MAKALAH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA LENGKAP
Monday, October 5, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah unit
sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat
besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu
kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga
disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri
dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki
hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya
keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu
dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota
keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik,
ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental,
emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis
apabila terjadi sebaliknya.
Ketegangan maupun
konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan
hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah
tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga
bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah
mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan
menyelesaikan hal tersebut.
Setiap keluarga memiliki
cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah
diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan
mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti
perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga
sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik
secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak
mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat
solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi
yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara
tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah
dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik
sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah
menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa,
mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat
dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang
diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, sek
sual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
b. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
c. Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
d. Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah tangga.
2. Mengetahui bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
3. Mengetahui faktor-fartor apa saja yang menjadi penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4. Mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam Rumah Tangga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam Rumah
Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, sek sual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam
rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
- Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
- Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
- Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
- Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan yang
dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat
dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang
hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang
berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri
atau anak diancam hukuman pidana”
B. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi
patah atau bekas luka lainnya.
b. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis
atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang
termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,
mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai
sarana memaksakan kehendak.
c. Kekerasan sek sual
Kekerasan jenis ini
meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa melakukan hubungan sek sual, memaksa selera sek sual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri
C. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Strauss A. Murray
mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan
keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap
sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga
mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan
pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita
(istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan
pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
c. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak
bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika
terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan
menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
d. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai
hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan
laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai
seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai
istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya,
diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak
hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan
sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
D. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Untuk menghindari
terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara
penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
a. Perlunya
keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat
diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus tercipta
kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama
itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan
orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai
setiap pendapat yang ada.
c. Harus adanya
komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah
tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak
ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa
menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
d. Butuh rasa
saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling
percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk
melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul
adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang
juga berlebih-lebihan.
e. Seorang istri
harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga,
sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan
baik.
KESIMPULAN
Seharusnya seorang suami
dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang
memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan
sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Di dalam sebuah rumah
tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah
tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak,
itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di
mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang
bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai
pendapat pasangannya masing-masing.
Seperti halnya dalam
berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling
percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga
halnya dalam rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya.
Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan
aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah
sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga
berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu,
terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah.
Karena mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika
sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan
berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami
yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita
lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa
menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
Maka dari itu, di dalam
sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak
terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak
yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun
istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca
pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita,
sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang tentang Penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004,