MAKALAH Sifat dan Objek Ilmu Pendidikan
Monday, August 29, 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian
penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan
manusia hidup dengan menggunakan akal yang dimilikinya untuk berperilaku. Pada
hakikatnya pendidikan adalah suatu usaha untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,
yang didapat dari pendidikan formal maupun non formal.
Ilmu pengetahuan muncul
karena adanya pengalaman manusia ketika ia mendapatkan pengetahuan tertentu
melalui proses yang khusus. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang
menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Salah satu syarat pokok suatu
ilmu yakni harus memiliki objek tertentu yang mana objek tersebut dijadikan
sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan juga tentunya
memiliki karakter atau sifat yang menjadi ciri dari ilmu pendidikan itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Setelah melihat latar
belakang diatas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah sifat-sifat ilmu pendidikan?
2. Bagaimanakah objek-objek ilmu pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sifat Ilmu Pendidikan
Dalam arti sederhana
pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya
sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan secara
luas, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan hidup dan sepanjang hidup.[1] Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan
yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksutnya menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Pendidikan menurut UU No.20
th 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta keterampilan yang di perlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi pendidikan adalah usaha yang
sadar, teratur dan sisitematis di dalam memberi bimbingan atau bantuan kepada
orang lain yang sedang berproses menuju kedewasaan.
Ilmu pendidikan adalah ilmu
yang membahas tentang masalah-masalah yang bersifat ilmu, bersifat teori,
ataupun bersifat praktis. Ilmu pendidikan juga berbicara tentang
masalah-masalah yang menyangkut segi pelaksanaan baik menyangkut teori,
pedoman-pedoman maupun prinsip-prinsip tentang pelaksanaan pendidikan.[2]
Ilmu pendidikan sebagai
suatu ilmu juga memiliki beberapa sifat diantaranya sebagai berikut:
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Empiris
Ilmu pendidikan bersifat
empiris artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi kenyataan
akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Atau dengan kata lain
berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi atau wujud fisik.
Empiris dalam sejarah yaitu sejarah yang memiliki sumber sejarah yang merupakan
kenyataan dalam ilmu sejarah.
Misalnya kalau kita
bercerita tentang terjadinya perang, apakah perang itu benar-benar terjadi atau
tidak, kita bisa mencari tahu berdasarkan bukti-bukti atau peninggalan yang
ditemukannya, masih adanya saksi yang masih hidup, adanya laporan tertulis,
adanya tempat yang dijadikan pertempuran dan bukti-bukti lainnya. Dengan
demikian cerita sejarah merupakan cerita yang memang empiris, artinya
benar-benar tejadi karena berdasarkan bukti yang ditemukan. Kalau cerita tidak
berdasarkan bukti, bukan sejarah namanya, tetapi dongeng yang bersifat fiktif.
[3]
Sementara artinya kebenaran
ilmu pengetahuan itu tidak mutlak seperti halnya kebenaran dalam agama.
Kemutlakan kebenaran agama misalkan dikatakan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat
yang berbeda dengan makhluknya. Ungkapan ini tidak dapat dibantah harus
diyakini atau diimani oleh manusia.
2. Ilmu Pendidikan Bersifat Normatif
Ilmu pendidikan itu selalu
berhubungan dengan soal siapakah “manusia” itu. Pembahasan mengenai siapakah
manusia biasanya termasuk bidang
filsafat yaitu filsafat antropologi. Pandangan filsafat tentang manusia sangat
besar pengaruhnya terhadap konsep serta praktek-raktek pendidikan. Karena
pandangan filsafat itu menentukan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oeh
seorang pendidik yang melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi ini
dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui
praktek dan pengalaman mendidik, tetapi secara normatif bersumber dari norma
masyarakat, juga dari keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang.
Nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dalam pandangan manusia seseorang atau sesuatu bangsa itulah yang
dijadikan norma atau kriteria untuk mendidik. Dan norma ini biasanya tergambar
dalam rumusan tujuan pendidikannya. Dengan demikian, ilmu pendidikan diarahkan
kepada perbuatan mendidik yang bertujuan. Dan tujuan itu di tentukan oleh nilai
yang dijunjung tinggi oleh seseorang. Sedangkan nilai itu sendiri merupakan
ukuran yang bersifat normatif, maka dapat kita tegaskan bahwa ilmu pendidikan
adalah ilmu yang bersifat normatif.[4]
3. Ilmu Pendidikan Bersifat Historisitas
Ilmu pendidikan bersifat
historis karena menguraikan teori sistem sepanjang zaman dan kebudayaan serta
makna filosofis yang berpengaruh pada zaman tertentu.
Berikut merupakan sedikit
contoh historis sebagai ilmu pendidikan yakni pada masa Rasulullah SAW:
v Pendidikan islam di
Makkah
Pendidikan Islam terjadi
sejak Nabi Muhammad di angkat menjadi Rasul Allah di Makkah dan beliau sendiri
sebagai gurunya. Nabi Muhammad menerima wahyu yan petama di Gua Hiro di Makkah
pada tahun 610 M, dalam wahyu itu termaktub ayat al-Qur’an yang artinya: “Bacalah
(ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia
menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang
mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum di
ketahuinya.[5]
Dalam masa pembinaan
pendidikan agama islam di Makkah, Nabi Muhammad juga mengajarkan al-Qur’an
karena al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping
itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya pendidikan dan
pengajaran yang diberikan Nabi Muhammad selama di Makkah ialah pendidikan
keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kpada manusia, supaya mempergunakan
akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan
alam semesta sesuai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan ilmiyah.
Pembinaan pendidikan Islam
pada masa Makkah meliputi:
a. Pendidikan keagamaan
b. Pendidikan ‘aqliyah dan ilmiyah
c. Pendidikan akhlak dan budi pekerti
d. Pendidikan jasmani atau kesehatan.[6]
Sedangkan pembinaan dan
pengajaran pendidikan Nabi di Madinah adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru,
menuju satu kesatuan sosial dan politik.
b. Pendidikan sosial politik dan
kewarganegaraan
c. Pendidikan Anak.[7]
4. Ilmu Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
Karena pada umumnya ilmu
mendidik tidak hanya mencari pengetahuan deskriptif tentang objek pendidikan,
melainkan ingin juga mengetahui bagaimana sebaiknya untuk berfaedah terhadap
objek didiknya. Jadi dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu mendidik boleh
disebut “ilmu yang praktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan
perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Jadi, dari praktik-praktik
pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoritis. Pemikiran teoritis ini
disusun dalam satu sistem pendidikan yang biasanya disebut ilmu mendidik
teoritis. Ilmu mendidik teoritis ini disebut juga ilmu mendidik sistematis.
Jadi sebenarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama, yaitu teoritis sama
saja dengan sistematis.
Dalam rangka membicarakan
ilmu mendidik teoritis, perlu di
perhatikan sejarah pendidikan. Dengan mempelajari sejarah pendidikan
ituterlihat telah tersusun pandangan-pandangan teoritis yag dapat dipakai
sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya. Dapat di
simpulkan bahwa mendidik sistematis mendahului ilmu mendidik historis. Akan
tetapi ilmu mendidik historis memberikan bantuan dan memperkaya ilmu mendidik
sistematis. Kedua-duanya membantu para pendidik agar berhati-hati dalam
praktik-praktik pendidikan.[8]
5. Ilmu Pendidikan yang Berdimensi
Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah
Ilmu pendidikan bersifat
rohaniyah karena selalu memandang peserta didik sebagai makhluk yang bersusila
dan ingin menjadikannya sebagai makhluk yang beradab. Selain itu juga situasi
pendidikan yang berdasar atas tujuan manusia tidak membiarkan peserta didik
kepada keadaan alamnya.
Sedangkan ilmu pendidikan
yang bersifat batiniyah yakni ilmu pendidikan yang dalam hal ini lebih tertuju
pada pemahaman batin atau kondisi jiwa seseorang.
B. Objek-objek Ilmu Pendidikan
Secara umum yang menjadi
objek atau sasaran ilmu pendidikan adalah seluruh yang menjadi sasaran dalam
aktivitas pendidikan atau praktek pendidikan yang meliputi kegiatan mendidik,
mengajar, melatih peserta didik agar berkembang potensinya serta menjadi
manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Peserta didik sebagai
manusia menjadi obyek ilmu pendidikan yang bersifat material sedangkan usaha
untuk membawa peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan atau kedewasaan
disebut obyek pendidikan yang bersifat formal. Upaya mendidik, membimbing dan
melatih siswa menuju perbaikan dan tanggungjawab sebagaimana dalam praktek
pendidikan adalah menyangkut persoalan-persoalan pendidikan.
Setiap ilmu pengetahuan
pasti mempunyai objek. Objek ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu: Objek material dan Objek formal.[9]
1. Objek Material
Objek material adalah bahan
atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan, penelitian atau penelaahan dari
ilmu pengetahuan.
Sedangkan menurut Surajiyo
dkk. objek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan. Objek material juga berarti hal yang
diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material
mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun
yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide,
konsep-konsep dan sebagainya.
Istilah objek material
sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini
dibedakan atas dua arti, yaitu:
a. Dimaksudkan sebagai bidang khusus dari
penyelidikan faktual.
Misalnya: Penyelidikan
tentang atom termasuk bidang fisika, penyelidikan tentang chlorophyl termasuk
penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
b. Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan
pertanyaan pokok yang saling berhubungan.
Misalnya: Anatomi dan
fisiologi keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari
strukturnya sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut
dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan
berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak
pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut.
Anatomi mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam
aspeknya yang dinamis.
Sasaran dari objek material
ini adalah peserta didik, yang memiliki ciri khas yang perlu di pahami oleh
pendidik:
Ø Individu yang mempunyai
potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
Ø Individu yang sedang
berkembang, karena itu individu tersebut membutuhkan bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi.
Ø Individu yang mempunyai
kemampuan mandiri.[10]
2. Objek Formal
Objek formal adalah bidang
yan menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan riset pendidikan. Seperti upaya
untuk mendidik, membimbing, dan melatih siswa menuju perbaikan dan berkaitan
dengan persoalan pendidikan. Objek formal juga berarti sudut tinjauan dari
penelitian atau pembicaraan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu ilmu
pengetahuan atau bisa dikatakan sudut pandang darimana objek material itu
disorot. Jika sudut pandang itu logis, konsisten dan efisien maka dihasilkanlah
sistem filsafat yang lebih kepada pembahasan secara mendalam.
Objek formal suatu ilmu
tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya
dari bidang-bidang lain. Suatu objek material dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi
tertentu. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, Objek materialnya
adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya:
psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu pendidikan termasuk
ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari pengalaman pendidikan, kemudian
disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis.
Sebagai ilmu, Ilmu
pendidikan mempunyai sifat diantaranya:
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Empiris
2. Ilmu Pendidikan Bersifat Normatif
3. Ilmu Pendidikan Bersifat Historisitas
4. Ilmu Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
5. Ilmu Pendidikan yang Berdimensi
Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah.
Sasaran dari objek material
ini adalah peserta didik, yang memiliki ciri khas yang perlu di pahami oleh
pendidik:
Ø Individu yang mempunyai
potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
Ø Individu yang sedang
berkembang, karena itu individu tersebut membutuhkan bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi.
Ø Individu yang mempunyai
kemampuan mandiri.
Secara umum yang menjadi
objek atau sasaran ilmu pendidikan adalah seluruh yang menjadi objek dalam
aktivitas pendidikan atau praktek pendidikan yang meliputi kegiatan mendidik,
mengajar, melatih peserta didik agar berkembang potensinya serta menjadi
manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Objek formal suatu ilmu
tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya
dari bidang-bidang lain. Suatu objek material dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi
tertentu. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, Objek materialnya
adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya:
psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
Inti pembahasan atau pokok
persoalan dan sasaran material dalam ilmu pengetahuan sering disebut sebagai
objek material ilmu pengetahuan, Sedangkan cara pandang atau
pendekatan-pendekatan terhadap objek material ilmu pengetahuan biasa disebut
sebagai objek formal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmdi, Abu dan Nur
Uhbiyanti. Ilmu Pendidikan. PT Rineka Cipta: Semarang. 1991.
Maunah, Binti. Ilmu
Pendidika., TERAS: Yogyakarta. 2009.
Mudyahardjo, Redja.
Filsafat Ilmu Pendidika., Remaja Rosdakarya: Bandung. 2002.
Munib, Achmad dkk.
Pengantar Ilm Pendidikan. UNNES Press: Semarang. 2006.
Munir, Bahrul. Sifat dan
Metode Ilmu Pengetahuan,
http://bahrululummunir.blogspot.co.id/2011/03/sifat-dan-metode-ilmu-pengetahuan.html
diakses pada Minggu, 27 September 2015 (20:02) .
Salam, Burhanuddin.
PENGANTAR PEDAGOGIK (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. Rineka Cipta: Jakarta.
1997.
http://mohkhoiruzaki.blogspot.co.id/2016/02/makalah-ilmu-pendidikan-sifat-dan-objek.html
Tirtarahardja, Umar dan
S.L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Asdi Mahasatya: Jakarta. 2005.
Yunus, Mahmud. Sejarah
Pendidikan Islam. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2008.
Zuhairini, dkk. Sejarah
Pendidikan Islam. Bumi Aksara: Jakarta. 2008.
[1] Redja Mudyahardjo,
Filsafat Ilmu Pendidikan, Remaja Rosdakarya: Bandung, 2002, hlm. 62.
[2] Binti Maunah, Ilmu
Pendidikan, TERAS: Yogyakarta, 2009, hlm. 4-7.
[3] Bahrul Munir, Sifat dan
Metode Ilmu Pengetahuan,
http://bahrululummunir.blogspot.co.id/2011/03/sifat-dan-metode-ilmu-pengetahuan.html
diakses pada Minggu, 27 September 2015 (20:02) .
[4] Burhanuddin Salam,
PENGANTAR PEDAGOGIK (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), PT. Rineka Cipta: Jakarta,
1997, hlm. 18-20.
[5] Q.S. Al-Alaq ayat 1-5.
[6] Zuhairini, dkk.,
Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta, 2008, hlm. 28.
[7] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2008, hlm. 18.
[8] Achmad Munib, dkk.,
Pengantar Ilm Pendidikan, UNNES Press: Semarang, 2006, hlm. 34.
[9] Abu Ahmdi dan Nur
Uhbiyanti, Ilmu Pendidikan, PT Rineka Cipta: Semarang, 1991, Hlm. 81.
[10] Umar Tirtarahardja dan
S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Asdi Mahasatya: Jakarta, 2005, hlm. 52.