MAKALAH KRITERIA HIJAB MENURUT SYARIAT
Tuesday, October 18, 2016
Jilbab bukanlah berarti merendahkan martabat wanita, melainkan meninggikannya serta melindungi kesopanan dan kesuciannya.
Jilbab yang sesuai dengan syariah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Menutup Seluruh Badan Kecuali Wajah dan Telapak Tangan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31)
Dari
syarat pertama ini, maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup
seluruh badan kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Maka, sangat
menyedihkan ketika seseorang memaksudkan dirinya memakai jilbab, tapi
dapat kita lihat rambut yang keluar baik dari bagian depan ataupun
belakang, lengan tangan yang terlihat sampai sehasta, atau leher dan
telinganya terlihat jelas sehingga menampakkan perhiasan yang seharusnya
ditutupi.
Namun
terdapat keringanan bagi wanita yang telah menopause yang tidak ingin
kawin sehingga mereka diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya,
sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 60:
“Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung)
yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan
pakaian (jilbab) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan,
dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Bijaksana.”
2. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Terdapat
hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai
laki-laki atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu
hadits yang melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits
dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita
dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud)
Dan hadist lain berbunyi:
“Allah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai kaum perempuan dan kaum perempuan yang menyeerupai kaum laki-laki”(HR. Bukhari).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kesamaan dalam perkara lahir
mengakibatkan kesamaan dan keserupaan dalam akhlak dan perbuatan.”
Dengan
menyerupai pakaian laki-laki, maka seorang wanita akan terpengaruh
dengan perangai laki-laki dimana ia akan menampakkan badannya dan
menghilangkan rasa malu yang disyari’atkan bagi wanita. Bahkan yang
berdampak parah jika sampai membawa kepada maksiat lain, yaitu terbawa
sifat kelaki-lakian, sehingga pada akhirnya menyukai sesama wanita.
3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang
termasuk ahli neraka dan beliau belum pernah melihatnya,
“Dua
kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan
cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik
karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat
(bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka
seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan
baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan
demikian.” (HR. Muslim)
Banyak
wanita muslimah yang seakan-akan berjilbab, namun pada hakekatnya tidak
berjilbab karena mereka memakai jilbab yang berbahan tipis dan
transparan.
4. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan
Sebagaimana
terdapat dalam surat An Nuur ayat 31, “…Dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya…” Ketika jilbab dan pakaian wanita dikenakan
agar aurat dan perhiasan mereka tidak nampak, maka tidak tepat ketika
menjadikan pakaian atau jilbab itu sebagai perhiasan karena tujuan awal
untuk menutupi perhiasan menjadi hilang. Banyak kesalahan yang timbul
karena poin ini terlewatkan, sehingga seseorang merasa sah-sah saja
menggunakan jilbab dan pakaian indah dengan warna-warni yang lembut
dengan motif bunga yang cantik, dihiasi dengan benang-benang emas dan
perak atau meletakkan berbagai pernak-pernik perhiasan pada jilbab
mereka.
Namun, terdapat kesalahpahaman juga bahwa jika seseorang tidak
mengenakan jilbab berwarna hitam maka berarti jilbabnya berfungsi
sebagai perhiasan. Hal ini berdasarkan beberapa atsar tentang perbuatan
para sahabat wanita di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mengenakan pakaian yang berwarna selain hitam. Salah satunya adalah
atsar dari Ibrahim An Nakhai,
“Bahwa
ia bersama Alqomah dan Al Aswad pernah mengunjungi para istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia melihat mereka mengenakan
mantel-mantel berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al
Mushannaf)
Dengan
demikian, tolak ukur sebagai perhiasan ataukah bukan adalah berdasarkan
kebiasaan (keterangan dari Syaikh Ali Al Halabi). Sehingga suatu warna
atau motif menarik perhatian pada suatu masyarakat maka itu terlarang
dan hal ini boleh jadi tidak berlaku pada masyarakat lain.
5. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan tentang wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah,
“Siapapun
perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. Tirmidzi)
“Siapapun perempuan yang memakai bakhur, maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat isya’.” (HR. Muslim)
Banyak
hadis-hadis atau riwayat-riwayat yang membahas tentang hijab, oleh
karenanya perlu kita pilah-pilah dan kelompokkan riwayat-riwayat
tersebut dalam beberapa kategori.
a. Hadis tidak diwajibkannya menutup wajah dan telapak tangan
Mas’adah
bin Ziyad menukil dari Imam Ja'far Shadiq a.s. ketika beliau ditanya
tentang perhiasan yang boleh untuk ditampakkan, Imam menjawab:”Wajah dan
telapak tangan.”[18]
Mufaddhal
bin Umar bertanya kepada Imam Shadiq a.s. tentang wanita yang meninggal
di perjalanan dan di sana tidak ada laki-laki muhrim atau wanita yang
memandikannya. Imam menjawab: “Anggota-anggota tubuh yang wajib untuk
ditayamumi hendaklah dibasuh akan tetapi tidak boleh menyentuh badannya,
dan juga tidak boleh menampakkan kecantikan yang Allah wajibkan untuk
ditutupi. Mufaddhal bertanya kembali: “Bagaimana caranya?” Imam
menjawab: “Pertama membasuh bagian dalam telapak tangan, kemudian wajah
dan bagian luar tangannya.”[19] Dari sini kita dapat memahami bahwa
tangan dan wajah bukan termasuk anggota badan yang wajib untuk ditutupi.
Ali
bin Ja'far ditanya tentang batasan seorang laki-laki dapat melihat
wanita non muhrim, Imam menjawab: “Wajah, telapak tangan dan pergelangan
tangan.”
Dalam
hadis lain juga disebutkan bahwa pada suatu hari Jabir bin Abdullah
bersama Rasulullah menuju rumah putrinya Sayyidah Fathimah. Sesampainya
di pintu rumah, Rasulullah mengucapkan salam dan meminta izin kepada
putrinya untuk masuk sambil memberitahukan bahwa dia bersama Jabir bin
Abdullah. Sayyidah Fathimah meminta beliau untuk menunggu sebentar
karena pada waktu itu beliau belum menutup rambutnya. Setelah Sayyidah
Fathimah menutup rambutnya, Rasulullah dan Jabir masuk ke rumah Sayyidah
Fathimah. Rasulullah melihat wajah putrinya pucat dan
kekuning-kuningan, kemudian bertanya mengapa hal ini terjadi. Sayyidah
Fathimah menjawab bahwa wajah pucatnya dikarenakan rasa lapar yang
menderanya. Mendengar hal itu Rasulullah langsung berdoa kepada Allah
agar menghilangkan rasa lapar yang diderita oleh putrinya.
Dari
hadis di atas kita dapat mengambil dua kesimpulan: pertama, Sayyidah
Fathimah tidak menutup wajahnya di hadapan laki-laki non muhrim. Kedua,
tidak wajib menutup wajah di hadapan laki-laki non muhrim.
b. Hadis tentang diwajibkannya berhijab di hadapan Yahudi dan Nasrani
Imam
Shadiq a.s. bersabda: “Tidak dibenarkan seorang wanita muslim
menampakkan auratnya di hadapan wanita Yahudi dan Nasrani, karena mereka
akan menceritakan ciri-ciri jasmaninya kepada suami-suami mereka.”
c. Hadis tentang ciri-ciri dan waktu hijab
Imam Shadiq a.s. bersabda: “Bukan termasuk maslahat jika wanita memakai kerudung dan baju yang tipis.”
Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib bersabda: “Selamat bagi kalian yang memakai
baju yang tebal, karena sebenarnya orang yang memakai baju yang tipis
maka imannya pun tipis.”[24]
Imam
Shadiq a.s. bersabda: “Cukuplah sebagai tolok ukur kehinaan seseorang
ketika dia memakai baju yang menyebabkan kemasyhurannya.”
Imam
Shadiq bersabda: “Rasulullah Saw selalu melarang laki-laki untuk
menyerupai wanita dan melarang wanita untuk menyerupai laki-laki dalam
segi berpakaian.”
d. Hadis tentang balasan bagi mereka yang tidak berhijab
Rasulullah
saw bersabda: “Wanita yang di neraka menggantungkan dirinya dengan
rambutnya adalah wanita yang tidak menutup rambutnya di hadapan selain
muhrim.”
Rasulullah
saw bersabda: “Dua golongan penghuni Jahanam belum pernah aku lihat.
Kelompok yang disiksa dengan sebuah pecut (menyerupai ekor sapi). Kedua
para wanita yang berbusana namun telanjang (mereka yang mengenakan baju
tipis dan transparan)...”
Dengan
melihat dan memperhatikan beberapa hadis di atas, maka jelaslah bagi
kita bahwa Allah swt telah mewajibkan hijab bagi wanita muslimah.