Makalah Xerostomia Lengkap
Wednesday, September 21, 2016
Makalah Xerostomia
MAKALAH
XEROSTOMIA (MULUT KERING)
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatnya lah kalo ini,
penulis bisa menyelesaikan makalah berjudul “Mulut Kering (Xerostomia)”.
Penulisan
makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai Mulut
Kering dan hubungannya dengan mikroorganisme. Pembaca diharapkan menjadi lebih
memahami mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan mulut kering.
Namun,
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itulah
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga
makalah ini bisa member manfaat bagi pembaca.
Makassar, 13 Mei 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar………………………………………………………………………………1
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………….2
BAB
I (PENDAHULUAN)………………………………………………………………..3
BAB
II (TINJAUAN PUSTAKA)…………………………………………………………5
BAB
III(PEMBAHASAN)…………………………………………………………………10
BAB
IV (PENUTUP)…….…………………………………………………………………15
Daftar
Pustaka
………………………………………………………………………………17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Xerostomia
(mulut kering) didefinisikan sebagai keluhan mulut kering yang mungkin timbul
dari penurunan produksi air liur. Dinyatakan bahwa 10% populasi penduduk
mengalami xerostomia atau mulut kering.1,2 Frekuensi xerostomia bertambah
dengan bertambahnya umur, lebih dari 25% orang berusia tua mengeluh mengalami
mulut kering setiap hari. Dikatakan bahwa, rata-rata orang dewasa menghasilkan
sekurang-kurangnya 500 ml saliva setiap hari.
Xerostomia
biasanya diderita oleh wanita dan hal ini bisa membawa pengaruh buruk dalam
perkembangan kehidupan social merekaKebanyakan penderita bau mulut menjadi
tidak begitu percaya diri untuk berbicara, dikarenakan persepsi yang tidak baik
akan aroma mulut mereka. Karena xerostomia biasanya menyebabkan halitosis (bau
mulut).
Kebanyakan
orang mengalami xerostomia setelah bangun dari tidur. Xerostomia kronik
meningkatkan resiko untuk terjadinya beberapa keadaan, dan yang paling serius
adalah karies gigi dan penyakit gingiva. Walau bagaimanapun, kondisi xerostomia
kronik dan parah sering diartikan dengan aliran saliva <100 ml per hari.
Xerostomia
dapat terjadi akibat efek samping kemoterapi yaitu 78% pasien yang dikemoterapi
mendapat efek tersebut. Hal ini terjadi berhubungan dengan agen yang digunakan
dalam kemoterapi.
Mulut
kering, selain menimbulkan penampakkan mulut yang kurang baik, biasanya juga
berpengaruh ke dalam unsure-unsur yang ada di dalam rongga mulut tersebut. Bau
mulut yang biasanya di timbulkan oleh xerostomia menyebabkan kelainan ini
menjadi sangat buruk efeknya bagi seseorang dalam pergaulannya di masyarakat. Xerostomia
juga menyebabkan keadaan rongga mulut sangat berpotensi untuk berkembang
biaknya mikroorganisme karenak kurangnya saliva. Hal itulah yang menyebabkan keadaan
ini begitu kompleks bagi penderita.
1.2. Rumusan
Masalah
1.
Apakah definisi dari xerostomia?
2.
Apa saja factor-faktor dari xerostomia?
3.
Bagaimana keadaan mikroorganisme yang ada di rongga mulut ketika xerostomia
terjadi?
4.
Apakah hubungan antara xerostomia dengan penggunaan gigitiruan dan sistem
stomatognatiknya?
5.
Bagaimana cara mengatasi mulut kering?
1.3.Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa definisi dari xerostomia.
2.
Untuk mengetahui apa saja factor-faktor dari xerostomia.
3.
Untuk mengetahui keadaan mikroorganisme di dalam rongga mulut ketika xerostomia
terjadi.
4.
Untuk mengetahui hubungan antara xerostomia dengan penggunaan gigitiruan dan
sistem stomatognatiknya.
5.
Untuk mengetahui cara mengatasi mulut kering.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
a.Saliva
Saliva
adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di
dalam rongga mulut.1 Saliva merupakan hasil sekresi dari beberapa kelenjar
saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva
mayor yang meliputi kelenjar parotid, submandibular, dan sublingual, sedangkan
sisa 7% lainnya disekresikan oleh kelenjar saliva minor yang terdiri dari
kelenjar bukal, labial, palatinal, glossopalatinal, dan lingual.
Kelenjar-kelenjar minor ini menunjukkan aktivitas sekretori lambat yang
berkelanjutan, dan juga mempunyai peranan yang penting dalam melindungi dan
melembabkan mukosa oral, terutama pada waktu malam hari ketika kebanyakan kelenjar-kelenjar
saliva mayor bersifat inaktif.
Saliva
adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu
sodium, potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan terdiri
dari protein yang berperan sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba,
glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam
kesehatan rongga mulut.
Komposisi
Saliva
Saliva
terdiri dari 99,5% air dan 0,5% subtansi yang larut. Beberapa komposisi saliva
adalah :
1.
Protein
Beberapa
jenis protein yang terdapat didalam saliva adalah :
a) Mucoid
Merupakan
sekelompok protein yang sering disebut dengan mucin dan memberikan
konsistensi mukus pada saliva. Mucin juga berperan sebagai glikoprotein
karena terdiri dari rangkaian protein yang panjang dengan ikatan rantai
karbohidrat yang lebih pendek.
b)
Enzim
Enzim
yang ada pada saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva dan beberapa diantaranya
merupakan produk dari bakteri dan leukosit yang ada pada rongga mulut.
Beberapa
enzim yang terdapat dalam saliva adalah amylase dan lysozyme yang
berperan dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.
c)
Protein Serum
Saliva
dibentuk dari serum maka sejumlah serum protein yang kecil ditemukan didalam
saliva. Albumin dan globulin termasuk kedalam serum saliva
d) Waste
Products
Pada
saliva juga ditemukan sebagian kecil dari waste product pada serum, urea
dan uric acid.
2.
Ion-ion Inorganik
Ion-ion
utama yang ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan
penting dalam pembentukan kalkulus. Ion-ion lain yang memiliki jumlah yang
lebih kecil terdiri dari sodium, potasium, klorida, sulfat dan ion-ion lainnya.
3.
Gas
Pada
saat pertama sekali saliva dibentuk, saliva mengandung gas oksigen yang larut,
nitrogen dan karbon dioksida dengan jumlah yang sama dengan serum. Ini
memperlihatkan bahwa konsentrasi karbon dioksida cukup tinggi dan hanya dapat
dipertahankan pada larutan yang memiliki tekanan didalam kelenjar duktus,
tetapi pada saat saliva mencapai rongga mulut banyak karbon dioksida yang
lepas.
4.
Zat-zat Aditif di Rongga Mulut
Merupakan
berbagai substansi yang tidak ada didalam saliva pada saat saliva mengalir dari
dalam duktus, akan tetapi menjadi bercampur dengan saliva didalam rongga mulut.
Yang termasuk kedalam zat-zat aditif yaitu mikroorganisme, leukosit dan dietary
substance.
Volume
rata-rata saliva yang dihasilkan perhari berkisar 1-1,5 liter. Pada orang
dewasa laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit,
rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi
ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit. Laju
aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit, dengan
rata-rata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran
saliva kurang dari 0,1 ml/menit.
Nilai
pH saliva normal berkisar 6 – 7. 3,19,20 Konsumsi karbohidrat padat maupun cair
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan
difermentasi oleh bakteri dan akan melekat ke permukaan gigi. Dengan adanya
sistem buffer pada saliva, pH akan kembali netral setelah 20 menit
terpapar karbohidrat yang berkonsistensi cair dan 40-60 menit pada karbohidrat
yang berkonsistensi padat.
Fungsi
Saliva
Beberapa
fungsi saliva adalah :
a)
Sensasi Rasa
Aliran
saliva yang terbentuk didalam acini bersifat isotonik, saliva mengalir
melalui duktus dan mengalami perubahan menjadi hipotonik. Kandungan hipotonik
saliva terdiri dari glukosa, sodium, klorida, urea dan memiliki kapasitas untuk
memberikan kelarutan substansi yang memungkinkan gustatory buds merasakan
aroma yang berbeda.
b)
Perlindungan Mukosa dan Lubrikasi
Saliva
membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan melindungi
jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Mucin sebagai
protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan terhadap
dehidrasi, dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva.
c)
Kapasitas Buffering
Buffer
adalah suatu substansi yang dapat
membantu untuk mempertahankan agar pH tetap netral. Buffer dapat
menetralisasikan asam dan basa. Saliva memiliki kemampuan untuk mengatur
keseimbangan buffer pada rongga mulut.
d)
Integritas Enamel Gigi
Saliva
juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas kimia fisik dari
enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan demineralisasi.
Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah hidroksiapatit sebagai
konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat, dan fluor didalam
larutan dan didalam pH saliva.
e)
Menjaga Oral Hygiene
Saliva
berfungsi sebagai self cleansing terutama pada saat tidur dimana
produksi saliva berkurang. Saliva mengandung enzim lysozyme yang
berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.
f)
Membantu Proses Pencernaan
Saliva
bertanggung jawab untuk membantu proses pencernaan awal dalam proses
pembentukan bolus-bolus makanan. Enzim α-amylase atau enzim ptyalin merupakan
salah satu komposisi dari saliva yang berfungsi untuk memecah karbohidrat
menjadi maltose, maltotriose dan dekstrin.
g)
Perbaikan Jaringan
Saliva
memiliki peranan dalam membantu proses pembekuan darah pada jaringan rongga
mulut, dimana dapat dilihat secara klinis waktu pendarahan menjadi lebih
singkat dengan adanya bantuan saliva.
h)
Membantu Proses Bicara
Lidah
memerlukan saliva sebagai pelumas selama bicara, tanpa adanya saliva maka
proses bicara akan menjadi lebih sulit.
i)
Menjaga Keseimbangan Cairan
Penurunan
aliran saliva akan menghasilkan adanya suatu sensasi haus yang dapat
meningkatkan intake cairan tubuh.
b.Bakteri
Aerob dan Anaerob
1)
Bakteri aerob
Organisme
aerobik atau aerob adalah organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan
oksigen. Aerob, dalam proses dikenal sebagai respirasi sel, menggunakan oksigen
untuk mengoksidasi substrat (sebagai contoh dan lemak) untuk memperoleh energi.
. Misal: Nitrosococcus, Nitrosomonas dan Nitrobacter
- Aerob obligat membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi sel aerobik.
- Aerob fakultatif dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi secara anaerobik.
- Mikroaerofil adalah organisme yang bisa menggunakan oksigen tetapi dalam konsentrasi yang sangat kecil (mikromolar).
Organisme
aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya, tetapi mereka
tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai terminal
electron acceptor (akseptor elektron terminal). Contoh yang dapat diberikan
adalah oksidasi glukosa (monosakarida) dalam respirasi aerobik.
C6H12O6
+ 6 O2 + 38 + 38 fosfat → 6 CO2 + 6 H2O + 38
Energi
yang dilepaskan pada reaksi ini sebesar 2880 kJ per mol, yang disimpan dalam
regenerasi 38 ATP dari 38 ADP per glukosa. Angka ini 19 kali lebih besar
daripada yang dihasilkan reaksi anaerobik. Organisme eukariotik (semua kecuali
bakteri) hanya memperoleh 36 ATP yang diregenerasi dari ADP dalam proses ini.
Hal ini disebabkan terdapat membran yang harus dilewati oleh transport aktif.
2)
Bakteri anaerob
Anaerob
artinya “hidup tanpa udara”. Perkembangan bakteri anaerob ini terjadi pada
tempat-tempat yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung oksigen.
Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di mulut, saluran pencernaan dan vagina
serta pada kulit. Umumnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri
anaerob adalah gas gangren, tetanus dan botulisme. Bakteri anaerob dapat
menyebabkan infeksi jika barier (sawar) normal (seperti kulit, gusi dan dinding
usus) mengalami kerusakkan akibat pembedahan, jejas atau penyakit. Biasanya
sistem kekebalan tubuh akan membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh, tetapi
kadang-kadang bakteri tersebut mampu berkembang dan menyebabkan infeksi. Bagian
tubuh yang mengalami kerusakkan jaringan (nekrosis) atau suplai aliran darahnya
sedikit merupakan tempat-tempat yang disenangi oleh bakteri anaerob untuk
tumbuh dan berkembang karena miskin akan oksigen. Keadaan yang kurang
mengandung oksigen dapat disebabkan karena penyakit pembuluh darah, keadaan
syok, trauma/cedera dan tindakkan pembedahan.
Bakteri
anaerob dapat menyebabkan infeksi di seluruh bagian tubuh. Misalnya:
Mulut, kepala dan leher. Infeksi dapat terjadi pada saluran akar gigi, gusi, rahang, tonsil, tenggorok, sinus-sinus dan telinga.
Mulut, kepala dan leher. Infeksi dapat terjadi pada saluran akar gigi, gusi, rahang, tonsil, tenggorok, sinus-sinus dan telinga.
Paru.
Bakteri anaerob menyebabkan pneumonia, abses paru, infeksi pada salaput
pembungkus paru (empiema) dan pelebaran bronkhus pada paru (bronkiektasis).
Rongga
perut. Infeksi bakteri anaerob didalam perut membentuk abses, radang selaput
rongga perut (peritonitis) dan radang usus buntu (apendisitis).
Saluran
kelamin wanita. Bakteri anaerob menyebabkan abses panggul, penyakit radang
panggul, peradangan dinding rahim (endometritis) serta infeksi panggul yang
diikuti keguguran atau persalinan prematur.
Kulit
dan jaringan lunak. Bakteri anaerob sering menyebabkan ulkus pada penderita
diabetes, gangren, infeksi yang merusak lapisan kulit sebelah dalam dan
jaringan serta luka infeksi akibat gigitan.
Susunan
saraf pusat. Bakteri anaerob menyebabkan pembentukkan abses pada otak dan
susunan saraf pada tulang belakang.
Aliran
darah. Bakteri anaerob dapat ditemukan di dalam aliran darah penderita yang
sakit (keadaan ini disebut bakteremia).
BAB
III
PEMBAHASAN
A.Xerostomia
Xerostomia
adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran
saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari
pelbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala
dan leher, atau efek samping dari pelbagai jenis obat.
-Etiologi
Faktor
penyebab timbulnya xerostomia:
1.
Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi
kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis
lebih sering mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini
menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kistakista dan
tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan
pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian
mempengaruhi sekresi saliva. Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan
ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel
asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.
2.
Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan
berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut
juga akan memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil, seperti stress,
putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering.
Hal
ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik
dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan
turunnya sekresi saliva.
3.
Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva.
Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade
sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan
elektrolit terutama diatur oleh sistem syaraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh
antikolinergik akan menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obatobatan dengan
pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan menghambat
sekresi ludah mukus. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi
saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan
mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.
4.
Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan
umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring
dengan meningkatnya usia, dengan terjadinya proses aging, terjadi
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang
yang digantikan oleh jaringan lemak, lining sel duktus intermediate mengalami
atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu,
penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang
digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan pengaruh mulut kering
pada usia lanjut.
5.
Terapi kanker: Xerostomia paling sering berhubungan dengan terapi radiasi kepala
dan leher. Xerostomia akut karena radiasi dapat menyebabkan suatu reaksi
peradangan, bila xerostomia kronik terjadi sampai 1 tahun setelah mendapat terapi
radiasi, dapat menyebabkan fibrosis kelenjar saliva dan biasanya permanen.
Radiasi
menyebabkan perubahan di dalam sel sekresi serous, mengakibatkan pengurangan
pengeluaran saliva dan peningkatan kepekatan saliva. Biasanya, keluhan awal
dari terapi radiasi adalah saliva pekat dan berlendir. Kadar permanennya
xerostomia bergantung pada banyaknya kelenjar saliva yang terpapar radiasi dan
dosis radiasi. Apabila jumlah dosis radiasi yang diterima melebihi 5,200 cGy,
aliran saliva akan berkurang dan sedikit atau tidak ada saliva yang
dikeluarkan
dari kelenjar saliva. Perubahan ini biasanya permanen. Beberapa obat kemoterapi
kanker juga dapat mengubah komposisi dan aliran saliva, mengakibatkan xerostomia,
tetapi perubahan ini biasanya sementara.
-
Gejala dan Tanda
1.
Gejala
a.Individu
yang menderita xerostomia sering mengeluhkan masalah dalam makan, berbicara,
menelan, dan pemakaian gigitiruan. Makanan yang kering biasanya sulit dikunyah
dan ditelan. Pemakaian gigitiruan juga biasanya mengalami masalah dengan
retensi gigitiruan, lesi akibat gigitiruan, dan lidah juga lengket pada
palatum.
2.
Tanda
a.Pasien
yang menderita xerostomia dapat mengeluhkan gangguan pengecapan (dysgeusia),
rasa sakit pada lidah (glossodynia) dan peningkatan kebutuhan untuk
minum air, terutama pada malam hari. Xerostomia dapat mengakibatkan peningkatan
karies dental, erythema mukosa oral, pembengkakan kelenjar parotid, angular
cheilitis, mukositis, inflamasi atau ulser pada lidah dan mukosa bukal,
kandidiasis, sialadenitis, halitosis, ulserasi pada rongga mulut.
HUBUNGAN
PENGGUNAAN GIGITIRUAN DENGAN XEROSTOMIA YANG DI DERITA PASIEN
Pasien
yang menggunakan gigitiruan memiliki beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan
ia menderita xerostomia. Pasien yang menggunakan gigitiruan mungkin saja akan
mengalami hipersekresi atau hiposekresi saliva. Hal yang berkaitan dengan
masalah xerostomia ialah apabila sekresi saliva pada penderita kurang dari
sekresi normal pada saliva, dan menyebabkan terjadinya mulut kering. Mengapa
sekresi saliva bisa berkurang? Hal ini bisa saja disebabkan karena kontur dari
gigitiruan yang kurang sempurna dan justru mengganggu titik-titik penghasil
saliva di dalam mulut.
HUBUNGAN
XEROSTOMIA DENGAN KEHIDUPAN MIKROORGANISME DI DALAM MULUT
Ada
beberapa mikroorganisme yang berkembang di dalam mulut manusia. Rongga
mulut bayi yang baru dilahirkan bebas dari mikroorganisme, namun hanya dalam
waktu beberapa jam sudah terjadi kolonisasi bakteri. Streptococcus
salivarius sudah tumbuh pada hari pertama, demikian juga dengan Veillonella
alcascens, lactobasilli, dan Candida albicans. Actinomyces dan kuman
anaerob lainnya baru tampak setelah satu bulan kelahiran, sedangkan Streptococcus
sanguis dan Streptococcus mutans baru tumbuh mengikuti erupsi gigi
geligi susu.
Pada
scenario, penderita menggunakan gigi palsu. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, gigi palsu juga bisa menyebabkan berkurangnya sekresi saliva. Kita
mengetahui bahwa fungsi saliva ialah membantu mencerna dan memindahkan bolus
makanan ke dalam tenggorokan, membasahi mukosa rongga mulut, sebagai pembersih
mekanis, mempunyai aktivitas anti bakteri dan jamur, menjaga PH dalam rongga
mulut, remineralisasi pada email gigi dan menjadi media untuk merasakan
makanan. Sehingga apabila sekresi saliva berkurang, maka fungsi-fungsi dari saliva
seperti yang sudah disebutkan di atas menjadi kurang maksimal. Hal ini bisa
menyebabkan berkumpulnya sisa makanan di dalam mulut, sehingga menjadi lahan
subur bagi bakteri untuk hidup. Terlebih lagi mengingat fungsi saliva yang bisa
menjadi anti bakteri dan jamur berkurang sejalan dengan berkurangnya sekresi
saliva. Hal ini yang menyebabkan penderita xerostomia rentan terhadap karies
dan halitosis.