-->

ads

makalah peserta anak didik dalam hadis



KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah sosiologi yang berjudul “Peserta Didik dalam Hadis” tepat pada waktunya.
 Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
   Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin




















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                       …………………………………
DAFTAR ISI                                                       …………………………………
1.      BAB 1
a.       Pedahuluan                                         …………………………………
b.      Latarbelakang                                     …………………………………
c.       Rumusan Masalah                               …………………………………

2.      BAB II
a.       Pembahasan                                        …………………………………
b.      Definisi Peserta didik                         …………………………………
c.       Definisi Peserta didik dalam Islam     …………………………………

3.      BAB III
a.       Penutup                                               …………………………………
b.      Kesimpulan                                         …………………………………
c.       Daftar Pustaka                                    …………………………………












BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATARBELAKANG

Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],

Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam pendidikan Islam memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan kembangkan dalam kajian pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini kami akan menjelaskan tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan Islam, kebutuhan-kebutuhan peserta didik, karakteristik peserta didik, dan sifat-sifat serta kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam.

B.            Rumusan Masalah
1.                  Apa yang dimaksud peserta didik ?
2.                 Apakah yang dimaksud dengan peserta didik dalam pendidikan    Islam?
3.                  Apa kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam pendidikan Islam?
4.                  Bagaimana karakteristik peserta didik dalam pendidikan Islam?
5.                  Bagaimana sifat-sifat dan kode etik peserta didik dalam pendidikan  Islam?
















































BAB II
PEMBAHASAN

A.           Definisi Peserta Didik
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah setiap orang yang meluangkan waktunya untuk belajar kepada seorang pendidik. Peserta didik adalah orang yang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian ia tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang berukuran kecil karena mempunyai spesifikasi tersendiri.
Rasulullah SAW, sangat memberikan perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan hadits-hadits yang membicarakan tentang mencari ilmu pengetahuan. Perhatian yang demikian tinggi, karena rasulullah juga menyatakan dirinya sebagai pendidik. Rasulullah lebih mengutamakan majlis orang yang belajar dari pada majlis ahli ibadah. Diantara hadits yang membicarakan tentang peserta didik adalah sebagai berikut.
حدثنا مسدد قال,حدثنا بشر قال, حدثنا ابن عون, عن ابن سبرين, عن عبد الرحمن بن ابي بكرة عن ابيه ... قال النبي, "من يرد الله به خيرا يفقهه الله وانما العلم بالتعلم." (رواه البخاري)
Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, berkata menceritakan kepada kami bysr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn ‘aub, dari ibn sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya. Nabi SAW bersabda, “ barang siapa dikehendaki baik dari allah, maka ia dikaruniai kepahaman agama. Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar.(HR. Bukhari)
حدثنا الحميد قال, حدثنا سفيان قال, حدثني اسماعيل بن ابى خالد على غير ما حدثناه الزهري قال, سمعت بن قيس بن ابي حازم قال, سمعت عبد الله بن مسعودقال, قال النبي صلى الله عليه وسلم," لاحسد إلا في اثنتين: رجل اتاه الله ما لا فسلط على هلكته في الحق, ورجل اتاه الله الحكمة فهويقضى بها ويعلمها." (رواه البخاري)
Artinya : menceritakan kepada kami humaid, ia berkata, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku isma’il ibn abu khalid atas selain yang kami ceritakan olehnya al-zuhriy, ia berkata, “ aku mendengar ibn qais ibn abu hazim, ia berkata, aku mendengar ‘abdullah ibn mas’ud berkata, nabi SAW bersabda,” tidak boleh iri hati kecuali dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh allah lalu harta itu di kuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki di beri hikmah oleh allah dimana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.” (HR. Bukhari)
حدثنا سعيد بن ابى مرية قال, اخبرنا نافع بن عمر, قال, حدثنى ابن ابي مليكة, ان عائشة زوجة النبي صلى الله عليه وسلم, كانت لاتسمع شيئا إلا راجعت فيه جتى تعرفه ... (رواه البخارى)
Artinya : menceritakan kepada kami sa’id ibn abi maryam, ia berkata, memberitakan kepada kami na’fi ibn umar, ia berkata, menceritakan kepadaku ibn abu mulaikah, bahwasanya ‘Aisyah istri Nabi SAW, tidak pernah mendengar sesuatu yang tidak diketahuinya melainkan ia mengulangi lagi sehingga ia mengetahuinya benar-benar (HR. Bukhari).
حدثنا عبد الله بن يوسف قال, حدثني قال, جدثني الليث قال, حدثني سعيد, عن ابى شريح, انه قال لعمروبن سعيد ___ وهويبعث المبعوث الى مكة."ائذن لي ايها الامير, احدث قولا قام به النبي صلى الله عليه وسلم الغدمن يوم الفتح, سمعته اذناي, ووعاه قلبي, وابصرته عيناي, حين تكلم به حمد الله واثنى عليه, ثم قال, " ان مكة حرمها الله ولا يحرمها للناس, فلا يحل لأمرىء يؤ من بالله واليوم الاخر ان يسفك دما, ولا يعضد بها شجرة, فإن احد ترخص لقتال لرسوا الله صلى الله عليه وسلم فيها سلعة من نهار, ثم عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس, وليبلغ الشاهد الغائب." (رزاه البخارى).
Artinya : menceritakan kepada kami ‘Abdullah ibn yusuf, ia berkata, menceritakan kepadaku laits, ia berkata, menceritakan kepadaku sa’id dari abu suraih, bahwanya ia berkata, kepada amr bin sa’id, ketika ia mengirim pasukan ke makkah, “izinkanlah saya wahai amir untuk menyampaikan kepadamu suatu pekerjaan yang di sabdakan nabi SAW. Pada pagi hari pembebasan (mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh kedua telinga saya, dan hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau menyabdakannya. Beliau memuja allah dan menyanjungNya, kemudian beliau bersabda, “sesungguhnya makkah itu di mulyakan oleh allah ta’ala dan manusia tidak memulyakannya, maka tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada allah dan hari akhir menumpahkan darah di makkah, dan tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseornag memandang ada kemurahan (untuk berperang) berdasarkan peperangan rasulullah SAW. Disana, maka katakanlah [kepadanya], sesungguhnya allah telah mengizinkan bagi rasulNya, tetapi tidak mengizinkan bagimu, dan allah hanya mengizinkan bagikusesaat di suatu siang hari, kemudian kembali kemuliaannya (diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya kemarin.” Orang yang hadir hendaklah menyampaikannya kepada yang tidak hadir (ghaib). (HR. Bukhari)
حدثنا علي بن عبد الله قال, حدثنا سفيان قال, حدثنا عمرو قال, أخبرني وهب بن منبه, عن اخيه قال, سمعت ابا هريرة يقول, "مامن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم احد اكثرحديثا عنه مني, إلاما كلن من عبد الله بن عمرى, فإنه كان يكتب ولا أكتب." (رواه البخارى).
Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku umar, ia berkata, memberitakan kepadaku wahabibn munabbih, ia berkata, aku mendengar abu hurairat berkata, “ tiads eorangpun dari sahabat nabi SAW yang lebih banyak meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau SAW dari pada saya, melainkan apa yang didapat dari abdullah bin amr, sebab ia mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya,” (HR. Bukhari)
حدثنا ابو نعيم الفضل بن دكين قال, حدثنا شيبان, عن يحيى عن ابى سامه, عن ابى هريرة : ... فجاء رجل من اهل اليمن, فقال, اكتب لي يارسول الله فقال, " اكتبو الابي فلان." (رواه البخارى)
Artinya : menceritakan kepada kami abu nu’aim fadhlu ibn dukain, ia berkata, menceritakan kepada kami syaiban dari yahya, dari abi salamat, dari abu hurairat:.... seorang laki-laki datang dari yaman, dan berkata, “tuliskan untukku ya rasulullah! Rasulullah SAW bersabda, “tuliskanlah untuk ayah si fulan.” (HR. Bukhari).
حدثنا مسدد قال, حدثنا بشر قال, حدثنا ابن عون, عن ابن سيرين, عن عبد الرحمن بن ابي بكرة عن ابيه ... من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا الى الجنة (رواه البخارى)
Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, ia berkata, menceritakan kepada kami bisyr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn ‘Aub, dari Ibn sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya... rasulullah bersabda, “ siapa yang berusaha mencari ilmu, allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga.” (HR. Bukhari)
حد ثنااحمد ابن ابي بكر ابو مصعب قال, حد ثنا محمد بن ابراهيم بن دينار, عن بن ابي ذئب, عن سعيد المقبري, عن ابي هريرة قال, قلت, با رسول الله اني اسمع منك حد ثنا كثيرا انساه؟ قال, " ابسط رداءك". فبسطته .... ثم قال: "ضمه" فضممة, فما نسيت شيئا بعده." (رواه البخارى)
Artinya : menceritakan kepada kami ahmad ibn abu bakar al-shiddiq abu masg’aub, ia berkata, menceritakan kepada kami muhammad ibn ibrahim ibn dinar, dari ibn abi dzi’bu, dari sa’id al-maqburiy, dari abu hurairat, ia berkata, aku berkata kepada rasulullah SAW, “ wahai rasulullah, sesungguhnya aku banyak mendengar hadits dari engkau, lalu aku lupa?” rasulullah SAW bersabda, “ hilangkan perkara yang burukmu,” lalu aku menghilangkannya.... lalu rasulullah SAW bersabda, “ hapalkanlah,” lalu aku menhapalkannya,” setelah itu aku tidak melupakan suatu hadits pun setelah itu,” (HR. Bukhari).
حدثنا اسماعيل قال حدثنى اخى, عن ابن ابي ذئب, عن سعيد المقبري, عن ابي هريرة قال, "حفضة من رسول الله صلى الله عليه وسلموعاءين, فاما احدهما فبثثته, واماالاخر فلو بثثته قطع هذا البلعوم,(رواه البخاري).
Artinya : menceritakan kepada kami isma’il, ia berkata, menceritakan kepadaku saudaraku, dari ibn abi dazi’bu, dari sa’id al-maqburiy, dari abu hurairat, ia berkata, “saya hafal dari nabi dua tempat. Adapun salah satu dari keduanya, maka saya siarkan (hadits itu). Seandainya yang lain saya siarkan, niscaya terputuslah tenggoro’an ini”. (HR. Bukhari)
وقال مجاهدو"لايتعلم مستحى ولا مستكبر, وقالت عائشة, "نعم النساء نساء الانصار, لم يمنعهن الحاء ان يتفقهن في الدين." (رواه البخارى)
Artinya : berkata mujahid, “pemalu dan sombong tidak akan dapat mempelajari pengetahuan agama.”aisyat berkata, “sebaik-baik kaum wanita adalah kaum wanita anshar, mereka tidak di halang-halangi rasa malu untuk mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama. (HR. Bukhari).
حدثنا الحجاج قال, حدثنا شعبة قال, اخبرني علي بن مدرك, عن ابي زرعة, عن جرير, " أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له في حجة الوداع, " استنصت الناس" فقال, "لاترجعوا بعدي كفارا, يضرب بعضكم رقاب بعض." (رواه البخارى)
Artinya : menceritakan kepada kami hajjaj, berkata, menceritakan kepada kami syu’bat berkata, menceritakan kepadaku ‘Ali ibn mudrik, dari abi zur’ah, dari jarir bin abdullah, mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda kepadanyapada waktu mengerjakan haji wada’, “diamkanlah manusia!” lalu beliau bersabda, “sesudahku nanti janganlah kamu menjadi kafir, dimana sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain.” (HR. Bukhari).
Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik
Siswa atau peserta didik adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, peserta didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Peserta didik itu akan menjadi faktor “penentu”, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Itulah sebabnya sisa atau peserta didik adalah merupakan subjek belajar.
B.            Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majelis Taklim, Paguyuban, dan sebagainya.
Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa.
Peserta didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya. Sebaliknya, jika peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang celaka dan binasa.
Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, dan umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.
Dengan demikian dalam konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi bersabda


أَكْرِمُوْااَبْنَاءَكُمْ وَأَحْسِنُوْا اَدَبَهُمْ
“Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu Majah 2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)
Menurut Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam keadaan tidak berdaya (hulpeoosheid). Dalam Al-Quran dijelakan:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(QS. An-Nahl: 78)
Peserta didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.
 Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., yang berbunyi:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ اِلَّايُوْلَدُعلَىَ الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه مسلم)
Artinya: “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membaa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim)
Menurut hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah-ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis ini, yang menentukan perkembangan seseorang.
Manusia memepunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.
Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak peserta didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian kemungkinan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi:
خَاطِبوُاالنَّاسَ عَلىَ قُلُوْبِهِمْ (الحديث)
“Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan akalnya” (Al-Hadits)
C.            Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik untuk mendapatkan kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya.


































BAB III
PENUTUP
Peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran
o   Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
o   Kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan social, kebutuhan untuk mendapatkan status, kebutuhan mandiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan ingin disayangi dan dicintai, kebutuhan untuk curhat, kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup.
o   Karakteristik peserta didik diantaranya: (a) peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa, (b) peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin, (c) peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, (d) peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. (e) peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan, (f) peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dalam mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya.
o   Sifat-sifat dan kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam yaitu;  (1) belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT (2) mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (3) bersikap tawadlu’ (rendah hati) (4) menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.(5) mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah) (6) belajar dengan bertahap (7) belajar ilmu sampai tuntas. (8) mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari. (9) memprioritaskan ilmu diniyah. (10) mengenal nilai-nilai pragmatis (11) peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik





DAFTAR PUSTAKA

Badawi, A. Zaki, Mu’jam Musthalahat al-‘Ulum al-Ijtima’iyat, Beirut: Maktabah Libnan, 1982.
Baihaqi, H., Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil. Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379
 H. Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1. Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir. Jakarta: Rajawali, 1991.
Hamd, Ibrahim, Muhammad. Maal Muallimîn, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dârul Haq, 2002.
Lathîb, Muhammad Syamsy al-Hâq al-’Azhîm ‘Abadi. ‘Aunu al-Ma’būd Syarh Sunan Abi Dâud. Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel