KEKUASAAN DALAM LEMBAGA TINGGI NEGARA
Tuesday, November 1, 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Lembaga
Negara Dalam Sistem ketatanegaraan
Pemisahan kekuasaan merupakan konsep pemerintahan yang kini
banyak dianut diberbagai negara di berbagai belahan dunia. Konsep dasarnya
adalah kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur
kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang
berbeda. Konsep ini bertujuan agar semua tugas atau kekuasaan tidak hanya
dilimpahkan pada suatu kekuasaan tertinggi di suatu negara, melainkan kekuasaan
tersebut dibagi lagi kedalam beberapa lembaga lembaga yang terorganisir dalam
sebuah struktur pemisahan kekuasaan.Salah satu yang mendasari pemisahan
kekuasaan dalam suatu negara adalah menghindari suatu pihak yang berkuasa untuk
menyalahgunakan kekuasaan yang telah diberikan. Lembaga negara merupakan
lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan
kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Secara keseluruhan UUD 1945
sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR
sebagai lembaga tertinggi negara; DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai
lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan, lembaga negara berdasarkan
ketentuan UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa
mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.
UUD 1945 mengejawantahkan prinisip kedaulatan yang tercermin
dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat pengaturan kedaulatan
hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian
kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan
rakyat, dan hubungan antar Negara RI dengan negara luar dalam konteks
hubungan internasional.
Untuk mengetahui bagaimana proses penyelenggaraan negara
menurut UUD, maka Prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan perlu dicermati
karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar
lembaga negara. Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan
kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada pergeseran
kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antar lembaga
negara adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat
yang semula ditangan MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD.
Dengan perubahan tersebut, jelas bahwa UUD yang menjadi
pemegang kedaulatan rakyat dalam prakteknya dibagikan pada lembaga-lembaga
dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang legislatif terdapat
DPR dan DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang
dipilih oleh rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, dan Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun
demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat kedudukan dan
hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan
tujuan dalam penyelenggaraan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan
Fungsi & Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kuat, ini
ditegaskan dalam perubahan UUD 1945 tercantum dalam Pasal 7C yang menyebutkan "Presiden
tidak dapat membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat” Hal ini
sesuai dengan prinsip presidensial sebagi sistem pemerintahan Indonesia yang
dipertahankan dan lebih disempurnakan dalam perubahan UUD 1945. Presiden dan
DPR dipilih langsung oleh rakyat, sehingga keduanya
memiliki
legitimasi yang sama dan kuat serta masing-masing tidak bisa saling
menjatuhkan. Kedudukan Fungsi
Wewenang DPR Dewan Perwakilan Rakyat Selain ditentukan
dalam UUD 1945 dan perubahannya, ketentuan
fungsi dan wewenang DPR juga
diatur dalam Tata
Tertib
DPR NO. 16/ DPR RI/1/1999-2000 dalam Pasal 4, disebutkan Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap :
(Lihat
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 1999-2000)
1.
Pelaksanaan UU
2.
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
3.
Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan ketetapan MPR
Kemudian untuk melaksanakan tugas dan wewenang DPR tersebut sebagai
mana di maksud dalam pasal 4 ayat (1),
DPR dalam pasal 10 Tata Tertib DPR mempunyai
beberapa hak, yaitu :
·
Meminta keterangan kepada presiden
·
Mengadakan penyelidikan
·
Mengadakan perubahan terhadap rancangan
Undang-Undang
·
Mengajukan pernyataan pendapat
·
Mengajukan rancangan Undang-Undang
·
Mengajukan mengajurkan seseorang untuk
jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu peraturan Perundangundangan
·
Menentukan anggaran DPR
·
Memanggil seseorang
Selain dari Tata Tertib DPR NO. 16/DPR
RI/1/1999-2000 yang lebih lanjut mengatur tugas dan wewenang DPR, serta hak-hak
yang dimiliki oleh DPR, hal serupa juga terdapat dalam UU NO. 4 Tahun 1999
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, yang dapat dilihat pada Pasal
33 ayat (2), yakni sebagai berikut:
(Lihat
UU No. 4 Tahun 1999 Tentang Susunandan Kedudukan MPR, DPR, DPRD)
Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai tugas dan wewenang :
·
Bersama-sama dengan presiden membuat UU
·
Bersama-sama dengan presiden menetapkan
APBN
·
Melaksanakan pengawasan terhadap:
·
Pelaksanaan undang-undang
·
Pelaksanaan APBN
·
Kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa
UUD 1945 dan ketetapan MPR
·
Membahas hasil pemeriksaan atas
pertanggung jawaban keuangan negara yang diberitahukan Badan Pemeriksa Keuangan,
yang disampaikan dalam rapat paripurna DPR, untuk dipergunakan sebagai
pengawasan
·
Membahas untuk meratifikasi dan/atau
memberi persetujuan atas pernyataan perang serta pembuatan perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh presiden
·
Menampung dan menindak lanjuti aspirasi
dan pengaduan masyarakat
·
Melaksanakan hal-hal yang ditegaskan
oleh ketetapan MPR dan/atau undang-undang kepada DPR
Kemudian dalam ayat (3) pada Pasal yang sama dan
Undang-Undang yang sama menyebutkan, bahwa :
Untuk
melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagimana dimaksud dalam ayat (20), DPR
mempunyai beberapa hak :
·
Meminta keterangan kepada presiden
·
Mengadakan penyelidikan
·
Mengadakan perubahan atas Rancangan
Undang-Undang
·
Mengajukan pernyataan pendapat
·
Mengajukan Rancangan Undang-Undang
·
Mengajukan/menganjurkan seseorang untuk
jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu peraturan
·
Perundang-undangan
·
Menentukan anggota DPR
Dengan fungsi, tugas dan wewenang serta hak yang
dimiliki oleh DPR sebagai mana diatur dalam Pasal 20A UUD 1945, Pasal 4 dan 10
peraturan Tata Tertib DPR No. 16/DPR RI/1/1999-2000 dan pasal 33 ayat (2) dan
(3) UU No.4 Tahun 1999, maka sebagai bentuk tanggung jawab sebagai wakil
rakyat, DPR senantiasa dapat melakukan atau selalu mengawasi penyelenggaraan
pemerintah.
B.
Analisis
& Pendapat Beberapa Ahli
Kemudian apabila kita analisis dari sekian banyak
pasal-pasal dalam UUD setelah perubahan yang menyangkut mengenai tugas pokok
dari Dewan Perwakilan Rakyat, juga dalam UU No.4 Tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPRD, dipertegas lagi oleh Tata Tertib DPR No.
16/DPR/RI/l999-2000. dari wewenang dan tugas DPR diatas maka dapat dirumuskan
bahwa DPR mempunyai tugas pokok sebagi berikut :
1.
Fungsi di bidang pembuatan Undang-Undang (legislasi).
2.
Fungsi di bidang anggaran (bageter).
3.
Fungsi di bidang pengawasan.
Berikut peran Dewan Perwakilan Rakyat dalam ketiga
fungsinya tersebut disertai dengan perubahan-perubahan yang
dilakukan.
1. Fungsi
DPR di Bidang Pembuatan Undang-Undang (Legislasi)
Salah satu pilar
pemerintah yang demokratis adalah menjunjung tinggi supermasi hukum. Supermasi
hukum dapat terwujud apabila di dukung oleh perangkat peraturan
Perundang-undangan yang dihasilkan melalui proses legislasi. Oleh karena itu,
fungsi legislasi DPR dalam proses demokrasi sangatlah penting. Menurut
ketentuan konstitusi rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dibahas di DPR
dapat berasal dari pemerintah dan dapat pula berasal dari DPR sebagai RUU usul
inisiatif. Untuk masa yang akan datang jumlah RUU yang berasal dari inisiatif
DPR diharapkan akan semakin banyak.
Hal ini
merupakan bagian penting dari komitmen reformasi hukum nasional dan pemberian
peran yang lebih besar kepada DPR secara konstitusional dalam pembuatan undang-undang.
Peningkatan peran tersebut merupakan hasil dari perubahan UUD 1945. dalam
naskah asli UUD 1945 hak membuat undang-undang berada pada Presiden
"Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang" (Pasal 5 ayat
1). Dari hasil perubahan hak tersebut bergeser dari Presiden kepada DPR dan
rumusan tersebut dituangkan dalam perubahan UUD 1945 dalam Pasal 20 ayat (1) menyebutkan
"DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang".
Namun demikian
kinerja dan produktifitas DPR dalam pembuatan undang-undang dirasakan masih
kurang. Tercatat rancangan undang-undang yang dibahas di DPR Sebagian besar
berasal dari pemerintah, sedangkan RUU usul inisiatif DPR sangat lah minim
sekali. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja dalam bidang legislasi
sebaiknya DPR tidak terjebak pada fungsi pengawasan saja yang pada akhirnya
menelantarkan fungsi legislasi.
2. Fungsi
DPR di Bidang Anggaran (Budgeter)
Untuk
menjalankan fungsi pokok Dewan Perwakilan Rakyat di bidang anggaran diatur dalam
Pasal 23 perubahan UUD 1945. Ditegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) ditetapkan tiap tahun dengan undangundang. Kedudukan DPR dalam
APBN sangatlah kuat, karena apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran
yang diusulkan oleh pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun
lalu.(Dahlan Tahib. DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Libertty,
Yogyakarta, 2000, hlm 96)
3. Fungsi
DPR di Bidang Pengawasan.
Tidaklah
berlebihan, apabila rakyat Indonesia di semua tinggkatan memprediksikan potret
DPR di era reformasi ini mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perubahan
UUD 1945 telah menggeser pradigma dari exsecutive heavy menjadi legislative
heavy. Pada dasa warsa yang lalu, peraktek ketatanegaraan lebih di dominasi
oleh peran eksekutif atau pemerintah.
Terlebih dominasi
kekuasaan eksekutif pada waktu itu mendapat legitimasi secara konstitusional,
hal ini terlihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 sebelum diadakan perubahan.(Y.
Hartono, Artikel, SI: Dari Supermasi Eksekutif ke Supermasi Legislatif ?, www.
google. com) Pada Pasal 4 ayat (1) naskah asli UUD 1945 menyatakan
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar". Begitu pula kalau dilihat penjelasan umum angka IV
ditegaskan bahwa " Dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat Presiden ialah
penyelenggara pemerintahan tertinggi.
Dalam
menjalankan Pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan
Presiden (comentration of power and responsibility upon the president)(Dahlan
Thaib Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, UUP AMP YKPN, Yogyakarta, 1990, hlm 79)
Kemudian Pasal 5 ayat (1) Presiden membentuk undang-undang bersama DPR,
Presiden juga dapat menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan
Undang-Undang (Pasal 5 ayat 2). Menurut pasal 10 Presiden memegang kekuasaan
tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pasal 11
Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain, dengan persetujuan DPR. Sedangkan Pasal 12 disebutkan Presiden dapat
menyatakan keadaan bahaya menurut sarat-sarat yang ditetapkan undang-undang.
Pasal 13 Presiden mengangkat duta dan konsul, serta pada Pasal 14 Presiden
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasai. Dan Pasal 15 disebutkan Presiden memberi
gelar, tanda jasa dan lain-lain.(Lihat Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan
Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977, hlm 199-200) Dominasi kekuasaan
eksekutif semakin bertambah ketika dengan kekuasaanya melakukan monopoli
penapsiran terhadap Pasal 7.
Penapsiran ini
menimbulkan implikasi yang sangat luas karna Presiden dapat dipilih kembali
untuk masa yang tidak terbatas.(Y.Hartono, Op Cit) Dengan diadakan perubahan
terhadap UUD 1945 kini peran itu mulai bergeser dan berubah. Meskipun Presiden
masih memegang kekuasaan pemerintah, tetapi dengan adanya pergeseran ini,
Presiden tidak lagi mempunyai kekuasaan di bidang legislasi, sebab kekuasan
tersebut sekarang ada pada tangan DPR.
Pasal 20 ayat
(1) menyebutkan "Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang". Sedangkan Presiden hanya mempunyai hak mengajukan
rancangan undang-undang saja. Dalam kontek pengawasan, perubahan dan pergeseran
tersebut terlihat dengan dicantumkanya fungsi pengawasan sebagi the orginal
power DPR dalam perubahan UUD 1945 dan melalui berbagi perturan
Perundang-undangan yang dihasilkan. Pasal 20A ayat (1) DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Kemudian untuk melaksanakan
fungsinya, sebagi mana dijelaskan pada Pasal 20A ayat (2), DPR memiliki hak
anggket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat Serta pada ayat (3) pasal
yang sama setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan, hak
menyatakan usul dan berpendapat sekaligus hak imunitas.
Perubahan
UUD 1945 telah memberikan peran yang kuat kepada DPR dalam melaksanakan fungsi
pengawasan. Pengawasan yang dilakukan DPR dalam menjalankan pemerintahan,
merupakan bagian dari sistem dalam kehidupan ketatanegaraan dan kebangsaan yang
mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi. Disaat yang bersamaan situasi masyarakat
yang berkembang demikin cepat dan kepercayaan yang demikian besar untuk
menggantungkan harapan serta kepentingan-kepentingannya kepada lembaga
perwakilan, kemudian gejala demikian disambut oleh DPR sebagai salah satu
lembaga perwakilan dengan meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanan fungsi
kontrol atau pengawasan kepada pemerintah.
Pelaksanaan
fungsi pengawasan dilakukan melalui mekanisme penggunaan beberapa hak yang pada
sebelumnya tidak digunakan seperti hak interpelasi ataupun hak angket. Melalui
hak interpelasi, Presiden diminta untuk memberikan keterangan atau klarifikasi
atas kebijakannya. Sedangakan melalui hak angket, DPR melakukan penyelidikan
terhadap peryeimpangan penggunaan dana-dana yang digunakan oleh Persiden. Pengawasan
DPR juga dilakukan melalui keterlibatan DPR dalam proses pemilihan
pejabat-pejabat publik yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Perubahan
UUD 1945 dan Undang-Undang lainya.
Dalam
hal pengangkatan duta, penempatan duta negara lain, pemberian amenesti,
abolisi, Presiden harus mendengarkan pertimbangan DPR. Kemudian dalam hal
pengangkatan Dewan Gubernur Bank Indonesia (UU No.23 Tahun 1999), pengangkatan
dan pemberhentian panglima TNI (Tap MPR No. IV/MPR/2000), pengankatan dan
pemberhentian Kapolri (Tap MPR No.IV/MPR/2000).
Selanjutnya
tugas Dewan Perwakilan Rakyat dalam fungsi pengawasan lainnya adalah menindak
lanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 23E). Tugas ini merupakan
suatu bentuk sikap pro-aktif DPR untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus
penyalah gunaan keuangan negara. Pada akhirnaya peningkatan peran DPR dalam
bidang pengawasan bagian dari upaya untuk menerapkan mekanisme checks and
balances untuk menuju pemerintahan yang demokratik. Hal ini mengharuskan DPR
untuk bekerja optimal demi melaksanakan fungsi-fungsi konstitusionalnya, dengan
memanfatkan hak-haknya secara maksimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
setia lembaga dalam negara mempunyai tugas fungsi dan wewenangnya
masing-masing. Itu bertujuan untuk mempererat hubungan antar lembaga-lembaga
tersebut, serta dengan adanya aturan-aturan tentang kekuasaan para lembaga
negara tersebut yang ditegaskan dalam UUD 1945 kiranya tidak akan membuat para
pemimpin dalam lembaga-lembaga tersebut menyalahgunakan wewenang mereka.
B. Saran dan Rekomendasi
Menurut
saya, Pemerintah harus membuat kebijakan yang lebih tegas tentang
lembaga-lembaga negara kita agar pemerintahan dalam lembaga negara kita dapat
berjalan dengan baik. Misalnya dengan membuat undang-undang untuk memberikan
sanksi kepada siapa saja yang melanggar tugas dan kewajiban, serta wewenangnya
seperti yang telah ditegaskan dalam UUD agar mereka tidak menyalahgunakan
kekuasaan mereka.
Daftar pustaka
Maurice Duverger, Teori Praktek
Tata Negara, terjemahan, Pustaka Rakyat, 1962, hlm.76.
Mariam Budiardjo dan Ibrahim
Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik, Jakarta, April 1993.
Dahlan Tahib.
DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Libertty, Yogyakarta, 2000, hlm 96)
.(Y. Hartono,
Artikel, SI: Dari Supermasi Eksekutif ke Supermasi Legislatif ?, www. google.
com)
(Dahlan
Thaib Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, UUP AMP YKPN, Yogyakarta, 1990, hlm 79)
(Lihat Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1977, hlm 199-200)