-->

ads

Sejarah Islam dan Peradaban islam pada masa disanti umayyah



TA PENGANTAR

Alhamdulillah, bahwa hanya dangan petunjuk dan hidayah-Nya sajalah makalah ini bisa selesai dan bisa terwujud sehingga sampai dihadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan bagi para pembaca pada masa sekarang dan yang akan datang.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai semakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang dengan Mengetahui Sejarah Indonesia  mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan Siswa maupun dikalangan Umum.
Semoga Makalah yang berjudul “Sejarah Islam dan Peradaban islam pada masa disanti uamyyah” akan bisa berguna bagi teman teman dan masyarakat umum nya.



































DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR                                                            …………………………………………i
DAFTAR ISI                                                                             …………………………………………ii
1.      BAB I
a.       Pendahuluan                                                     …………………………………………1
b.       Latarbelakang                                                  …………………………………………1
c.       Tujuan masalah                                               …………………………………………2
2.      BAB II
a.       Berdirinya Dinasti Umayyah                     …………………………………………3
b.       Masa Keemasan Dinasti Umayyah          …………………………………………4
c.       Harokah Ilmiyyah                                          …………………………………………4
d.       Keruntuhan Bani Umayyah                        …………………………………………8
3.      BAB III
a.       Penutup                                                              …………………………………………12
b.       Kesimpulan                                                       …………………………………………12
c.       Saran                                                                    …………………………………………12
4.      Daftar Pustaka                                                     …………………………………………14





















BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATARBELAKANG
Sepeninggal Ali bin Abu Thalib, gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan Bani Umayah. Keberhasilan Muawiyah dalam meraih jabatan khalifah dan membangun pemerintahan Bani Umayah bukan hanya akibat dari kemenangan diplomasi di Shiffin dan terbunuhnya Khalifah Ali saja, melainkan merupakan hasil akhir dari peristiwa-peristiwa politik yang dihadapinya dan karir politiknya yang cukup cemerlang.
Jika dirunut secara kronologis, keberhasilan Muawiyah dilatar-belakangi oleh beberapa faktor dan peristiwa politik sebagai berikut.
Pertama, sejak masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab, kepribadian dan kematangan karir politiknya sudah nampak. Pada masa itu, ia diangkat menjadi gubernur Syam menggantikan Abu Ubaidah dan saudaranya, Yazid bin Muawiyah, yang meninggal dunia akibat serangan wabah penyakit yang sangat ganas. Dengan usianya yang masih muda, dia adalah politikus berpengalaman, dia tahu segala liku-liku persoalan. Karena itu, kedudukan Muawiyah sebagai gubernur ini terus bertahan hingga kekhalifahan Usman bin Affan dan awal kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.
Kedua, pada awal pemerintahan Ali bin Abu Thalib, Muawiyah diminta untuk meletakkan jabatan, tetapi ia menolaknya. Bahkan ia tidak mengakui kekhalifahan Ali dan memanfaatkan peristiwa berdarah yang menimpa Usman bin Affan untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi pembunuhan Usman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang sesungguhnya.
Ketiga, desakan Muawiyah tersebut mengakibatkan terjadinya pertempuran sengit antara pihaknya dan pihak Ali sebagai khalifah di kota tua Shiffin yang berakhir dengan proses tahkim (arbitrase) pada tahun 37 H.
Dengan catatan kronologi di atas, Muawiyah pun mampu mengambil alih kuasa kekhalifahan dari tangan pendukung Ali dengan langkah-langkah yang menunjukkan bahwa dia-lah politikus hebat, cakap, dan berpengalaman. Meskipun tak bisa dipungkiri juga akan segala modus kelicikan yang beliau lakukan demi sebuah tampuk kepemimpinan.


II.                TUJUAN MASALAH

a.       Mengetahui sejarah berdirinya Dinasti umayyah
b.       Masa keemasan Dinasti Umayyah
c.       Mengetahui Harokah
d.       Masa Kemunduran Dinasti Umayyah
e.       Kesimpulan dan pelajaran yang di dapati




























BAB II
PEMBAHASAN

1.     Berdirinya Dinasti Umayyah
Dinasti Umayah mengambil nama keturunan dari Umayah ibn Abdi syams ibn Abdul manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka persukuan pada zaman jahiliyah, bergandengan dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf .
Dari nama umayah tersebut, maka dinasti itu di sebut Dinasti Umayah yang selama pemeritahanya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyyah (661-68),Yazid I (680-683), Muawiyah dua(683), Marwan(683-685), Abdul malik(685 -705), al Walid I(705 -715), Sulaiman (715 -717), Umar II(717- 720), Yazid II (720-724), Hisyam (724-743), Yazid III(744), Ibrahim (744), dan Marwan II (744- 750 M).
Semasa kepemimpinan muawiyah peta Islam melebar ke timur sampai Kabul, Ghazni, Kandahar, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Sementara itu, di front barat panglima Uqbah Ibn Nafi’ menaklukan Carthange (kartagona), ibu kota Binzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat kegiatan militer di kota Qayrawan.
Pemerintahan corak Republik menjadi Monarchi (sulthanat/kingship) selain menerapkan corak pemeritahan yang turun temurun, kekuasan di tetapkan menjadi milik diri Dinasti Umayah. Ialah yang pertama memunculkan jurang antara Arab dan Mawalli. Ia pula yang pertama kali menerapkan Diwan Al-Khatim dan Diwan Al-Barid. Diwan-diwan itu kemudian berkembang maju pada masa Abdul Malik. Di bawah kepala dinas pos ini, ia juga bangun pos-pos pemeriksaan supaya mudah mengontrol gerak musuh.[1]
Namun tak bisa dipungkiri bahwa pada masa pemerintahannya, Muawiyah banyak sekali mendapatkan kecaman yang timbul dari berbagai kelompok masyarakat yang tidak merestui akan berdirinya Dinasti tersebut. Karena, dikatakan bahwa Muawiyah merebut kekuasaan atas jalan yang licik dan kotor. Tapi, meskipun demikian beliau masih saja tegar dalam menghadapi perlawanan tersebut dengan langkah penyelesaian yang akurat.




B.  Masa keemasan  Dinasti Umayyah
            Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara islam yang  besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.[2]
            Kita bisa lihat pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj, mencoba menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi di seluruh negri. Meskipun, bahasa-bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Dalam pada itu, orang-orang non arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai menggunakan bahasa Arab. Perhatian bahasa Arab dimulai diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab. Hal inilah yang mendorong lahirnya seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arab jahiliyah pun muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.
            Bidang pembangunan fisik pun tidak luput dari perhatian para khalifah bani umayyah. Masjid-masjid di semenanjung Arabia dibangun, katedral st. John di Damaskus diubah menjadi masjid. Dan kadetral di Hims digunakan sekaligus sebagai masjid dan gereja. Selain itu, di masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah, dan filsafat. Pusat kegiatan ilmiyah ini adalah Kuffah dan Basrah di Iraq.[3]
Di masa Umar bin Abdul Aziz pun, sering diundang para ulama dan fuqaha untuk mengkaji ilmu di dalam majelisnya. Pada masa beliau dilarang mencaci lawan politik dalam khutbah. Bidang keagamaan berjalan karena besarnya motivasi keagamaan pada masa itu, bidang filsafat berjalan karena umat Islam pada akhir Bani Umayyah terpaksa menggunakannya dalam perdebatan dengan kaum Yahudi dan Nasrani serta diantara sesama penganut Islam.

C. Harokah Ilmiyyah ( Kemajuan dibidang keilmuan )
Sistem Politik Dan Perluasan Wilayah
Dijaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd Al-Malik, dia menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M. pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. Mereka sampai kewilayah Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari. Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maitan.
Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya. Dia memulai kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.
Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Bibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi.
Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun.
Dijaman Umar Ibn Ab Al-Aziz masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwa’an dan kesalehannya, dia dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga banyak orang masuk islam, masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz terhitung pendek.
Dijaman Hasyim Ibn Abd Al-Malik (724-743M) pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.
Khususnya dibidang Tashri, kemajuan yang diperoleh sedikit sekali, sebab kurangnya dukungan serta bantuan pemerintah (kerajaan) waktu itu. Baru setelah masa khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan Ibn Ali ketika dia naik tahta yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Sistem Ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
- Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
- Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
B. Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban
Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.
Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan. Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan untuk:
- Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
- Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
- Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
- Perlengkapan perang
Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.
Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:
- Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.
- Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
- Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
- Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.
- Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
- Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Kemajuan Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.[4]
D. Keruntuhan Bani Umayah
1.      Faktor Internal
Beberapa alasan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan Dinasti Umayah adalah karena kekuasaan wilayah yang sangat luas tidak dibarengi dengan komunikasi yang baik, sehingga menyebabkan suatu kejadian yang mengancam keamanan tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya mengenai lemahnya para khalifah yang memimpin. Di antara empat belas khalifah yang ada, hanya beberapa saja khalifah yang cakap, kuat, dan pandai dalam mengendalikan stabilitas negara. Selain itu, di antara mereka pun hanya bisa mengurung diri di istana dengan hidup bersama gundik-gundik, minum-minuman keras, dan sebagainya.
Situasi semacam ini pun mengakibatkan munculnya konflik antar golongan, para wazir dan panglima yang sudah berani korup dan mengendalikan negara.


2.      Faktor Eksternal
Intervensi luar yang berpotensi meruntuhkan kekuasaaan Dinasti Umayah berawal pada saat Umar II berkuasa dengan kebijakan yang lunak, sehingga baik Khawarij maupun Syiah tak ada yang memusuhinya. Namun, segala kelonggaran kebijakan-kebijakan tersebut mendatangkan konsekuensi yang fatal terhadap keamanan pemerintahannya. Semasa pemerintahan Umar II ini, gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Bani Abbas mampu berjalan lancar dengan melakukan berbagai konsolidasi dengan Khawarij dan Syiah yang tidak pernah mengakui keberadaan Dinasti Umayah dari awal. Setelah Umar II wafat, barulah gerakan ini melancarkan permusuhan dengan Dinasti Umayah.
Gerakan yang dilancarkan untuk mendirikan pemerintahan Bani Abbasyiah semakin kuat. Pada tahun 446 M mereka memproklamirkan berdirinya pemerintah Abbasyiah, namun Marwan menangkap pemimpinnya yang bernama Ibrahim lalu dibunuh. Setelah dibunuh, pucuk gerakan diambil alih oleh seorang saudaranya bernama Abul Abbas as-Saffah yang berangkat bersama-sama dengan keluarganya menuju Kuffah.
 Abbasyiah berkewajiban untuk menundukkan dua kekuasaan Bani Umayah yang besar, yang satu dipimpin oleh Marwan bin Muhammad dan satu lagi oleh Yazid bin Umar bin Hubairah yang berpusat di Wasit.[5] Kedudukan kerajaan Abbasyiah tidak akan tegak berdiri sebelum khalifah-khalifah Umayah tersebut dijatuhkan terlebih dahulu.[6]
            As-Saffah mengirim suatu angkatan tentara yang terdiri dari laskar pilihan untuk menentang Marwan, dan mengangkat pamannya Abdullah bin Ali untuk memimpin tentara tersebut. Antara pasukan Abdullah bin Ali dan Marwan pun bertempur dengan begitu sengitnya di lembah Sungai Dzab, yang sampai akhirnya pasukan Marwan pun kalah pada pertempuran itu.
            Setelah kekalahan itu, Marwan pun tak kuasa lagi menyusun kekuatan, sehingga negeri Syam pun satu demi satu jatuh ke tangan Abbasyiah. Ketika Syam ditaklukkan, Marwan melarikan diri ke Palestina dan berujung pada mautnya di daratan Mesir. Marwan tewas dipenggal kepalanya oleh pasukan Abbasyiah lalu dibawanya ke hadapan Khalifah Abu Abbas as-Saffah lantas bersujud.
            Sepeninggal Marwan, maka benteng terakhir Dinasti Umayah yang diburu Abbasyiah pun tertuju kepada Yazid bin Umar yang berkududukan di Wasit. Namun, pada saat itu Yazid mengambil sikap damai setelah mendengar berita kematian Marwan. Di tengah pengambilan sikap damai itu lantas Yazid ditawari jaminan keselamatan oleh Abu Ja’far al-Mansur yang akhirnya Yazid pun menerima baik tawaran tersebut dan disahkan oleh as-Saffah sebagai jaminannya. Namun, ketika Yazid dan pengikut-pengikutnya telah meletakkan senjata, Abu Muslim al-Khurasani menuliskan sesuatu kepada as-Saffah yang menyebabkan Khalifah Bani Abbasyiah itu membunuh Yazid beserta para pengikutnya.
E. Komparasi al-Khulafa’ al-Rasyidun dan Dinasti Umayah
Berikut ini hal-hal yang membedakan masa kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun dan khalifah-khalifah dinasti umayah. Namun, khusus dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar II, berbeda dengan khalifah-khalifah dari Dinasti Umayah yang lain. Berikut ini beberapa perbandingan tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system pemerintahan dijalankan atas dasar al-Qur’an, hadits, dan ijma’, sedangkan pada masa Dinasti Umayah dalam menjalankan roda pemerintahan, perintah khalifah segala-galanya dan harus dipatuhi.
2.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, khalifah menganggap sebagai pelayan masyarakat, sedangkan para khalifah dinasti umayah, menganggap diri mereka sebagai penguasa.
3.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun bertahan karena dukungan rakyat, sedangkan dinasti umayah para khalifah bertahan dengan kekuatan.
4.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak ada satu sukuyang berkuasa terus menerus, sedang pada masa dinasti umayah dalam kekhalifahan hanya merekalah yang menguasai.
5.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun hak berbicara dijamin dan rakyat dapat langsung menghadap khalifah, sedangkan pada masa dinasti umayah hak bicara rakyat ditekan dan jika rakyat menghadap khalifahharus melewati perantara yang disebut hajib.
6.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun system demokrasi berjalan sedang pada masa dinasti umayah suara rakyat tidak dihiraukan.
7.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun tidak memiliki hak terhadap bait al-mal, sedang pada masa dinasti umayah bait al-mal menjadi miliki khalifah sendiri.
8.      Pada masa al-khulafa al-Rasyidun, pengaruh jahiliyyah berkurang, sementara pada masa dinasti umayah betambah.[7]

Berpijak dari perbandingan di atas, maka jelaslah bagaimana corak jalannya pemerintahan Dinasti Umayah. Track record Dinasti Umayah tidak sebaik catatan pemerintahan Khulafaur-Rasyidin. Pemerintahan Dinasti Umayah lebih banyak diwarnai dengan noda darah yang terhunus sayatan pedang pasukan Umayah yang tak mencerminkan sama sekali beragama Islam. Kebijakan yang diambil dan diterapkan hanya menjadi tameng kekuasaan yang menuntut keabsolutan. Memang, karenanya banyak sekali pemberontakan yang diselesaikan dengan tuntas, namun sejarah tetap mancatat akan ketidaksehatan pemerintahan yang dijalankan.






























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dengan latar belakang keluarga Umayah yang sangat lihai dalam urusan politik pada masa jahiliyah, keberadaan Muawiyah sebagai khalifah peertama Dinasti Umayah di tengah-tengah masyarakat muslim kala itu sangatlah banyak menuai berbagai kecaman dari berbagai kalangan di bawahnya.
Beberapa golongan dengan terang-terangan  menentang dan tidak mengakui kedaulatan Bani Umayah ini sebagai kedaulatan yang Islami.
Hal itu terbukti dengan kinerja Muawiyah dalam membangun Dinastinya yang mendiskreditkan keberadaan Syiah (pengikut Ali), dengan mengambil sebuah tindakan untuk membunuh mereka semua, sekalipun masih dicurigai. Ditambah lagi dengan ulah khalifah penerusnya yang kebanyakan tak bermoral.
Terhitung hanyalah beberapa khalifah saja yang berkompeten dalam memangku jabatan khalifah yang disematkan kepada mereka. Dengan kecakapan, kepandaian, dan kepiawaian mereka dalam memimpin, mereka mampu menghadirkan berbagai kemajuan dengan sebuah pencapaian gemilang yang sangat berarti bagi perkembangan Islam waktu itu.
Namun, sikap amoral yang ditunjukan oleh khalifah-khalifah yang tak bertanggung jawab dalam mengemban amanat, membuat kedaulatan Bani Umayah berada pada ambang kehancuran. Ketidak sigapan sistem keamanan menangkal intervensi luar, memudahkan berbagai serangkaian usaha untuk melancarkan kudeta. Sampai akhirnya Dinasti Umayah pun jatuh ditumpas Abbasyiah.

B.       Hikmah
            Berpijak dari kesimpulan di atas, maka seyogianya kita mampu mengambil pelajaran yang sarat dengan nilai luhur keislaman dengan mencamkan pada diri kita bahwa jabatan yang besar dan tinggi yang tersemat pada diri kita, hendaknya kita mampu mensikapinya sebagai amanat yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Bukan sebagai sarana atau fasilitas kepuasan hawa nafsu.
            Kita sendiri bisa melihat, bagaimana kedigdayaan Dinasti Umayyah runtuh karena penyalahgunaan jabatan pemerintahan. Sebagian khalifah, wazir, dan jajarannya yang gemar berfoya-foya, lalai dalam bertugas, bahkan tidak memerdulikan lagi nasib rakyatnya. Akibatnya mereka pun hancur diserang pasukan yang selalu fokus dan siap dalam kobaran semangat yang membara untuk menghancurkannya.
            Oleh karena itu, cukuplah sejarah menjadi sumber ibrah bagi kita untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam nuansa Islam yang senantiasa menaungi kita. Tidak perlu ada lagi pemimpin yang bersikap dan berlaku amoral yang hanya akan menjadi penyebab kehancuran suatu bangsa dan kaum.































DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam. Jakarta: Akbar, 2007.
Jaelani, Bisri M., Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007.
Karim, M. Abdul, Islam di Asia Tengah. Yogyakarta: Bagaskara, tidak ada tahun.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1997.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Rajafindo Persada, 2008.




[1] M. Abdul Karim, Islam di Asia Tengah (Yogyakarta: Bagaskara, tidak ada tahun), hal. 56.
[2] Bisri M. Jaelani, Ensiklopedi Islam (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), hal. 436
[3] Bisri M. Jaelani, loc. cit. hal. 437.
[4] http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-islam-masa-bani-umayyah.html
[5] Ibid. hal. 59.
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Rajafindo Persada, 2008), hal. 37.
[7] Badri Yatim, op. cit; hal. 38.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel