-->

ads

Makalah Fiqih Jual Beli dan utang piutang

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan selalu  membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa hingga urusan utang piutang maupun usaha- usaha yang lain, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum.Namun sering kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan dalam urusan muamalah ini, seperti riba yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.Untuk menjawab segala problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan dengan lancar dan teratur.
Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan namun kadang kala kita tidak mengetahui  apakah caranya sudah memenuhi syara’ ataukah belum. Begitu pula dengan utang piutang yang sering kali tidak dapat kita hindari karena sangat kental dengan kehidupan manusia. Kita perlu mengetahui bagaimana cara utang piutang menurut syariat. Kegiatan jual beli dan utang piutang ini juga sering dikait-kaitkan dengan yang namanya riba.Riba menurut syariat hukumnya adalah haram karena tidak menunbuhkan manfaat tetapi menimbulkan madharat.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai jual beli, utang piutang dan riba karena ketiganya sangat kental dengan kehidupan masyarakat. Disini pula akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli dan utang piutang yang benar sampai hal-hal yang diharamkan atau dilarang. Begitu pula dengan riba juga akan dibahas mulai dari hukumnya,sampai macam-macam bentuk riba, untuk mempermudah praktek muamalah kita dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita tidak mudah untuk terjerat dalam lingkaran riba yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat.


B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibahas antara lain:
  1. Apa pengertian, hukum,rukun dan syarat jual beli?
  2. Apa saja jual beli yang dilarang?
  3. Apa saja hikmah yang terkandung dalam jual beli?
  4. Apa hukum khiyar dalam jual beli, macam-macam khiyar?
  5. Apa saja hikmah khiyar?
  6. Apa pengertian utang piutang, hukum, dan rukun serta hukum  menambah bayaran piutang?
  7. Apa pengertian riba, hukum serta macam riba?
C.       Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang akan dicapai dalam makalah ini antara lain:
  1. Mahasiswa mampu memahamipengertian, hukum,rukun dan syarat jual beli
  2. Mahasiswa mampu memahamijual beli yang dilarang
  3. Mahasiswa mampu memahamihikmah yang terkandung dalam jual beli
    1. Mahasiswa mampu memahamihukum khiyar dalam jual beli, macam-macam khiyar
    2. Mahasiswa mampu memahamihikmah khiyar
    3. Mahasiswa mampu memahamipengertian utang piutang, hukum, dan rukun serta hukum menambah bayaran piutang
    4. Mahasiswa mampu memahamipengertian riba, hukum serta macam riba
D.        Manfaat Penulisan
  1. Untuk mengetahui pengertian, hukum,rukun dan syarat jual beli
  2. Untuk mengetahui jual beli yang dilarang
  3. Untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam jual beli
  4. Untuk mengetahui hukum khiyar dalam jual beli, macam-macam khiyar
  5. Untuk mengetahui hikmah khiyar
  6. Untuk mengetahui pengertian utang piutang, hukum, dan rukun serta hukum menambah bayaran piutang
  7. Untuk mengetahui pengertian riba, hukum serta macam riba
E. Metode Penulisan
Metode penuisan makalah ini adalah dengan menggunakan kajian pustaka, yaknidengan mengkaji buku-buku yang sesuai dengan topik yakni Jual Beli, Utang piutang dan Riba.



















BAB II
PEMBAHASAN

A. JUAL BELI
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa disebut البيع, secara bahasa berarti اعطاءشيءفىمقابلةشيء(memberikan sesuatu untuk ditukar dengan sesuatu). Adapun menurut istilah syara’ adalah:

مقابلة مال بما ل قابلين للتصرف بايجاب وقبول على الوجه المأذ ون فيه
“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah) dengan  ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.” 
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus dilakukan berdasarkan suka sama suka.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batal, melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”(QS. An Nisa’: 29)
2.   Hukum Jual Beli
Jual beli hukum asalnya jâiz atau mubah/boleh (halal) berdasarkan dalil dari al-Quran, hadis dan ijma’ para ulama.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….. “ (QS. An Nisa’29)
وأحل الله البيع وحرم الربا
Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Qs. Al Baqarah 275)

3. Rukun dan Syarat Jual Beli
A. Penjual dan Pembeli
Syaratnya adalah:
  1. Brakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
  2. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa). Keterangannya yaitu pada surat an nisa’ ayat 29(suka sama suka).
  3. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu si tangan walinya.
Firman Allah Swt:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu, berilah mereka belanja.” (An-Nisa: 5)
  1. Baliq (berumur 15 tahun ke atas/dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
B. Uang dan Benda yang di beli
Syaratnya adalah:
  1. Suci. Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
  2. Ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang. Hal ini di jelaskan dalam Al-qur’an surat Al-Isra’: 27.








“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudara-saudara setan” (Al-Isra’: 27).
  1. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu mengandung tipu daya (kecohan).
  2. Barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli. Zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara penjual dan pembeli keduanya tidak saling kecoh-mengecoh[1].
C. Akad (Ijab dan Kabul)
Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad (ijab Kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaib (objek akad).
Akad ialah ikatan antara penjual dan pembeli, jual beli belum dikatan sah sebelum ijab dan Kabul dilakuhkan, sebab ijab Kabul menunjukan kerelaan (keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan dengan lisan, tapi kalau tidak mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka boleh ijab Kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai” (Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi).
            Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah SAW. bersabda: sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling merelakan” (Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majah).
Jual beli yang menjadi kebiasaan, seperti jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jumhur[2].
D. Syarat-syarat Sah Ijab Kabul ialah:
  1. Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
  2. Janganlah diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
  3. Beragama islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang beragam Islam kepada pembeli yang tidak beragama islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin, firman-Nya:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman” (al-Nisa:141)[3].

  1. E.       Jual Beli Yang Dilarang
1Terlarang karena kurang syarat atau rukun
  1. Jual beli system ijon (belum jelas barangnya)
Jual beli ini dilarang karena barang yang akan dibeli masih samar.
عن بيع الثما رحتى يبد وصلا حيامتفق عليهعن ابن مر نهى النبى ص م
“dari Ibnu Umar ra. Nabi saw melarang jual beli buah-buahansehingga nyata baiknya buah itu”.(Muttafaq ‘alaih)
  1. Jual beli anak binatang ternak yang masih di dalam kandungan
Jual beli ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak juga.
“Sesungguhnya Rasulullah saw melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya”.(HR. Bukhori dan Muslim)
  1. Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina, agar dapat memperoleh turunan.
رواه مسلمعن بيع فضل الماءنهى رسول الله ص معن جابربن عبدالله قا ل
“Rasulullah saw telah melarang jual beli air jantan binatang.”(HR. Muslim).



  1. Jual beli barang yang belum dimiliki
رواه احموالبيهقىم:قال رسول الله ص د لا تبيعن شيأ استريته حتى تقبضه
Artinya: “Nabi saw telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima (memegangbarang itu)”. (HR. Ahmad Baihaqi).

2. Jual beli yang sah tetapi terlarang
  1. Jual beli pada waktu khutbah/sholat Jum’at bagi laki-laki.
يأيها الذين امنوآاذانودى للصلوة من يوم الجمعة فا سعواالىذكرالله وذرواالبيع. ذالكم خيرلكم ان كنتم تعلمون
  1. Jual beli dengan niat untuk ditimbun saat masyarakat membutuhkan
قال رسول الله ص م لا يختكر الا خا طىءمسلم
“Rasulullah saw telah bersabda tidaklah seseorang menimbun barang kecuali orang yang durhaka”. (HR. Muslim).
  1. Jual beli yang tidak mengetahui harga pasar
Contohnya menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar, untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tau harga pasaran kemudian ia menjual dengan harga yang setinggi-tingginya.
  1. Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain
Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain, umpamanya seseorang berkata”kembalikan saja barang orang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu.

عن ابى هريرة قال رسول الله ص م : لا يبع بعضكم علىبيع بعض  متفق عليه
“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu menjual atau membeli dari sebagian kamu atas barang yang sudah dijual atau dibeli oleh orang lain”.
(HR. Bukhari dan Muslim.



  1. Jual beli dengan cara menipu/memainkan ukuran timbangan
Jual beli ini sah namun haram hukumnya karena kaidah ulama fiqih berikut ini “Apabila larangan dalam urusan muamalat itu karena hal yang di luar urusan muamalat, larangan itu tidak menghalangi sahnya akad.
  1. Jual beli untuk kemaksiatan
Jual beli untuk kemaksiatan adalah haram hukumnya karena jual beli ini akan menimbulkan perbuatan maksiat yaitu perbuatan dosa.
3.  Hikmah Jual Beli
Allah mensyari’atkan jual beli sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-NYA untuk hamba-hamba-NYA, yang  membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
  1. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
  2. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
  3. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
  4. Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
  5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
  1. F.  Khiyar Dalam Jual Beli
Secara etimologi, khiyar berarti pilihan atau memilih yang terbaik.Secara terminologi, khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara yaitu memilih antara melangsungkan atau membatalkan (jual beli) supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.
Hukum khiyar mubah (dibolehkan). Dasar hukumnya adalah Hadits Nabi:
وانت بالخيار بكل سلعة إبتعتها ثلا ث ليالرواه البيهقى وابن مجه
Artinya: “Engkau berhak dalam tiap-tiap barang yang kau beli selama 3 malam”. (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
1. Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majelis
Yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk meneruskan atau membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majlis akad (toko) dan belum berpisah badan.  Sabda Rasulullah:
البيعان بالخيا ر مالم يتفرقا رواه البخارى ومسلم
 “Dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan meneruskan atau tidak) selema keduanya bercerai dari tempat akad”(Riwayat Bukhoridan Muslim)

b. Khiyar ‘Aib (cacat)
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada obyek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.
  1. c.    Khiyar Syarat
Yaitu hak memilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli dengan syarat tertentu/tenggang waktu yang disepakati. setelah  sampai pada hari yang ditentukan, maka harusa ada ketegasan tentang jadi atau tidaknya. Dalam hal ini maksimal aktu yang ditentukan adalah 3 hari.
Sabda Rasulullah;
انت با لخيار فى كل سلعة ابتعتها ثلا ث ليالرواه مسلم.
Artinya: “Engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi dan Ibn Majjah)

2. Hikmah Khiyar
  1. Membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip Islam, yaitu kerelaan dan ridha antara penjual dan pembeli.
  2. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik, sepadan pula dengan harga yang dibayar.
  3. Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
  4. Terhindar dari unsur-unsur penipuan dari kedua belah pihak, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
  5. Khiyar dapat memelihara hubungan baik antar sesama. Sedangkan ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat penyesalan yang mengarah pada kemarahan, permusuhan, dendam dan akibat buruk lainnya
B. Utang Piutang
1.    Pengertian Utang Piutang
Hutang-piutang menurut syara ialah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan mengembalikan dengan jumlah yang sama.



“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (Al-Maidah: 2)

2.    Hukum Utang Piutang
Orang yang berhutang hukumnya mubah (boleh), sedangkan orang yang memberi pinjaman hukumnya sunnah, sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. Hukum ini dapat berubah menjadI wajib jika orang yang meminjam itu benda-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda :
عن ا بن مسعود ان ا لنبي صلي ا لله عليه و سلم قا ل: ما من مسلم يقر ض مسلما قر ضا مر تين ا لا كا ن كصد قتها مر ة   رواه ابن ما جه
Dari Ibnu Mas’ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda “Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali“.(HR. Ibnu Majah)
  1. 3.    Rukun Utang Piutang

  1. Lafaz.( kalimat mengutangi) seperti: “saya uatangkan ini kepada engkau” jawab yang berhutang “ saya mengaku berhutang kepada engkau”
  2. Yang berpiutang dan yang berhutang
  3. Barang yang dihutangkan. Tiap-tiap barang yang dapat dihitung, boleh dihutangkan.
    1. 4.    Menambah Bayaran

Melebihkan bayaran dari sebanyak hutang, kalau kelebihan itu memang kemauan yang berhutang dan tidak atas perjanjian sebelumnya, maka kelebihan itu boleh (halal) bagi yang mengutangkannya, dan menjadi kebaikan untuk orang yang memebayar utang[4].

Rasulullah SAW bersabda :
فا ن من خير كم ا حسنكم قضا ء متفق عليه
Maka sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah orang yang sebaik-baiknya pada waktu membayar hutang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW telah berhutang binatang ternak, kemudian beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya daripada binatang yang beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda :
Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang membayar hutangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad At-Turmudzi dan disahkannya).
C. Riba
1.  Pengertian Riba
Riba menurut bahasa artinya الزيادة yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara’ ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang[5].
  1. 2.    Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :
واحل الله البيع وحرم الربوا
Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275).



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).



3.    Macam-macam Riba
Menurut pendapat sebagian ulama’, riba itu da empat macam:
a.   Riba Fadhli (الربواالفضل  )
Yaitu tukar-menukar suatu barang yang sama jenisnya tapi tidak sama ukurannya/takarannya.
Contoh: Seseorang menukarkan seekor kambing dengan kambing lain yang lebih besar, kelebihannya disebut riba fadhli.
b.  Riba Qardhi (الربواالقرضى )
Yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan.
Contoh: Pinjam uang Rp. 10.000,- waktu mengembalikan minta tambahan menjadi RP. 12.000,- Maka yang Rp. 2000,- termasuk riba qordhi.

c.   Riba Yad (  الربوااليد)
Yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Contoh: Seseorang membeli barang, setelah dibayar si penjual langsung pergi padahal barang belum diketahui jumlah dan ukurannya.
  1. d.  Riba Nasiah (الربواالنسئة)
Yaitu tukar menukar suatu barang, yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual.
Contoh: Beli radio Rp. 50.000,- (jika kontan) menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang)(yang Rp. 10.000,- termasuk riba nasi’ah)[6].

BAB III
 PENUTUP

KESIMPULAN
A.      JUAL BELI
jual beli menurut istilah adalah tukar menukar sesuatu barang dengan barang lain atas dasar suka sama suka dengan syarat dan rukun tertentu.Hukum jual beli adalah jaiz/mubah (dibolehkan)
Rukun dan syarat Jual beli
  • Penjual, syaratnya: Baligh (dewasa), berakal sehat, kehendak sendiri,, serta dilakukan atas dasar suka sama suka
  • Pembeli, syaratnya: Baligh (dewasa), berakal sehat, kehendak sendiri, dilakukan atas suka sama suka
  • Barang yang diperjual belikan, syaratnya: Suci, bermanfaat, milik sendiri (diberi kuasa untuk menjual), jelas dan dapat diketahui kedua belah pihak, serta dapat dikuasai oleh penjual atau pembeli
  • Alat tukar, syaratnya: Berupa alat tukar yang syah dan masih berlaku, tidak najis/haram, dan diperoleh dengan jalan halal
  • Sighat ijab qobul/serah terima, syaratnya: Keadaan ijab qobul berhubung, maksud ijab qobul dapat diketahui keduanya, serta dengan kerelaan hati
Jual beli yang dilarang antara lain:
Jual yang terlarang karena kurang syarat dan rukunnya:
  • Jual beli system ijon
  • Jual beli anak binatang ternak yang masih di dalam kandungan
  • Jual beli sperma hewan
  • Jual beli barang yang belum dimiliki
  • Jual beli barang yang diharamkan.
Jual beli sah tetapi terlarang
  • Jual beli padawaktu khutbah sholat Jum’at bagi laki-laki
  • Jual beli dengan niat untuk ditimbun saat masyarakat membutuhkan
  • Jual beli yang tidak mengetahui harga pasar
  • Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain
  • Jual beli dengan cara menipu/memainkan ukuran timbangan
  • Jual beli untuk kemaksiatan



Hikmah jual beli
  • Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
  • Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
  • Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
  • Penjual dan pembeli sama-sama mendapat rizki Allah
  • Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
Khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara yaitu memilih antara melangsungkan atau membatalkan (jual beli) supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Macam-macam khiyar antara lain:Khiyar Majlis, Khiyar’aib (cacat) dan Khiyar syarat.
Hikmah khiyar
  • Membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip Islam, yaitu kerelaan dan ridha antara penjual dan pembeli.
  • Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli,
  • Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
  • Terhindar dari unsur-unsur penipuan dari kedua belah pihak kehati-hatian.
  • Memelihara hubungan baik antar sesama
B.       UTANG PIUTANG
Utang piutang adalah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan mengembalikan dengan jumlah yang sama.Hukumutang piutang adalah mubah (boleh).Rukun Utang Piutang: Lafaz.( kalimat mengutangi) , yang berpiutang dan yang berhutang, barang yang dihutangkan
C.      RIBA
Riba  adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’ atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.Hukumriba adalah haram.Jenis Riba, antara lain:Riba Fadhli, Riba Qordhi dan Riba Nasi’ah.

SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.Maka dari itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, kiranya kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini ke depannya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, khususnya bagi penulis.Amin.


DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi.Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mughniyyah,Muhammmad Jawad.1999.Fiqih Imam Ja’far Shadiq. Jakarta : Penerbit Lantera
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.
Zuhaili, Wahbah.2010. Fiqih Imam Syafi’i :Mengupas Masalah Fiqhiyah berdasarkan Alqur’an dan Hadits.


[1] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 281.
[2]Al-Kahlani, Subul al-salam, hlm. 4
[3]H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 71.
[4] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 307.
[5]H. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 57.
[6] H. Sulaiman Rasjid. 2005. Fiqih Islam. Bandung Sinar Baru Algensindo.hal. 290.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel