HUKUM ADAT PERTANAHAN
Sunday, May 22, 2016
HUKUM
ADAT PERTANAHAN
a.
Hubungan dan Kedudukan Tanah Bagi
Manusia
Jhon
Salin Deho merumuskan kepentingan umum adalah bagi orang banyak, kepentingan
bersama , Negara dan bangsa , menurut Huij Bers yang di kutip maria S.W.
Sumardjono kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan
yang memiliki cirri – cirri tertentu, antara lain menyangkut perlindungan hak –
hak individu sebagai warga Negara dan menyangkut pengadaan serta pemeliharaan
sarana publik dan pelayanan public.
Di
amerika serikat pada masa pembangunan Negara tersebut kepentingan umum ( public
use ) di rumuskan secara luas yakni, sepanjang suatu kegiatan berdampak pada
perluasan lapangan kerja, peningkatan aktivitas perdagangan atau industry dan
pengembangan sumber daya alam .
Menurut
maria S. W Sumardjono kepentingan umum di jabarkan melalui dua cara , pertama
berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah di lakukan
berdasarkan atas kepentingan umum melalui beebagai istilah. Kedua penjabaran
kepentingan umum dalam daftar kegiatan.
Di Indonesia kata “ kepentingan umum “ dan
Ekuivalennya di sebut dalam pasal 18 UUPA dan UU No.20 tahun 1961 tentang
pencabutan hak – hak atas tanah dan benda benda yang ada di atasnya dalam
perkembangannya inpres No. 09 tahun 1973 sebagai pengaturan pelaksanaan UU No
20 tahun 1961 menggunakan 2 pendekatan yakni :
1. Pedoman
Umum ( pasal 1 ayat ( 1 ) lampiran Inpres )
2. 13
daftar kegiatan ( pasal 1 ayat ( 2 ) lampiran inpres )
Demikian
juga kepres No. 55 Th 1993 menganut 2 pendekatan, bahwa kepentingan umum
sebagai kepentingan seluruh lapisan masyarakat di batasan dan kreiteria yakni
kegiatan yang di lakukan selanjutnya di miliki pemerintah serta tidak di
gunakan untuk mencari keuntungan dalam kepres tersebut di tegaskan bahwa hanya
pemerintah yang dapat menggunakan kepres, pengadan tanah oleh pihak swasta harus
di lakukan dengan cara jual beli , tukar menukar dsb nya .
Praturan
presiden ( PERPRES ) No. 36 Th 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum, pasal 1 butir 5 pengertian kepentingan umum
di rumuskan sebagai kepentingan sebagaian besar lapisan masyarakat dengan
rumusan tersebut maka kepentingan umum telah bergeser yakni bahwa kepentingan
umum sebagai kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.
Kebutuhan
tanah yang bersifat pokok adalah tanah mempunyai kedudukan yang tinggi bagi
kehidupan manusia sebagai tempat ia di lahirkan di besatkan, membangun
kehidupannya sebagai tempat tinggal sebagai sumber nafkah dan juga kalau sudah
meninggal kemudian.
Timbulnya
hak milik atas tanah yang akhirnya cendrung ke arah kepemilikan invidual
terjadi melalui suatu proses kesewenangan dapat terjadi selama proses
penguasaan dan penggunaan hak atas tanah , termasuk hak atas memperoleh hak
manfaat. Hasil guna atau kegunaan atas tanah yang sudah ada sejak dulu, turun
temurun selanjutnya mempunyai hak mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain
yang leluasa tanpa ada hambatan,
Menurut
hukum adat, manusia dengan tanah mempunyai hubungan Kosmis – magis- relegius.
Selain hubungan hokum pada zaman colonial terjadi juga proses peralihan hak
milik melalui proses campur tangan pihak penguasa dalam bentuk izin pembukaan
hutang, sedangkan kepada orang buka pribumi dalam bentuk pemberian hak Eigendom
, erfatcht dan opstal oleh gubernur jendral atau eigendom uitwyzing melalui
putusan pengadilan negeri.
Di
Indonesia , individualisasi hak atas tanah terus berproses secara evolusi ,
terjadinya individualisasi hak atas tanah di pengaruhi oleh hal – hal sebagai
berikut :
1. Proses
perkembangan penduduk yang terus meningkat
2. Kemajuan
ekonomi berupa hasil produksi pertanian, perternakan membawa akibat bidang –
bidang tanah tertentu mempunyai nilai lebih,
3. Menurun
nya pengaruh dan kekuasaan hak – hak persekutuan hokum yang jatuh ke tangan
para raja atau ketangan kaum penjajah ( ketika itu )
4. Peralihan
pengaruh dan kekuasaan dari penguasa tradisional ( adat ) ke tangan raja atau
penjajah
5. Pengaruh
yang datang dari luar.
b.
Hak
Ulayat Masyarakat hukum adat
Istilah
“hak Ulayat” terdiri dari dua kata yakni hak dan ulayat , secara etimologi kata
ulayat indentik dengan arti wilayah, kawasan, marga dan negeri. Kata “Hak “
mempunyai arti ( yang ) benar , milik ( kepunyaan ), kewenangan , kekuasaan,
untuk berbuat sesuatu kekuasaan yang benar atau untuk menuntut sesuatu ,
derajat atau martabat . kata hak di artikan peranan bagi seseorang atau pihak
untuk bertindak atas sesuatu menjadi objek hak nya itu.
Menurut
Muhammad koesnoe perkataan “ulayat” pada dasarnya berarti suatu lingkungan
tanah yang berada dalam kekuasaan yang sah suatu persekutuan setiap lingkungan
ulayat selalu meliputi tiga bagian pokok yaitu :
a. Lingkungan
sebagai pusat persekutuan
b. Lingkungan
usaha para warga berua sawah, kebun, ladang, hutan.
c. Lingkungan
tanah persedian berupa hutan, belukar di luar lingkungan usaha tersebut.
Dengan
demikian secara harfiah hak ulayat di artikan sebagai kewenangan masyarakat
hukum adat atas tanah dalam lingkungan / wilayah/ daerah tertentu untuk
menguasai dalam arti mengambil dan memanfaatkan tanah untuk kepentingan
masyarakat hukum dan anggota – anggotanya.
Sebelum
kemerdekaan, praturan pertanahan agrarische wet ( staatsbalad No.55 Th 1870 )
tidak ada mengatur rumusan “hak Ulayat” hanya saja hak ulayat di akui berdasarkan
domiin verklaring untuk Sumatra di sebutkan dalam pasal 1 kemudian praturan ini
tidak berlaku lagi setelah di undangkan UUPA .
Boedi
harsono berpendapat hak ulayat adalah nama yang di berikan pada ahli hukum adat
pada lembaga hukum dan hubungan kongkrit antara masyarkaat hukum adat dengan
tanah wilayahnya, di sebut tanah ulayat dan merupakan labensrong bagi warga
sepanjang masa .
Dalam
keputusan hukum adat, istilah hak ulayat di sebut bestchikking srecht merupakan
sebuah nama yang di berikan van volenhopen yang berarti hak menguasai tanah
dalam arti kekuasaan masyarakat hukum itu tidak sampai pada kekuasaan untuk
menjual tanah di dalam wilayahnya.
Menurut
van volenhoven ada tiga cirri utama hak ulayat yang di kemukakan dalam bukunya
een adat – wet boeke vourhet Indonesia ( 1925 ) yaitu :
1. Beschiking
sreatch ats tanah hanya dapat di miliki oleh persekutuan dan tidak dapat di
miliki oleh perorangan
2. Beschiking
sreatch tidak dapat di lepaskan untuk selama – lamanya
3. Beschiking
sreatch ( jika hak ulayat ) itu di lepaskan untuk sementara kepada orang asing
maka apa bila ada alas an lain selain kerugian untuk penghasilan yang hilang
orang asing tersebut harus membayar cukup kepada persekutuan hukum menurut
hukum adat .
C.C.J.Massen
dan A.P.G. Hans dalam buku nya agraris che regelingen vour heat gouvermens
gebiet van java en Madura merumuskan pengertian hak ulayat adalah hak desa
menurut adat untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerahnya buat kepentingan
anggota – anggotnya untuk kepentingan orang lain ( orang asing ) dengan
membayar kerugian kepada desa yang desa itu sedikit banyak turut campur dengan
pembukaan tanah itu dan turut bertanggung jawab terhadap perkara – perkara
terjadi di situ yang belum dapat di selesaikan.
Terhaar
merumuskan “best Chikking srecht” adalah hak persekutuan hukum masyarakat ,
merupakan hak kolektif dan bukan hak individu yang dapat di miliki oleh
seseorang atau sekeluarga.
Hazairin
merumuskan hak ulayat suatu masyarakat ( hukum ) adat adalah hak atas seluruh
wilayah masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang tidak pernah di asingkan
pada orang atau kelompok masyarakat lain atau di cabut dari masyarakat hukum
adat yang bersangkutan tetapi yang secara turun temurun tetap akan merupakan hak
kolektif masyarakat .
Hukum
adat atas tanah seluas wilayah hukum adat tersebut, menurut ali achmad chom zah
hak ulayat adalah hak persekutuan hukum adat untuk menggunakan bekas tanah yang
masih merupakan hutan belukar di dalam lingkungan wilayahnya gunak kepentingan
persekutuan hukum itu sendiri dan anggota – anggota guna kepentingan orang luar
, ( orang pendatang, orang asing ).
Di susun oleh :
Jhon
Noval O.B
Hambalinur
Luddin
Mohd.
Husin
Beni
Rahadian
Marzuki
Fahrizal
Efendi
Dardani
Sabaruddin
Robet
Syahroni