-->

ads

MAKALAH HUKUM NIKAH MUT'AH DALAM ISLAM



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum . . .
            Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemampuan berfikir, kejernihan akal, ketangkasan menganalisa yang di anugrahkan kepada setiap manusia sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ NIKAH MUT’AH ”. Kami berharap makalah ini bisa menjadi sumber referensi bagi para pembaca terkait hal Hak dan Kewajiban Suami Istri. Isi makalah kami dapatkan dari berbagai sumber seperti e-book dan internet yang tentunya acuan tetap pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
            Kritik dan saran selalu kami terima untuk berbagai perbaikan demi makalah-makalah yang lebih baik dan agar makalah ini tidak menyampaikan yang salah. Kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekuranagan. Wassalam.






















PEMBAHASAN
Dalam literatur yang ada ternyata nikah mut’ah di kenal dikalangan syi’ah, selain faham syi’ah tidak membenarkan berlakunya nikah mut’ah setelah ditanya larangan dari Nabi Saw, dalam hadits shahihnya.
A.   Pengertian Nikah Mutah
Menurut philology bahasa dikatakan, bahwa ini bertema dengan rumpun kata kawan, yang berarti teman, sahabat, sehingga kawin mengandung arti yang sama. Perbedaannya hanya kawin dengan “A” dan pada kawin dengan “I”. ini memberi arti yang sedikit berbeda dan membawa arti yang lebih mendalam. Dalam Islam, sebenarnya kawin hendaklah mengetahui calon pasangannya sekalipun tanpa persahabatan. Dan harus berdasarkan suka sama suka tidak ada paksaan dari siapapun.  Tidak pula boleh di sebabkan oleh sesuatu problema sebelumnya yang menjadikan perkawinan itu terpaksa di lakukan.
Perkawinan Islam bukan semata hubungan jasmani untuk kemaslahatan hawa nafsu dan bersifat sementara di waktu diperlukan belaka. Selain itu bahwa perkawinan adalah melestarikan hidup duniawi dengan melahirkan keturunan yang menyusul untuk menjayakan bumi Allah.
Perkawinan dalam Islam dinamakan “Zawaj” atau “Nikah”, artinya pasangan dalam arti dua mahkluk di jadikan pasangan hidup. Ada juga yang mengartikan bahwa nikah adalah akad yang mengikat dengan rukun-rukun dan syarat-syarat yang menghalalkan dua jenis manusia untuk hidup secara halal dalam hubungan yang sah secara mendalam dimana mendapat persetubuhan yang menjaga hawa nafsu, mata dan fikiran dari sikap yang menjerumuskan dan membahayakan.
Yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang menikah dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa warisan.
Bentuk pernikahan ini, seseorang datang kepada seorang wanita tanpa harus ada wali atau saksi. Kemudian mereka membuat kesepakatan mahar (upah) dan batas waktu tertentu. Misalnya tiga hari atau lebih, atau kurang. Biasanya tidak lebih dari empat puluh lima hari; dengan ketentuan tidak ada mahar kecuali yang telah disepakati, tidak ada nafkah, tidak saling mewariskan dan tidak ada iddah kecuali istibra` (yaitu satu kali haidh bagi wanita monopouse, dua kali haidh bagi wanita biasa, dan empat bulan sepuluh hari bagi yang suaminya meninggal), dan tidak ada nasab kecuali jika disyaratkan.
Jadi, rukun nikah mut’ah -menurut Syiah Imamiah- ada empat :
1.    Shighat, seperti ucapan : “aku nikahi engkau”, atau “aku mut’ahkan engkau”.
2.    Calon istri, dan diutamakan dari wanita muslimah atau kitabiah.
3.    Mahar, dengan syarat saling rela sekalipun hanya satu genggam gandum.
4.    Jangka waktu tertentu 

HALAMAN SELANJUTNYA SILAHKAN KLIK HALAMAN 1    HALAMAN 2   DAFTAR PUSTAKA

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel