-->

ads

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang diterapkan di Indonesia bila dibandingkan dengan ideologi besar lain di dunia mempunyai suatu perbedaan. Di satu sisi terkadang perbedaan tersebut terasa dekat dan tipis, tetapi di sisi lainnya perbedaan tersebut sangat jauh dan sangat berbeda.
Permasalahan tentang Ideologi Pancasila bukan hanya sebuah permasalahan yang berkadar kefilsafatan karena bersifat cita-cita dan normatif namun juga bersifat praksis karena menyangkut operasionalisasi dan strategi. Hal ini karena ideologi Pancasila juga menyangkut hal-hal yang mendasarkan suatu ajaran yang menyeluruh tentang makna dan nilai-nilai hidup, ditentukan secara kongkrit bagaimana manusia harus bertindak. Ideologi Pancasila tidak hanya menuntu misalnya agar setiap warga negara bertindak adil, saling tolong menolong, saling menghormati antar sesama manusia, lebih mengutamakan kepantingan umum daripada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan dan sebagainya, melainkan juga ideologi Pancasila akan menuntut ketaatan kongkrit, harus melaksanakan ini dan itu, dan bahkan seringkali menuntut dengan mutlak orang harus bersikap dan bertindak tertentu.
Lalu sejauh mana Perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai ideologi nasional telah dilakukan dan apakah posisi ideologi bangsa Indonesia saat ini sudah sesuai pada koridor yang sesungguhnya atau cenderung eksplisit ke paham-paham lain selain Pancasila? Itulah yang dikaji dalam makalah ini.           
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Mengapa Pancasila dapat dijadikan sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia?
1.2.2 Bagaimana perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional?
1.2.3  Bagaimana perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti agama, liberalisme & komunisme?
1.2.4  Apa hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana?  
1.3  Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu:
·         Tujuan khusus
-          Untuk menegtahui mengapa Pancasila dapat dijadikan sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia.
-          Untuk mengetahui bagaimana perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional.
-          Untuk mengetahui bagaimana perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti agama, liberalisme & komunisme.
-          Untuk mengetahui hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana
·         Tujuan umum
-          Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran yang ilmiah secara tertulis.
-          Untuk memenuhi tugas dalam bidang studi studi Pancasila.
1.4  Metode Penulisan
            Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan dimana penulis mengambil beberapa sumber (sebagaian besar dari buku) dan menyimpulkan apa yang didapatkan dari sumber-sumber tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengukuhan Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
            Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
            Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangaka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
            Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga-lembaga masyarakatutama yang dirapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pendangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnyamenjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang BPUPKI, Panitia ”Sembilan”, serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara republik Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pncasila sebagai Pandangan hidup negara dan sekaligus ideologi negara.
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya. Dengan pandangan hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya. Dengan suatu pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan suatu pandangan hidup yang jelas maka bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai maslah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tesebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang bhinneka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehiduapan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.       
2.2 Perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memcahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional. Sebagai suatu contoh dalam kaitannya dengan ekonomi yaitu diterapkannya ekonomi kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
·     Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideologi tersebut tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga oleh karena Pembukaan memuat nilai-nilai dasar ideologi Pancasila maka Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga dalam negara memiliki kedudukan sebagai ”Sttatsfundamentalnorm” atau pokok kaidah negara yang fundamental. Sebagai ideologi terbuka, nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan terletak pada kelangsungan hidup negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi Pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran begara. Adapun nilai dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang didalamnya terkandung lembaga-lembaga penyelenggaraan negara, hubungan antara lembaga penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.
·     Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya, Garis-Garis Besar Haluan Negara yang lima tahun senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi Masyarakat, undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).
·     Nilai Praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam realissi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspirasi masyarakat.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara kongkret. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:
·     Dimensi Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Kadar serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu menggugah motivasi para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan.
·     Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana tekandung dalam normr-normr, kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan Pokok kaidah Negara yang fundamental. Dalam pengertian ini ideologi Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas.
·     Dimensi Realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup berkembang di masyarakat. Olek karena itu, Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif, maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ”utopis” yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang-awang, melainkan suatu ideologi yang bersifat ”realistis” artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi tebuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ”Utopis” yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ”doktrin” belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata dan reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang ”pragmatis” yang hanya menekankan segi-segi praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai-nilai dasar yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal inilah yang merupakan perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai ideologi nasional.  
2.3  Perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar dunia seperti agama, liberalisme & komunisme
Sebelum penulis membandingkan ideologi Pancasila, agama, liberalisme, dan komunisme, penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang ideologi agama, liberalisme, dan komunisme.  
    2.3.1  Ideologi Agama
Dalam Ideologi Agama, konsepsi negara dan agama adalah satu, artinya bahwa pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, dan segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua macam pengertian negara berideologi agama, yaitu:
Ä  Negara Berideologi Agama Langsung
Dalam sistem negara berideologi agama langsung, kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan. Contohnya, dalam perang dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang untuk kaisarnya, karena menurut kepercayaannya, kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam negara berideologi agama langsung , sebagai upaya untuk memperkuat dan meyakinkan rakyat terhadap kekuasaan Tuhan dalam negara.
Dalam sistem negara yang demikian, maka agama menyatu dengan negara, dalam arti seluruh sistem negara, norma-norma negara adalah merupakan otoritas langsung dari Tuhn melalui Wahyu.
Ä  Negara Berideologi Agama Tidak Langsung
Berbeda dengan sistem negara berideologi agama langsung, negara berideologi agama tidak langsung berpegangan bahwa bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara, melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan. Dalam sejarah kenegaraan kerajaan Balanda, raja mengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat dari Tuhan. Raja mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.
Negara merupakan penjelmaan dari kekuasaan Tuhan, dan oleh karena kekuasaan raja dalam negara adalah merupakan kekuasaan yang berasal dari Tuhan, maka sistem dan norma-orma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Demikianlah kedudukan agama dalam negara berideologi agama dimana firman Tuhan, norma agama serta otoritas Tuhan menyatu dengan negara.
    2.3.2 Ideologi Liberal
Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta empiris (yang ditangkap dengan indera manusia) serta individualisme yang meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan negara. Menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Menurut Hobbes istilah ”homo homini lupus” bararti bahwa dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Liberalisme yaitu bahwa rakyat merupakan ikatan dari individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara.
Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi senantiasa mendasarkan atas kebebasan individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi dalam negara, sehingga dimungkinkan akan berkedudukan lebih tinggi daripada nilai religius. Hal ini harus dipahami karena demokrasi akan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, antara lain bidan politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, ilmu pengetahuan bahkan kehidupan agama ataupun religius. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta karakter bangsa sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang hanya mendasarkan pada paham liberalisme
    2.3.3 Ideologi Komunis
Berbagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunismelah sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal. Menurut paham ini, munculnya masyarakat kapitalis menyebabkan penderitaan rakyat, sehinggakomunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung pemerintah. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinanbahwa manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial saja dan sekumpulan relasi sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukan individualisme. Karena tidak adanya hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme bahwa demokrasi individualisme itu tidak ada, yang ada adalah hak komunal.
Dalam masyarakat terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara dialektis yaitu kelas kapitalis dan kelas proletar (buruh). Kelas Kapitalis senantiasa melakukan penindasan atas kelas buruh proletar. Semua ini harus dilenyapkan. Untuk merubah hal tersebut, maka harus dilakukan dengan mengubah secara revolusioner infrastruktur masyarakat. Etika ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas masyarakat secara totalitas.
Kaitannya dengan negara, bahwa negara adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk komunal. Mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan kemenangan pada pihak kelas protelar. Pemerintah negara harus dipegang oleh orang-orang yang meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Hak individual dianggap tidak ada dan hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif. Sehingga komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.
    2.3.4  Perbandingan Ideologi Pancasila, Agama, Liberalisme, dan Komunisme
         Ideologi

      Hal

Pancasila

Agama

Liberal

Komunis
Hubungannya dengan
Agama
Wajib dengan kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinannya.
Wajib, dengan agama yang sama dengan yang danut pemerintah.
Boleh memeluk agama dan juga tidak dilarang untuk tidak memeluk agama.
Tidak percaya dengan keberadaan Tuhan.
Hubungannya dengan Tatanan
Ekonomi
Mengutamakan ekonomi koperasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
Sesuai tuntunan kitab suci agama yang dianut. Contohnya, ekonomi Syariah untuk negara berideologi agama Islam
Melaksanakan sistem ekonomi liberal yang bebas. Hak-hak pribadi diakui dan diberi ruang sebebas-bebasnya
Melaksanakan ekonomi etatisme yang berpijak pada kepentingan kolektif rakyat secara menyeluruh. Hak-hak pribadi dibatasi sampai pada batas tidak diakui
Hubungannya dengan sistem politik dan pemerintahan
Sistem politik yang berasaskan Pancasila. Memperkenankan terdapat banyak organisasi partai untuk kepentingan demokrasi. Dipimpin oleh seorang Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
Sistem politik yang berdasarkan tuntunan kitab suci. Tidak terdapat partai. Kepala negara dan kepala pemerintahan digariskan dalam garis keturunan Raja.
Sistem politik yang liberal dan demokratis. Terdapat sedikit partai, tapi sangat aspiratif dengan keinginan rakyat. Kepala negara dan kepala pemerintahan dipimpin oleh presiden.
Sistem politik yang sosialis. Terdapat beberapa partai yang berhaluan berbeda, tetapi hanya satu yang muncul. Hal itu karena adanya keberpihakan politik pada salah satu partai saja. Hal ini biasa disebut demokrasi tertutup. Dipimpin oleh presiden seorang presiden.
     
2.4  Hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana
2.4.1 Pengertian Tri Hita Karana
Masyarakat Bali dalam kehidupannya dituntun oleh nilai-nilai kebudayaan bali yang bercorak religius yang selalu berusaha bersikap seimbang terhadap alam sekitarnya. Nilai dan asas-asas itu kemudian dipersepsikan ke dalam ajaran Filsafat Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan suatu tata krama bertujuan untuk melestarikan keseimbangan hidup yang bermuara pada kemakmuran dunia. Secara harfiah artinya sebagai berikut:
1.      Tri artinya tiga
2.      Hita bararti baik, senang, gembira, lestari, harmonis
3.      Karana berarti sebab musabab
Dengan demikian Tri Hita Karana artinya tiga unsur penyebab adanya kemakmuran. Adapun uraian dari tri hita Karana itu adalah sebagai berikut:
1.      Parhyangan
Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Tuhan. Parhyangan berarti Ketuhanan atau hal-hal yang menyangkut dalam rangka pemujaan Sang Hyang Widi sebagai Maha Pencipta.
2.      Palemahan
Palemahan berasal dari kata lemah yang artinya tanah juga berarti buana atau alam, dalam arti sempit berarti suatu pemukiman atau tempat tinggal.
3.      Pawongan
Pawongan berasal dari kata wong yang berarti orang. Pawongan berarti perihal berkaitan dengan orang atau keorangan dalam suatu kehidupan masyarakat.
Ketiga unsur ini tak dapat dipisahkan dalam tata hidup masyarakat Bali, bahkan senantiasa diterapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kebulatan yang padat, erat melekat pada setiap aspek kehidupan secara harmonis, dinamis dan produktif.
    2.4.2 Hubungan Ideologi Tri Hita karana dengan Ideologi Pancasila
Ideologi Tri Hita Karana yang ada di dalam masyarakat Bali sesungguhnya mempunyai kaitan yang erat dengan Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila yang diwujudkan dalam Kesatuan sila-sila Pancasila bisa kita relasikan dengan tiga konsep idelogi Tri Hita Karana. Parahyangan yang merupakan konsep ketuhanan dalam Tri Hita Karana berelasi dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudannya bisa kita lihat pada masyarakat hindu bali yang sangat religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhan dalam berbagai manifestasinya di dunia ini. Pawongan yang merupakan konsep tentang keberadaan manusia di dunia ini berelasi dengan sila kedua, ketiga, keempat dan kelima Pancasila. Perwujudannya bisa kita lihat pada adat dan budaya masyarakat Hindu Bali. Budaya paum, ngayah ketika hendak melaksanakan upacara Keagamaan, dan medana punia adalah sebagian dari begitu banyak adat istiadat dan Budaya Bali yang menyangkut keberadaan manusia. Palemahan yang merupakan konsep dunia sebagai tempat hidup manusia berelasi dengan sila kelima Pancasila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelestarian tempat hidup manusia adalah aset bagi manusia itu sendiri untuk memperoleh kehidupan dan penghidupannya di dunia. Contohnya, dengan merawat alam Bali dengan baik, banyak wisatawan yang datang ke Bali. Hal tersebut mendatangkan devisa dan akhirnya memajukan dan mensejahterakan perekonomian Bali.         

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
              Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Pancasila sebagai Ideologi Nasional adalah suatu hal yang mutlak dan harus dijalani dengan konsekuen. Pancasila sebagai suatu ideologi sedapat mungkin tidak dijadikan sesuatu yang sifatnya ”Utopis” dan ”Pragmatis” belaka namun harus bisa bersifat universal dan tetap, yang penjabaran realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Namun sesuatu yang harus dihayati adalah keeksplisitan Ideologi Pancasila jangan diarahkan ke arah yang merusak nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Ideologi Pancasila harus tetap pada koridornya sebagai jiwa bangsa Indonesia yang luhur.  
3.2 Saran
              Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengerti arti Pancasila sebagai sebuah Ideologi Nasional.  
DAFTAR ISI
M.S, Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
M.S, Kaelan. 2002. Filasafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Metra, Wayan, d.k.k. 2003. Orsosdat. Tabanan: Percetakan Kawan


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel