperoleh bahwa hati dan perut ikan adalah target organ yang
mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,777-51,365 ppb,
konsentrasi logam besi terakumulasi paling banyak pada daging ikan yaitu
sekitar 1,03 – 1,86 ppm sedangkan hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi
logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran konsentrasi logam
berat (Arsen, Cadmium dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dari
perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat
tersebut. Air raksa (mercury), Cadmium (Cd), Arsen (As) adalah jenis logam yang
apabila terkonsumsi oleh manusia pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan
efek terhadap kesehatan.
Untuk
mengetahui sejauh mana kontaminasi/pencemaran material B3 (khususnya Hg dan As)
yang terkandung dalam Tailing PT NMR yang dibuang ke laut, tahun 2000, Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi Sulut) melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap 20
orang warga Buyat Pante. Hasil pengukuran konsentrasi arsenic dan mercury dalam
darah 20 orang warga Buyat Pante oleh speciality Laboratories dibawah tanggung
jawab James B Peter MD PhD, diperoleh bahwa dari 20 orang yang diambil
darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas
reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama
dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100 mcg/L.
C. Pembuangan Limbah Tailing Ke Laut
Tailing
merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih
logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah
yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam satu ton tanah yang
mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni. Dapat dibayangkan,
akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan
penanganan lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut.
Tailing
tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam
berat lainnya yang tidak ekonomis untuk diekstraksi dari kawasan pertambangan
tersebut, seperti aluminium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya
logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam
tailing, namun volume tailing yang sangat besar menjadikan kuantitas yang ada
akan cukup besar, serta dapat memberikan dampak negatif jika dibuang tanpa
pengolahan yang tepat sebelumnya.
Merkuri
dan arsen berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses
pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik digunakan sebagai
bahan tambahan untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam
kadar yang lebih tinggi. Namun setelah emas terikat pada arsen, dilakukan
proses pemanggangan bijih emas yang terikat arsen.
Saat
proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi konsentrasi
arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil pemanggangan
dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali pencemaran
udara. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih membutuhkan
penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke laut bersama sisa tailing yang ada.
Senyawa
merkuri juga digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan
emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas
akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan
tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan menggunakan fabric filter.
Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah
lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing juga
harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri
tidak akan pernah mencapai 100 %.
Pembuangan
limbah tailing ke laut (Sub Marine Tailing Disposal) dimulai di Teluk Buyat,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada bulan Maret 1996. Ketika pertama kali
tailing dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai,
beberapa perisitiwa yang merugikan masyarakat setempat terjadi. Rangkaian
peristiwa matinya ikan-ikan terjadi setelah Maret 1996 tailing (limbah lumpur
tambang) dialirkan ke laut. Penduduk juga melihat bahwa laut semakin keruh dan
ikan-ikan sulit didapat. Nener (benih bandeng) hilang dan ikan tangkapan sejak
tahun 1997 tinggal 13 jenis ikan saja (hasil pemetaan partisipatif masyarakat
dan Walhi Sulut, 2000).
D. Penelitian Terkait Peristiwa Teluk Buyat
Penelitian
pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan Tim Independen.
Penelitian ini dibiayai oleh PT. NMR. Hasil penelitian tersebut, yang
diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam berbahaya pada sedimen,
plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR menolak hasil tersebut dan menyatakan
metodologi penelitian tersebut tidak valid dan kurang memadainya peralatan
laboratoriun di Universitas Sam Ratulangi. PT.NMR dan Pemda Sulawesi Utara
menginisiasi penelitian klarifikasi dan menamakan sebagai Tim Terpadu.
Beberapa
penelitian yang dilakukan sejak 1999 hingga 2004 kini, antara lain:
1. Logam Berbahaya pada Sedimen dan Ikan
Laporan
Tim Independen (1999), Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing, penelitian
WALHI-Dr.Joko Purwanto (2002), dan laporan Pusarpedal-KLH (2004) menunjukkan
pada organ ikan (daging, hati dan perut) telah tercemar logam berat, khususnya
Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (CN). Penelitian-penelitian tersebut
diatas, ditambah laporan penelitian Evan Edinger,dkk (2004), laporan Survey
P2O-LIPI (2001), dan laporan Tim Terpadu (2000) menunjukkan bahwa beberapa
jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat.
Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa
tailing. Ddibandingkan dengan Teluk Buyat, konsentrasi logam-logam berat
tersebut di Perairan Totok relatif lebih rendah kecuali untuk logam merkuri
(Hg).
a.
Logam Berbahaya Pada Ikan di Perairan Buyat
Pada
laporan salah satu analisa dokumen RKL/RPL oleh Bapedal/KLH ditemukan sampel
ikan Lamontu yang mengandung 22,7 mg/kg arsen, ikan kapas-kapas yang mengandung
5,33 mg/kg merkuri (toleransi WHO 30 mcg/kg). Berdasarkan Kajian Kelayakan
Pembuangan Tailing Ke Laut (PPLH-SA Unsrat dan Bapedal) menemukan pada 10 ekor
ikan sampel yang dianalisa, diperoleh hati dan perut ikan merupakan organ yang
mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,772 ppb – 5,1365 ppb,
konsentrasi logam besi (Fe) terakumulasi paling banyak pada daging ikan, yaitu
sekitar 1,03 – 1,86 ppm, sedangkan pada hati dan perut ikan diperoleh
konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran
konsentrasi logam berat (Arsen, Kadmiun, dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang
ditangkap dan perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga
logam berat tersebut.
Hasil
riset Penelitian WALHI- Dr. Joko Purwanto (2002) menemukan dampak penambangan
di hulu aliran sungai Buyat dan penempatan tailing PT.NMR di Teluk Buyat telah
merubah kondisi ekosistem perairan Teluk Buyat. Distribusi komunitas hewan
benthos, zooplankton, dan fitoplankton menjadi tidak normal (dilihat dari
analisa log normal). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Buyat telah tidak sehat
lagi bagi ekosistem perairannya atau telah terjadi penurunan kualitas
lingkungan/ pencemaran lingkungan yang berat.
Hasil
riset juga menunjukkan bahwa penambangan rakyat yang telah terhenti sejak 10
tahun lalu merubah ekosistem perairan Teluk Ratatotok. Distribusi hewan benthos
(dasar laut) menjadi tidak normal sedangkan bagi zooplankton dan fitoplankton
masih bersifat distribusi normal.
Dari
hasil kajian perbandingan kualitas biodiversitas perairan antara wilayah Teluk
Buyat dan Teluk Ratatotok diambil kesimpulan bahwa dasar perairan Teluk Buyat
mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan dengan Teluk Ratatotok.
Kajian
toksisitas Sianida (CN) dan Kadmium (cd) pada biota laut menujukkan biota laut
di Teluk Buyat (lokasi pembuangan tailing) menerima paparan (tercemar) lebih
berat dibandingkan dengan di Teluk Ratatotok (lokasi bekas tambang rakyat).
b.
Logam Berbahaya Pada Sedimen
Dari
laporan sejumlah penelitian ditemukan konsentrasi beberapa logam berbahaya,
diantaranya As, Hg, Sb, Mn dan Siandia (CN) di Perairan Teluk Buyat relatif
lebih tinggi dibandingkan perairan lain. Konsentrasi tertinggi umunya ditemukan
di sekitar pipa tailing hingga radius sekitar 1 kilometer (sebanding dengan
radius sebaran gundukan tailing yang dilaporkan). Logam As, dan Hg pada
beberapa penelitian dibawah berada pada konsentrasi yang cukup
mengkhawatirkan.Konsentrasi Mangan (Mn) di mulut pipa tailing 3 kali lipat
rata-rata diperairan (P2O LIPI, 2001).
Dari
beberapa data hasil penelitian, Pusarpedal-LH (2003) berkesimpulan bahwa
konsentrasi logam berat dalam sedimen di lokasi pembuangan tailing relatif
cukup tinggi, khususnya merkuri (Hg) dan Arsen (As). Hal ini dimungkinkan
karena keberadaan kedua logam tersebut sudah ada di alam dan dengan adanya
proses ekstraksi maka merkuri maupun arsen akan terlarut dalam proses
pelindian, yang selanjutnya di proses detoksifikasi membentuk endapan HgS dan terakumulasi
di dalam sedimen, sehingga kadar logam tersebut di sekitar daerah pembuangan
taliling relatif cukup tinggi.
Laporan
penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002) Pada 3 wilayah dampak (Teluk Buyat,
Sungai Buyat Hilir dan Teluk Totok) menyebutkan senyawa Sianida (CN) pada
sedimen keseluruhan wilayah dampak telah melampaui ambang batas toleransi (2-4
kali atau 200%-400%). Sianida (Cn) yang bersifat toksik penyebarannya tertinggi
di wilayah Sungai Buyat dan kemudian di wilayah mulut pipa tailing dan wilayah
Totok (Sungai dan Teluk Totok). Keberadaan Cn juga ditemukan pada tubuh sampel
hewan laut dasar (cacing laut, crustacea) yang hidup di ketiga wilayah sampel
tersebut. Penemuan Cn pada sedimen yang cukup tinggi dan juga pada hewan laut
bertolak belakang dengan pernyataan PT.Newmont dalam studi AMDAL. Disebutkan
dalam studi AMDAL bahwa Sianida akan menguap dengan adanya penetrasi cahaya
matahari dan tidak akan diakumulasi oleh hewan laut.
Yang
juga menarik pada hasil penelitian ini adalah ditemukannya Cn pada sedimen di
titik-titik sampel di Sungai Totok Hilir dan Sungai Buyat Hilir. Dapat diduga
bahwa telah terjadi rembesan atau aliran permukaan senyawa Sianida Cn ke sungai
Buyat Hilir dan Sungai Totok Hilir. Cn merupakan senyawa yang tidak terdapat secara
alami dan identik digunakan dalam proses pemisahaan emas PT.NMR.
Konsentrasi
logam berbahaya (Hg, As, Cd) pada sebagian titik sampel telah melewati ambang
batas dan sebagian lain masih mendekati atau di bawah ambang batas. Secara
umum, logam berbahaya Cadmium (Cd), Raksa (Hg), dan Arsen (As) pada ketiga
wilayah dampak rata-rata mendekati baku mutu. Wilayah Ratatotok mempunyai kadar
Cd yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Sebaliknya, willayah Teluk Buyat
sepanjang pipa tailing mempunyai kadar Hg lebih tinggi dibanding di Teluk Totok
dan Sungai Buyat Hilir. Logam Arsenik (As) dan Raksa (Hg) memiliki kesamaan
pola penyebaran. Konsentrasi As dan Hg relatif lebih tinggi ditemukan di
wilayah Sungai dan Teluk Buyat dibanding perairan Totok.
2. Penelitian Heavy Metal Contamination Of
Reef Sediment
Dari
hubungan antar logam ditunjukkan bahwa logam Arsenik (As) dan Antimon (Sb)
merupakan indikator yang tepat atas sedimen tailing, sementara Copper (Co),
Cobalt (Co), dan Chrome (Cr) indikator yang konsisten dari sedimen fluvial
(sedimen pada sungai). Sedimen tailing memiliki konsentrasi yang sangat tinggi
pada dua logam ini, > 660 ppm As, dan > 550 ppm Sb. Konsentrasi merkuri
(Hg) memiliki dua puncak konsentrasi tertinggi –satu di ujung pipa tailing (stasiun
BY 001, sekitar 5 ppm), dan satu di sedimen lumpur Teluk Totok (stasiun BY 013,
sekitar 10 ppm). Iron(Fe), Titanium (Ti) dan Mangan (Mn) paling banyak
ditemukan di keseluruhan stasiun pengamatan.
Rasio
antar logam menunjukkan sejumlah lokasi karang di Teluk Buyat mengandung
sedimentasi dari tailing dengan jumlah yang signifikan. Beberapa lokasi terumbu
karang ini memiliki kandungan siliciclastic yang relatif rendah pada
sedimennya, mengindikasikan bahwa hampir keseluruhan fraksi non-carbonate pada
sedimen berasal dari tailing, dan bukan dari sedimen fluvial.
Mayoritas
laporan penelitian tersebut menemukan konsentrasi tertinggi sejumlah logam
berat, --terutama As, Sb, Mn, Hg dan senyawa Sianida secara konsisten ditemukan
di sekitar pipa tailing di Teluk Buyat. Penelitian Evan Edinger,dkk menunjukkan
konsentrasi As dan Sb yang tertinggi berada di dekat mulut pipa. Logam As dan
Sb merupakan logam perunut (metal tracers) yang konsisten sebagai indikator
sedimen tailing. Khusus untuk logam merkuri (Hg), penelitian ini menemukan
konsentrasi tertinggi terletak pada 2 lokasi, yakni di dekat mulut pipa tailing
di Teluk Buyat dan di muara Sungai Totok.
Penelitian
Pusarpedal-LH menemukan konsentrasi tertinggi logam Antimon (Sb) dan Arsen
tertinggi berada di Perairan Teluk Buyat (stasiun C sekitar 1 kilometer depan
pipa tailing dan BB6 di laut luar sekitar 3 kilometer depan Teluk Buyat).
Konsentrasi kedua logam tersebut (As, dan Sb) di Perairan Totok relatif lebih
rendah dibanding di Teluk Buyat.
Pemantauan
Pusarpedal-KLH juga menemukan konsentrasi Hg, baik di sedimen dan air, di
wilayah Teluk Buyat lebih tinggi dibandingkan di Teluk Totok. Konsentrasi Hg
yang lebih tinggi di Perairan Buyat dibandingkan Perairan Totok juga
ditunjukkan oleh laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002).
Konsentrasi
Sianida yang tinggi di Teluk Buyat, dan Sungai Buyat berasal dari aktivitas
PT.Newmont Minahasa Raya, baik melalui pipa tailing maupun rembesan di darat
(lokasi tambang). Sumber Sianida (CN) juga berasal dari rembesan di darat (tambang
NMR) diidarat diindikasikan dari konsentrasi Sianida yang relatif tinggi di
Sungai Buyat dan juga Sungai Totok.
E. Tindak Lanjut Permasalahan Teluk Buyat
Dengan
Merebaknya dugaan pencemaran logam-logam berat perairan Teluk Buyat di Minahasa
Selatan Sulawesi Utara di berbagai media massa, Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) dan para stakeholder perlu mengambil langkah-langkah yang tepat dengan
penekanan pada prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam
penanganan kasus ini. Beberapa langkah penanganan yang harus segera dilakukan
adalah:
1. Departemen Kesehatan menentukan jenis
penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu
pencegahan.
2. Membentuk tim untuk melakukan
penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini
beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan
tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama dengan Tim
Independen ditingkat Daerah.
3. 3.Memberikan informasi kepada masyarakat
secara terus menerus
4. Penegakan hukum terhadap pihak yang
melanggar.
Dari
kajian hukum yang dilakukan diperoleh cukup bukti bahwa PT NMR melakukan
beberapa pelanggaran perizinan:
1. pelanggaran terhadap syarat izin usaha yang
diindikasikan dengan pelanggaran terhadap RKL/RPL,
2. pelanggaran terhadap izin pengelolaan
tailing sebagai limbah B3,
3. pelanggaran atas izin pembuangan limbah
tambang (dumping tailing)
ke
laut dan pelanggaran itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana
sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang
tidak kalah penting, karena perbuatan pidana tersebut dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korporasi maka penyidikannya harus diarahkan kepada
tindak pidana korporasi dan penambahan sanksi tata tertib sebagaimana diatur
dalam pasal 47 UU No. 23/1997, yaitu dengan memasukkan kewajiban clean-up (atas
Teluk Buyat), dan pemantauan selama 30 tahun sebagai bagian dari sanksi
peraturan tersebut.
Berdasarkan
fakta-fakta di atas, tim teknis merekomendasikan; pembuangan tailing adalah
ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu,
berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan
limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia. Selain itu juga upaya
relokasi terhadap warga Teluk Buyat karena lautnya tercemar dan ikannya tidak
layak dimakan, juga kondisi udaranya buruk dan air minum yang dipasok Newmont
pun telah tercemar.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Penyakit yang dialami masyarakat di
wilayah Teluk Buyat memiliki gejala yang sama dengan peristiwa di Minamata,
Jepang yaitu penyakit minamata yang disebabkan tercemarnya lingkungan oleh
logam-logam berat. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini antara lain: Mual,
pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, muncul
benjolan pada bagian tubuh tertentu, keguguran berulang-ulang pada usia
kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat.
b. Pencemaran di Teluk Buyat terjadi karena
adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan tanah yang
tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih
tembaga
c. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat
pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998
warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT
NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada
sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran
pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Penempatan
limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk
bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan
menyebar ke tempat lain.
d. Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR
berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah
menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta
ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat.
e. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah memiliki
konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1
orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk
arsen adalah <100 mcg/L.
f. Dari berbagai penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam
konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya
As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing
g. Selain akibat pembuangan tailing oleh PT.
NMR, kegiatan penambangan liar di sekitar Teluk Buyat juga memberi kontribusi
yang besar tercemarnya Teluk Buyat.
h. Tim teknis merekomendasikan pembuangan
tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di
samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan
pembuangan limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia.
B. Saran
Kerjasama
dengan penuh rasa tanggung jawab dari semua pihak sangat diperlukan dalam
menghadapi hal ini. Kesehatan manusia dan lingkungan merupakan prioritas utama
dari penanganan yang dilakukan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah agar
penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak tergesa-gesa.
Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan membuat kepanikan dan semakin
memberatkan penderita.
DAFTAR
PUSTAKA
Jull
Takaliuang, 2004, Perkembangan Kasus Buyat, http://www.buyatdisease.com/berita/13.php,
16 Februari 2010.
Harry
Bhaskara, 2005, Apakah ada pelajaran untuk belajar dari kasus pertambangan
Buyat?, http://www.minesandcommunities.org/article.php, 16 februari 2010.
Jalal,
2009, Teluk Buyat, Lima Tahun Kemudian,
http://www.csrindonesia.com/data/articles/20090804141607-a.pdf, 16 Februari
2010.
Jull
Takaliuang, 2004, http://www.buyatdisease.com/penyakit/index.htm,
http://www.buyatdisease.com/penyebab/index.htm,danhttp://www.buyatdisease.com/penyakit/manusia.htm,
17 Februari 2010.