-->

ads

Makalah Antara Islam dan Politik

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masalah politik termasuk salah satu bidang studi yang menarik perhatian masyarakat pada umumnya. Hal ini antara lain disebabkan karena masalah politik selal umempengaruhi kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tertib, aman, damai, sejahtera lahir batin, dan seterusnya tidak bias dilepaskan dari system politik yang diterapka. Karena demikian pentingnya masalah politik ini, telah banyak studi dan kajian yang dilakukan para ahli terhadapnya. Demikian pula ajaran Islam sebagai ajaran yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh juga diyakini mengandung kajian masalah politik dan kenegaraan.
Dalam hubungan ini, Ibn Khaldun berpendapat bahwa agama memperkokoh kekuatan yang telah dipupuk oleh Negara dan solidaritas dan jumlah penduduk. Sebabnya adalah karena semangat agama bias meredakan pertentangan dan irihati yang dirasakan oleh satu anggota dari golongan itu terhadap anggota lainnya, dan menuntun mereka kearah kebenaran.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, masalah politik dalam pandangan Islam yang meliputi pengertiannya, sejarah perpolitikan dalam Islam, prinsip-prinsip dasar politik Islam, dan ruang lingkup politik Islam. Supaya tidak ada lagi pemikiran-pemikiran yang bersifat fanatic terhadap pemikiran barat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengat ururusan hamba dengan tuhannya dan tidak mengatur masalah-masalah social termasuk politik ini. Padahal, persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurutsejarahbukanlahpersoalantentangkeyakinanmelainkanpersoalanpolitik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan islam dan negara?
2.      Apa hubungan antara islam dan negara dalam sistem politik Indonesia?
3.      Bagaimana hubungan antara islam dengan demokrasi?
4.      Bagaimana kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?
C.     Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar para pembaca makalah dapat lebih mengetahui secara luas tentang Islam dan negara dalam sistem politik Indonesia. Dan juga agar para pembaca mengetahui tentang perkembangan sistem politik islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ISLAM DAN NEGARA
                 Dalam mendefinisikan islam, terdapat perbedaan pendapat umat islam tentang pengertian politik dalam syari’at Islam.
                 Pertama, mengatakan bahwa Islam adalah satu agama yang serba lengkap yang didalamnya terdapat antara lain system ketatangaraan atau politik. Dalam bahasa lain, system politik atau fiqih Siyasah merupakan integral dan ajaran Islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa system keteladanan yang harus ditela dania dalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw dan para Khulafaurrasyidin, yaitu system khalifah.
                 kedua, menyatakanbahwa Islam adalah agama dalampengertianbarat (sekuler), artinya agama tidaka dahubungannya degan urusan kenegaraan atau system pemerintahan. Menurutaliranini Nabi Muhammad Saw hanya seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain, yang mempunyai misi menyiarkan agama bukan ebagai pemimpin dan pengatur Negara.
                 ketiga, menyatakan menolak bahwa Islam merupakan agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala system kehidupan termasuk system ketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pendapat barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
                 Namun perlu diingat, sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali seorang rasul atau kepala agama beliau adalah sebagai kepala negara. Nabi menguasai wilayah Yasrib atau Madinah al-Munawarah sebagai wilayah kekuasaan nabi, sekaligus menja dipusat pemerintahannya dengan Piagam Madinah sebagai aturan dasar negaranya. Sepeninggalnabi, kedudukan beliau sebagai kepala Negara digantikan oleh Abu Bakar yang merupakan hasil kesepakatan paratokoh sahabat, selanjutnya disebut Khalifah. Sistem pemerintahannya disebut Khilafah, system ini berlangsung hingga kepemimpinan dibawah kekuasaan Ali bin Abi Tholib.
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik. Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah himpunan suatu bangsa yang bercita-cita menegakkan hak dan keadilan bagi segenap rakyat serta berusaha untuk memudahkan jalan mencari penghidupan dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian.Negara disebut juga dengan sekumpulan manusia yang secara tetap mendiami suatu wilayah tertentu dan memiliki instituusi abstraknya sendiri serta sistem yang dipatuuhi dari para pemegang kekuasaan yang ditaatinya serta memiliki kemerdekaan politik.
Tujuan negara Republik Indonesia sendiri sebagaimana tercantum dalam undang-undang dasar 1945 ialah untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,  mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan berdasarkan kepada Pancasila.
B.     ISTILAH ISLAM DAN NEGARA DALAM SISTEM POLITIK
Sistem politik seperti halnya organisme dalam ilmu biologi, terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang saling bergantung pada yang lain dan saling berinteraksi. Pada dasarnya, konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem bersifat abstrak. Sistem politik dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkret, misalnya negara, atau kesatuan yang lebih kecil seperti kota atau suku bangsa.
Setiap sistem masing-masing mempunyai fungsi tertentu yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat tersebut. Sistem-sistem ini merupakan lingkungan dari sistem politik yang memengaruhi jalannya sistem politik serta pelaku-pelaku politik.
Umumnya dianggap bahwa dalam sistem politik terdapat empat variabel :
1.      Kekuasaan, yaitu sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan, antara lain membagi sumber-sumber diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2.      Kepentingan, yaitu tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik.
3.      Kebijaksanaan, yaitu hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan.
4.      Budaya politik, yaitu orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik.
Politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan rakyat yang didasarkan kepada hukum-hukum Islam. Adapun hubungan antara politik dan Islam secara tepat digambarkan oleh Imam al-Ghazali: “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalahpondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap”.
Berbeda dengan pandangan Barat politik diartikan sebatas pengaturan kekuasaan, bahkan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dari politik. Akibatnya yang terjadi hanyalah kekacauan dan perebutan kekuasaan, bukan untuk mengurusi rakyat. Hal ini bias kita dapati dari salah satu pendapat ahli politik di barat, yaitu Loewenstein yang berpendapat “politic is nichtanderesals der kamps um die Macht” (politik tidak lain merupakan perjuangan kekuasaan).
C.    ISLAM DAN DEMOKRASI
Islam dan Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia).
Dalam dunia Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif. Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari pergumulan pemikiran manusia. Namun begitu, tidak ada halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi. Dalam perspektif Islam elemen-elemen demokrasi meliputi: syura, musawah, adalah, amanah, masuliyyah dan hurriyyah.
Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat. dengan demikian maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Watak ajaran Islam sebagaimana banyak dipahami orang adalah inklusif dan demokratis. Oleh sebab itu doktrin ajaran ini memerlukan aktualisasi dalam kehidupan kongkret di masyarakat.
Konsep demokrasi secara umum berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Secara politik juga berarti kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dalam membuat undang-undang dan peraturan negara. Tapi karena tidak mungkin seluruh rakyat dari berbagai penjuru berkumpul guna membuat perundang-undangan, maka rakyat memilih wakilnya yang mereka percayai sebagai penyambung lidah. Rakyat memilih sekelompok orang yang bertugas menyusun undang-undang (legislatif), menjalankan undang-undang (eksekutif), dan menegakkan hukum (yudikatif). Dengan sistem demokrasi kehidupan bernegara dapat menjamin terealisasinya prinsip-prinsip kemanusiaan seperti kebebasan, persamaan dan keadilan.
Perbedaan pendapat umat islam tentang pengertian politik dalams yari’at Islam. Pertama, mengatakan bahwa Islam adalah satu agama yang serba lengkap yang didalamnya terdapat antara lain system ketatangaraan atau politik. Dalam bahasa lain, system politik atau fiqih Siyasahmerupakan integral dan ajaran Islam. Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa system keteladanan yang harus ditela dania dalah istem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw dan para Khulafaurrasyidin, yaitu system khalifah.
kedua, menyatakan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat (sekuler), artinya agama tidak ada hubungannya degan urusan kenegaraan atau system pemerintahan. Menuru aliran ini  Nabi Muhammad Saw hanya seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain, yang mempunyai misi menyiarkan agama bukan sebagai pemimpin dan pengatur Negara.
Ketiga, menyatakan menolak bahwa Islam merupakan agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala system kehidupan termasuk system ketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pendapat barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpen dirian bahwa dalam Islam tidak terdapat system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
Namunperludiingat, sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali seorang rasul atau kepala agama beliau adalah sebagai kepala negara. Nabi menguasai wilayah Yasrib atau Madinah al-Munawarah sebagai wilayah kekuasaan nabi, sekaligus menjadi pusat pemerintahannya dengan Piagam Madinah sebagai aturan dasar negaranya. Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala Negara digantikan oleh Abu Bakar yang merupakan hasil kesepakatan para tokoh sahabat, selanjutnya disebut Khalifah. Sistem pemerintahannya disebut Khilafah, system ini berlangsung hingga kepemimpinan dibawah kekuasaan Ali bin Abi Tholib.
D.    KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL
Prinsip politik dalam negeri menurut Islam ialah, bahwa manusia diciptakan Allah dalamberbagai bangsa, berbagai suku bangsa, dan atau yang sejenisnya dengan tujuan, agar manusia saling kenal mengenal antara san ngatu dengan yang lain. Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah memberikan kontribusi yang cukup signifikasi terhadap kehidupan politik di Indonesia. Pertama ditandai dengan munculnya partai-partai berasaskan islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam dan kedua dengan ditandai sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan umat Islam terhadap keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan, hingga sekarang jaman reformasi.
Berkaitan dengan keutuhan Negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan umat Islam, perumusan Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an, karena nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an. Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, umat Islam rela menghilangkan melaksanakan tujuh kata dari sila kesatu dari Pancasila, yaitu kata-kata “kewajiban melaksanakan syari’at Islam bagi para pemaluknya”.Umat Islam Indonesia dapat menyetujui pancasila dan UUD 45 setidak-tidaknya atas dua pertimbangan: pertama; nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam; kedua, fungsinya sebagai nuktah-nuktah kesepakatan antara berbagai golongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.
Di dalam Islam, kekuasaan politik sangat berkaitan dengan hukum. Yang intinya adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan atau vonis (pengadilan).
Perlu diketahui bahwa konsep sistem politik Islam adalah konsep politik yang bersifat majemuk. Sebabnya, karena sistem politik Islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap Al-Qur'an berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik.
BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Makalah sederhana ini telah menguraikan tentang pemikiran politik berkaitan dengan persoalan antara Islam dan negara di samping berbagai masalah keislaman lainnya. Dapat dikatakan bahwa gagasan-gagasannya tersebut mempunyai kontribusi besar dalam mengembangkan makna baru politik Islam khususnya bagi pemikiran politik Islam di Indonesia.
Pemikiran politik lebih berorientasi pada nilai-nilai keadilan, musyawarah dan persamaan. Dalam konsepsi seperti itu, politik Islam didasarkan atas bagaimana nilai-nilai yang telah terdapat dalam ajaran Islam itu dapat diterapkan dalam konteks bermasyarakat dan bernegara.
B.   KRITIK DAN SARAN
      Demikianlah yang dapat kami paparkandalammakalah kami, semogaapa yang sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Mariam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Musa, yusuf. 1990. Politik dan Negara dalam islam. Surabaya : Usana Offset Surabaya.
Muhammad, Ali abdul mu’ti. 1997. Filsafat politik antara barat dan islam. Bandung :
                  pustaka setia

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel