-->

ads

Makalah Hukum Pernikahan (Munakahat)

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Berdasarkan  sudut pandang ini, maka ketika orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan mereka bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga harus dipenuhi.  Agama islam telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan cara yang sesuai serta jalur yang telah ditetapkan islam.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:
1.    Apa definisi pernikahan menurut islam ?
2.    Apa hikmah/manfaat pernikahan ?
3.    Apa tujuan pernikahan dalam islam ?
4.    Apa saja hukum-hukum nikah ?
5.    Bagaimana memilih pasangan hidup menurut islam ?

C.    Tujuan
1.    Mengetahui makna pernikahan.
2.    mengetahui hikmah pernikahan.
3.    Mengetahui tujuan pernikahan dalam islam.
4.    Mengetahui hukum-hukum pernikahan.
5.    Agar dapat memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam.

BAB II PEMBAHASAN
 
A.    Pengertian Pernikahan
Perkawinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya metafora saja.
Islam adalah agama yang universal, yaitu  mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun  dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah banyak mengatur  mulai dari bagaimana mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntun dan mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah penulis akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah rosul (Syaikh Kamil Muhammad,1998:375).
 Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang shaleh dan shalihah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya (Ahmad Rafi Baihaqi,2006:8).

B.     Hikmah Pernikahan
Allah SWT berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS.Ar-Ruum [30]:21)

Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut, darigenerasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk kepentingan dunia dan akhirat (Syaikh Kamil Muhammad,1998:378).
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
1.    Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
2.    Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
3.     Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
4.    Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan (Muhammad At-Tihami,2004:18) .

C.    Tujuan Pernikahan dalam Islam

1.    Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2.    Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : “Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.

3.    Untuk Menegakkan Rumah Tangga yang Islami

            Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :

            Artinya : “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Baqarah [2]:229)
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “  (QS. Al-Baqarah[2]:230)
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.

4.    Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah”. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa ? “ Jawab para shahabat : ”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala ” .

5.    Untuk Mendapat Keturunan yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
Artinya : “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”  Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas,  yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

D.    Hukum Nikah
        Nikah merupakan amalan yang disyari’atkan, hal ini didasarkan pada firmanAllah SWT :
  “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS. An-Nisaa’ [4]: 3).

Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa hukum nikah ada 5 :
1.    Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang khawatir berbuat zina jika tidak melakukannya. Sebagaimana kita ketahui menikah adalah satu cara untuk menjaga kesucian diri. Maka jika tidak ada jalan lain untuk meraih kesucian itu, kecuali dengan menikah, maka menikah hukumnya adalah wajib bagi yang bersangkutan. Imam al-Qurthubi mengatakan,”orang yang mampu menikah, kemudian khawatir terhadap diri dan agamanya, dan itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menikah, maka dia harus menikah”.
Misalnya, seorang pemuda memiliki banyak harta dan berlimpahan materi, dan dia tidak mampu mnahan syahwatnya sehingga akan dengan mudah terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Pada saat bersamaan dia juga memiliki kewajiban menunaikan ibadah haji karena syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Maka, dalam keadaan seperti itu dia harus menikah terlebih dahulu. Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, “jika seorang harus menikah karena takut terjerumus ke lembah perzinaan maka dia harus mendahulukannya daripada kewajiban berhaji.”
Bahkan, jika keadaan sudah darurat, dalam arti bahwa seseorang benar-benar terjerumus ke dalam perzinaan, maka menikah hukumnya wajib baginya, baik sudah siap secara materi maupun belum sama sekali ( Pakih Sati,2011:18).
Sementara itu Allah SWT. telah menjanjikan hamba-Nya yang fakir akan kaya dengan menikah, sebagaimana firman-Nya:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian* diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika  mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Nur [24]: 32).

     الآيمى (Al-Ayaama) merupakan jamak dari lafadh أَيَّمٍ(ayyam) yaitu seseorang yang tidak mempunyai suami atau istri, baik dari laki-laki maupun perempuan.
Dalam buku lain dijelaskan, seandainya hasratnya untuk menikah sangat kuat, namun dia tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istrinya kelak, lalu dia terpaksa tidak melakukan pernikahan, hendaklah dia bersabar dan bersungguh-sungguh dalam upaya menjaga dirinya daripada terjerumus dalam perzinaan, seraya mengikuti petunjuk firman Allah SWT : (Muhammad Bagir,  2008: 4).

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka[1036], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu[1037]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu[1038]”.  (QS. Al-Nur [24]: 33).
[1036]. Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.

[1037]. Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak- budak itu ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya.

[1038]. Maksudnya: Tuhan akan mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.

2.    Sunnah
Pernikahan tidak menjadi wajib, namun sangat dianjurkan bagi siapa saja yang memiliki hasrat atau dorongan seksual untuk menikah dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, walaupun merasa yakin akan kemampuannya mengendalikan dirinya sendiri, sehingga tidak khawatir akan terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan Allah. Orang seperti ini, tetap dianjurkan untuk menikah, sebab bagaimanapun nikah adalah tetap lebih afdhal daripada mengkontrasikan diri secara total (ber-thakhalli) untuk beribadah.

3.    Makruh
Jika seseorang laki-laki yang tidak mempunyai syahwat untuk menikahi seseorang perempuan, atau sebaliknya, sehingga tujuan pernikahan yang sebenarnya tidak akan tercapai, maka yang demikian itu hukumnya makruh. Misalnya seorang yang impoten. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan dari pernikahan adalah menjaga diri, sehingga ketika tujuan ini tidak tercapai, maka ada faedahnya segera menikah.
4.    Haram
Pernikahan menjadi haram bila bertujuan untuk menyakiti salah satu pihak, bukan demi menjalankan sunnah rasulallah Saw. Misalnya, ada seorang laki-laki yang mau menikahi seorang perempuan demi balas dendam atau sejenisnya. Ini hukumnya haram. Masuk dalam kategori ini ketidakmampuan memberi nafkah atau menunaikan kewajiban yang lainnya.
5.    Mubah
Pernikahan menjadi mubah (yakni bersifat netral, boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan) apabila tidak ada dorongan atau hambatan untuk melakukannya ataupun meninggalkannya, sesuai dengan pandangan syari’at, seperti telah dijelaskan diatas (Ahmad Rafi Baihaqi,1998:10 ). 

E.    Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam
Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan keluarganya. Apalagi pada saat ini banyak sekali kasus peceraian keluarga dijumpai ditengah-tengah masyakat yang semakin berkembang ini. Alasan dalam peceraian itu bermacam-macam, dari alas an pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan adanya orang ke tiga, kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu dalam membanggun mahligai surga rumah tangga persiapan awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada umatnya ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati baik laki-laki maupun perempuan, hal ini dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat dengan cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita sebagai umat muslim harus memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup yang baik.
Dasar firman Allah SWT :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Nur [4]: 31).
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah : sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab, kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan berdeburlah tanganmu” (Ahmad Rafi Baihaqi,2004:44).
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-qosimi Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria bagi laki-laki dalam memilih pasangan hidup :
1.    Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan agama dari sisi istri tersebut.
2.    Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
3.     Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan kita masing-masing.
4.    Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan perempuan adalah cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya.
5.     Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
6.    Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda :“jauhilah dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya : seorang yang cantik dari keturunan orang-orang jahat.
7.    Bukan termasuk mahram : kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.

Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik.
Rasullah bersabda :”Barang siapa mengawinkan anak perempuannya dengan orang yang fasik maka sungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.”
Seorang laki-laki berkata kepada Hasan bin Ali, “sesungguhnya saya memiliki seorang anak perempuan maka siapakah menurutmu orang yang cocok agar saya dapat menikahkan untuknya ?” Hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliakannya dan jika dia membencinya maka dia tidak mendzaliminya.


BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.    Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu    laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.

2.    Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :
a.    Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
b.    Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c.    Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
d.    Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.

3.    Tujuan pernikahan :
a.    Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
b.    Untuk membentengi ahlak yang luhur
c.    Untuk menegakkan rumah tangga yang islami
d.    Untuk meningkatkan ibadah kepada allah
e.    Untuk mencari keturunan yang shalih

B.     Saran
Bagi seorang muslim hendaknya mengerti dan memahami tentang makna, hikmah,tujuan, dan hukum pernikahan, karena akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA 
At-Tihami, Muhammad.2004.Merawat Cinta Kasih Menurut Syariat Islam.Surabaya:Gita Mediah                Press.
Bagir,Muhammad.2008.Fiqih Praktis II: Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama’. Bandung: Karisma.
Baihaqi, Ahmad Rafi.2006.Membangun Syurga Rumah Tangga.Surabaya:Ampel Mulia.
Muhammad, Syaikh Kamil.1998.’Uwaidah, Fiqih Wanita.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.
Sati, Pakih. 2011.  Panduan Lengkap Pernikahan: Fiqh Munakahat Terkini. Jogjakarta: Bening.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel